Revisi (1-10-2021)
Setelah memasangkannya, Yuna melihat penampilan Alex. "Hm, bagus!" Yuna mengangguk.
"Benarkah? Seperti apa memangnya penampilanku?" tanya Alex.
"Seperti pencuri," Yuna nyengir.
"Terserahlah," Alex pasrah.
"Tapi tidak itu saja. Topeng mata itu sesuai denganmu. Mulai dari bentuk dan warna sangat mendukung bentuK auramu," ujar Yuna.
"Oh ya? Auraku memangnya seperti apa?"
"Dingin, suram, dan menyedihkan" ujar Yuna cepat dan ringan, dan membentuk senyuman yang santai tanpa beban.
"Sialan," Alex kesal.
"Terima kasih bi untuk topengnya. Kalau begitu kami pergi dulu ya bi," Yuna menarik tangan Alex dan mereka pun pergi. Pelayan berdiri di pintu ke luar untuk melihat mereka pergi. Pelayan yang melihat kemesraan mereka menjadi iri.
"Hah, indahnya kisah mereka berdua. Akh! Kapan aku mempunyai pasangan?! Aku tidak ingin mati menua tanpa pasangan! Apakah tidak ada seorang pria yang ingin menjadi pasanganku? Di dakan novel saja, semua karakternya dengan mudah mendapatkan pasangan. Tapi aku sampai sekarang masih belum mendapatkan pasangan!" pelayan sedih meratapi nasibnya sambil memegang dadanya yang sesak.
Yuna dan Alex berjalan menuju ibu kota. "Jadi... Bagaimana perasaanmu setelah kalah tadi, Lex?" sorot mata Yuna seakan meledek Alex.
"Biasa saja," jawab Alex.
"Tanganmu sakit tidak?" Yuna melihat ke tangan Alex yang memar.
"Sedikit," Alex jujur.
Yuna kesal mendengar jawaban Alex yang hanya sepatah dua kata. "Alex kamu ini kenapa sih susah sekali diajak berbicara? Apa mungkin julukan pangeran es itu sudah menjadi bagian dari dirimu?" ujar Yuna cemberut.
"Dari pada kamu mengkritik aku. Lebih baik urus saja dirimu sendiri, ok," Alex menjawab dengan tegas. Mendengar itu, Yuna hanya berusaha menahan amarahnya.
Mereka berdua melihat orang lalu lalang. "Untunglah tadi bibi memberikan kita topeng ini. Jika tidak sekarang mungkin kita akan menjadi pusat perhatian," Yuna lega.
"Sebenarnya kita aja yang berlebihan, belum tentu orang akan memperhatikan kita. Pastinya yang lain juga punya kesibukan masing masing," ujar Alex.
"Apakah kamu tidak berpikir apa yang dikatakan orang nantinya melihat dua orang bangsawan kelas atas sedang berjalan berdua di malam hari?" Yuna bertanya.
"Kalau pikiran mereka negatif, berarti ada kesalahan pada otak mereka," jawab tegas Alex.
Setelah cukup lama berjalan Yuna dan Alex sampai di pusat ibu kota. Mereka melihat banyak hiasan lampu dan pajangan serta kios yang ramai pembeli di sekitaran mereka.
"Yeay, kita sampai!" seru Yuna.
"Hei Yuna, bukankah ini terlalu ramai?" Alex melihat sekeliling.
"Ayolah Alex, ini kan hari libur. Jadi wajar saja banyak orang yang berkeliaran malam ini," jawab Yuna.
"Kamu memang benar, tapi apa seharusnya ramai seperti ini di ibu kota?. Ini sih terlalu ramai namanya," ujar Alex.
"Coba saja kita bertanya pada yang lain," Yuna menghampiri seseorang yang sedang duduk bersantai.
"Hm... Permisi pak. Saya ingin bertanya, di sini kenapa ramai sekali ya, pak?" tanya Yuna sopan.
"Oh nona tidak tahu ya. Jadi di sini itu sedang mengadakan festival panen. Karena panen bulan ini sangat menguntungkan, makanya hari ini diadakan festival panen," jawab orang itu.
"Begitu ya, baik terima kasih informasinya pak," ujar Yuna. Orang itu mengangguk.
Lalu Yuna dan Alex melanjutkan langkah kaki mereka. "Aku baru sadar, kalau sekarang ini sudah akhir bulan. Dan juga aku rasa ayah dan ibu, serta orangtuamu, pergi membahas hal ini," pendapat Yuna.
"Mungkin saja begitu," jawab Alex.
Yuna lalu melihat ada kios yang menjual permen apel. Yuna pun tertarik dan ingin membelinya. "Alex! Alex! Ayo kita beli itu!" Yuna menunjuk dan menarik-narik lengan baju Alex.
"Beli apa?... Oh permen apel? Itu yang kamu inginkan?" tanya Alex. Yuna mengangguk.
"Ya sudah ayo kita beli," Alex dan Yuna pun menghampiri kios tersebut.
Lalu penjual menyambut mereka. "Selamat datang, ingin apa dek?" tanya penjual. "Saya ingin beli permen apelnya satu pak, kamu mau tidak, Lex?" ujar Yuna.
"Aku tidak usah, kamu saja," jawab Alex.
Penjual pun mengambil satu permen dan memberikannya ke tangan Yuna. "Baik ini dia dek, satu permen apelnya," Yuna merogoh sakunya dan membayar.
"Terima kasih pak, ini uangnya," penjual menerima uangnya dan mereka berjalan kembali.
"Hei, apakah kamu tidak membawa dompet?" tanya Alex.
"Tidak, aku meletakkan uangku di saku baju ini saja. Biar tidak repot," jawab ringan Yuna.
Huh, kenapa aku berteman dengan putri yang latah seperti ini ya? pikir Alex.
Seiring berjalan, Yuna melihat banyak sekali kios yang menjual dagangan. Yuna dengan mudahnya tertarik dan membeli semua yang diinginkannya. Mulai dari minuman, makanan dan beberapa aksesoris. Bahkan Alex sampai kewalahan mengikuti Yuna, tanpa ikut serta berbelanja.
Hm bagus, beli aja tuh semua, nanti uang tabunganmu habis, jangan merengek meminta padaku. pikir Alex.
Yuna dan Alex yang sibuk berkeliling, akhirnya sampai pada penghujung acara festival panen. Yuna dan Alex melihat ada panggung yang besar dan beberapa bangku. Mereka pun duduk di sana. Lalu ada seseorang yang naik ke atas panggung dan mulai berbicara dengan suara yang kuat.
"Baiklah! Acara festival panen kali ini, telah sampai pada penghujung acaranya!. Sebagai penutup dari festival kali ini, mari kita semua menari dan berdansa sepuasnya! Musik mainkan!"
Sing~sing. Sekelompok pemusik mulai memainkan berbagai alat musik dan bernyanyi. Musik yang mereka mainkan sederhana, namun dapat membuat suasana menjadi menyenangkan. Orang orang juga mulai berdansa dan menari mengikuti ritme musik. Gelak tawa bahagia, terdengar sepanjang acara penutupan. Lalu Yuna berdiri di hadapan Alex dari bangkunya. Yuna menjulurkan tangannya dan berkata. "Pangeran Alex, apakah kamu ingin berdansa denganku?" Yuna mengajak Alex.
"Tidak," tolak tegas Alex.
"Hoh, jadi kamu takut ya. Apa mungkin kemampuan berdansamu sudah menurun karena telah lama tidak berdansa. Makanya kamu menolak tawaranku, hm?" Yuna memasang raut wajah merendahkan.
"Tantangan ya? Huh, Baiklah..." Alex berdiri, lalu menggenggam dan mencium tangan Yuna. Yuna kaget membuat dirinya menjadi gugup. "Putri Yuna, apakah kamu ingin berdansa denganku?" Alex menatap mata Yuna.
"Betapa romantisnya... Dengan senang hati aku menerima tawaranmu, pangeranku yang tampan," walau Yuna berusaha tenang, namun dalam hatinya sangat tidak karuan, karena godaan dari Alex.
Untung saja kamu bukan orang yang polos Alex. Jika tidak aku akan menyerangmu karena telah menggodaku. Pikir Yuna.
Yuna dan Alex mulai berdansa mengikuti ritme musik. Di bawah cahaya sinar rembulan dan bintang-bintang yang bertebaran di langit serta hembusan udara hangat dan dingin yang bercampur. Yuna dan Alex menari dengan elegan dan menyita perhatian publik.
Sementara itu mereka yang asik berdansa, tidak menyadari bahwa ada seseorang yang juga berasal dari sekolah mereka ikut datang berkunjung di festival tersebut.
Revisi (14-10-2021) Yuna dan Alex berjalan maju mundur dan berputar, tanpa satu pun daru mereka menginjak kaki pasangannya. "Hoho, boleh juga kemampuanmu, Alex. Aku kira karena sudah lama tidak berdansa kemampuanmu akan memburuk, ternyata tidak," Yuna dengan tatapan yang meremehkan, mencoba memprovokasi Alex. "Aku akan menghiraukan ucapanmu tadi. Lebih baik sekarang kamu perhatikan langkah kakimu. Aku tidak ingin, nantinya kamu salah pijakan atau malah terpeleset. Dan itu akan membuatmu mempermalukan dirimu sendiri," Alex tidak terpancing. "Cih." Yuna kesal. Lalu seiring mereka berdansa, ritme dan tempo dari musik semakin lama semakin cepat. Alex dan Yuna pun menyesuaikan kecepatan gerakan mereka dengan musik. Rambut mereka terurai akibat hembusan angin malam dan gaun Yuna mengembang karena putaran dansa mereka. Keringat mulai keluar dari kepala mereka, tu
Revisi (15-10-2021) Sora memberikan garis tebal pada sketsa, lalu dia memberikan campuran warna gradasi pada lukisan. Untuk warna langit dia memberikan warna campuran antara biru dan hitam, serta putih dan kuning sebagai bintang di langit. Dia melakukannya dengan perlahan, agar hasil lukisannya sesuai dengan yang dia inginkan. Dia bergadang semalaman untuk mengerjakan lukisannya, dan dia baru tertidur dengan lelap pada jam 3 malam. Lalu keesokan harinya di sekolah. Aku menarik Sora dari lorong sekolah di tempat orang berkumpul melihat lukisan, menuju ruangan klub melukis. Pandangan orang orang tertuju padaku yang terlihat marah sambil menarik-narik Sora. Dengan rasa kesal dan marah di hatiku, aku mendorongnya dan memojokkannya ke dinding ruangan melukis. Lalu aku menarik kerah bajunya dan berkata. "Sialan! Apa yang kamu lakukan hah!?" aku yang geram kepadanya, melotot tajam padanya.
Revisi (19-10-2021) Setelah Yuna berlari dengan cepat dan tergesa-gesa, akhirnya dia sampai tepat di depan pintu klub ruangan melukis. Orang orang sudah ramai berkumpul di depan pintu, namun tidak ada yang berhasil berani menghentikan mereka. Yuna langsung membuka pintu dan masuk ke dalam sambil berteriak. "Alex hentikan!" Yuna menarik Alex menjauh dari Sora dan mengekangnya. "Yuna?! Apa yang kamu lakukan? Cepat lepaskan aku! Dia harus diberi pelajaran sekarang juga!" Alex meronta-ronta. Kesal dengan Alex yang tidak mau tenang, dia berdiri di hadapan Alex, lalu menendang kakinya. Duk! Tendangan Yuna tepat mengenai tulang kering Alex, yang membuat Alex langsung ngilu kesakitan. "Yuna sialan! Apa yang kamu lakukan!?--" "Kamu bisakah diam sekarang?" Yuna menatap tajam ke arah Alex. Alex langsung diam dan berusaha menenangkan diri. Yuna menghela nafas la
Yuna pun sampai di kelas dengan perasaan bersalah. Lalu Erika menghampiri Yuna. "Yuna, selamat datang!" Erika memperhatikan wajah Yuna. Terlihat wajah Yuna sangat murung."Yuna kamu kenapa murung? Apakah ada masalah?" tanya Erika."Tidak, aku baik-baik saja," jawabku dengan ragu.Yuna pun duduk kembali di kursinya. Alex melihat Yuna yang murung, namun Alex menghiraukannya.Haaah... Perasaanku jadi kacau, mendengar ucapan mereka tadi. Kenapa di umurku yang 18 tahun, aku baru menyadari betapa egoisnya diriku. Seharusnya aku sudah membantu Alex untuk berteman dengan yang lain sejak dulu. Bohong jika aku mengatakan jika aku tidak menyukai Alex. Bagaimana mungkin dua orang yang selalu bersama tidak akan tumbuh sebuah perasaan di antara mereka.Memang aku tidak ingin Alex menjadi milik orang lain, tapi... Aku akan lebih merasa bersalah jika menjadi teman yang mengekangnya. Aku harus be
Lalu keesokan paginya. Alex, Yuna, dan kedua orangtua mereka, akan sarapan pagi bersama.Yuna dan Alex masuk ke ruang makan bersamaan dan melihat orangtua mereka sudah bersiap di meja makan. "Selamat pagi," Yuna dan Alex memberikan salam bersamaan."Selamat pagi, anak-anak," jawab kedua orang tua mereka."Ayo cepat, kalian berdua ke sini. Kita sarapan bersama," ujar ayah Yuna."Baik." Yuna dan Alex pun segera duduk. Mereka semua pun mulai sarapan pagi bersama.Di selang sarapan pagi, ayah Alex mulai membuka obrolan. "Paman, selalu penasaran dan ingin menanyakan hal ini kepadamu, Yuna. Bagaimana keseharian, Alex, di sekolahnya?" tanya ayah Yuna."Dia? Anak paman ini hanya seorang cowok suram, dingin, dan pemarah. Bahkan di sekolah, dia mendapatkan julukan "pangeran es". Entah kenapa dia susah sekali untuk bergaul dengan orang lain," keluh Yuna.
Pagi harinya, Yuna sudah menunggu yang lainnya, di depan rumahnya. Tidak lama kemudian, Erika dan Leon datang bersamaan. Erika dan Leon turun dari kereta kuda mereka masing-masing."Yuna!" seru Erika. Erika menggunakan gaun berwarna merah dengan pita berwarna hitam yang diikat di pinggangnya. Dia juga menggunakan sepatu berwarna hitam."Kamu sudah siap, Yuna?" tanya Leon. Sementara itu, Leon menggunakan kemeja berwarna putih dan dilapisi dengan jas berwarna hitam. Dan Leon menggunakan sepatu kulit berwarna coklat."Wah! Kalian semua bergaya sekali! Aku sampai pangling. Sekarang kita hanya perlu menunggu, Alex,"Tepat setelah Yuna berkata, Alex tiga dengan kereta kudanya. Alex pun turun dengan gagahnya. Yuna yang melihat Alex, sampai tercengang melihat penampilan, Alex.Alex menata rambutnya ke arah belakang. Dia menggunakan kemeja berwarna hitam dan dilapisi oleh jubah pendek ber
"Oh iya, benar juga. Aku dari kemarin penasaran, siapa sebenarnya pasangan yang berdansa denganmu di lukisan itu?" tanya Lira.Waduh, gimana nih? Aku harap Alex bisa menemukan alasan bagus untuk ini. Yuna cemas."Siapa kau yang berhak bertanya seperti itu, ha?" ujar kesal Alex dengan sorot mata yang tajam."Ma-maaf." Lira langsung menundukkan wajahnya.Huh ... Baguslah. Yuna lega."Haha, maafkan Alex ya. Dia hanya merasa gugup saja berada di sini. Alex sebenarnya ingin berteman dengan kalian semua," ujar Yuna asal.Alex langsung melihat Yuna. "Hoi, apa yang kamu katakan? cerita bohong dari mana itu?" Alex lalu melihat ke arah yang lain, dan terlihat di wajah mereka yang bingung, terkejut, dan seperti sangat berharap untuk bisa berteman dengan Alex."Ukh..." Alex memilih diam saja.Lalu Lira berdiri dan mendekati Alex. Lir
Lalu waktu berlalu begitu saja. Kelompok perempuan membicarakan banyak hal tentang dunia kecantikan, sedang kelompok laki-laki yang tadi berlomba. Pertandingan berhasil dimenangkan oleh tim Leon. Tentu saja Alex merasa kesal karena kekalahannya tersebut. Leon tertawa dan merasa sangat bangga di dalam hatinya.Karena sudah sore hari, akhirnya mereka semua bersiap untuk pulang. Kereta kuda milik keluarga Yuna sudah menunggu di depan gerbang. Yuna dan yang lainnya masuk satu persatu ke dalam kereta. Dan perjalanan yang cukup panjang, pada akhirnya mereka sampai di rumah. Erika dan Leon langsung bersiap untuk pulang ke rumah mereka masing-masing."Baiklah kalau begitu aku pulang dulu ya, Yuna," ujar Erika."Iya, kalau ada waktu, mari kita pergi bersama lagi," ujar Yuna."Siap." ujar Erika."Aku juga undur diri dulu, Yuna. Oh iya, bagaimana perasaanmu Alex setelah kalah tadi?" ujar Le