Revisi (14-10-2021)
Yuna dan Alex berjalan maju mundur dan berputar, tanpa satu pun daru mereka menginjak kaki pasangannya.
"Hoho, boleh juga kemampuanmu, Alex. Aku kira karena sudah lama tidak berdansa kemampuanmu akan memburuk, ternyata tidak," Yuna dengan tatapan yang meremehkan, mencoba memprovokasi Alex.
"Aku akan menghiraukan ucapanmu tadi. Lebih baik sekarang kamu perhatikan langkah kakimu. Aku tidak ingin, nantinya kamu salah pijakan atau malah terpeleset. Dan itu akan membuatmu mempermalukan dirimu sendiri," Alex tidak terpancing.
"Cih." Yuna kesal.
Lalu seiring mereka berdansa, ritme dan tempo dari musik semakin lama semakin cepat. Alex dan Yuna pun menyesuaikan kecepatan gerakan mereka dengan musik.
Rambut mereka terurai akibat hembusan angin malam dan gaun Yuna mengembang karena putaran dansa mereka. Keringat mulai keluar dari kepala mereka, tubuh mereka sebenarnya sudah tidak kuat lagi untuk berdansa lebih lama lagi. Namun karena mereka tidak ada yang mau mengalah mereka tetap berusaha menahan rasa lelah mereka.
"Haha kamu mulai berkeringat, Alex," ujar Yuna.
"Lihat dulu dirimu sendiri, kamu bahkan lebih berkeringat dari padaku," jawab Alex.
"Hoho kamu tidak mau mengalah ya," Yuna dan Alex semakin fokus dalam berdansa.
Sementara itu di sisi lain, di saat yang bersamaan. Seseorang yang bersekolah di tempat yang sama dengan Yuna dan Alex, sedang berkeliling melihat festival. Orang itu adalah Sora. Dia adalah seorang laki-laki sekaligus seorang ketua klub dari klub melukis. Dia sedang mencoba mencari ide untuk lukisan terbarunya, yang ingin dia pamerkan di sekolah nantinya.
Sora membawa kanvas dan satu buah pensil serta penghapus. Lukisan yang dipamerkan nantinya, bertujuan untuk menarik perhatian murid murid di sekolah. Tujuan utamanya adalah agar murid murid di sekolah ingin bergabung dengan klub melukis. Karena jika dia tidak mendapatkan anggota baru di tahun ini, maka kegiatan klubnya akan dibatasi atau skenario terburuknya klub yang dipimpinnya akan dibubarkan.
Tentu saja Sora tidak menginginkan hal itu, makanya dia berusaha membuat lukisan yang bisa membuat orang lain terpikat.
"Haaah... Apa tidak ada hal yang menarik yang bisa aku lukis ya? Jika aku tidak segera mendapatkan anggota baru, maka klubku akan mendapatkan masalah," keluh Sora.
Dia berkeliling dan berjalan cukup lama menyusuri festival itu, dan pada akhirnya dia lelah dan berisitirahat di dekat kios minuman dan dia minum di sana. Dan posisi kios itu dekat dengan posisi di mana Alex dan Yuna sedang berdansa.
"Hah... Sudah berkeliling ke sana ke mari. Tapi tetap saja tidak ada ide yang terlintas di dalam kepalaku," Sroott! Sora menghisap minumnya sambil melihat sekitar.
Sementara itu Yuna dan Alex yang mengikuti tempo musik yang semakin cepat. "Wah tempo musiknya semakin cepat, Lex. Apakah kamu yakin bisa bertahan?" ujar remeh Yuna.
"Tentu saja aku bisa, kamu terlalu meremehkan aku, Yuna." Mereka melakukan perputaran berkali-kali, hingga membuat ikatan topeng mata pada Alex menjadi kendur dan akhirnya perlahan jatuh ke bawah.
Yuna pun menjadi panik. "Alex! Topeng matamu terjatuh!" kataku sambil melihat topeng mata Alex yang jatuh ke bawah.
"Sudah biarkan saja, sekarang fokus saja dulu dalam dansanya," Alex tidak peduli dengan wajahnya yang terlihat.
"Apakah kamu yakin? Aku merasakan akan ada masalah yang timbul karena hal ini, Lex?" tanyaku sambil melihat sekitar.
"Kita lihat saja nanti," kataku seraya tersenyum.
Ketika Sora melihat sekeliling, dia melihat ke arah panggung. Dia melihat ada sepasang orang yang sedang berdansa, yang menjadi pusat perhatian. "Wah dia tampan sekali," orang-orang terpana melihat Alex.
Ketika Sora memperhatikan lebih seksama, dia merasa seperti pernah melihat wajah pria itu. "Orang itu... Sepertinya pernah aku lihat, tapi di mana ya?" Sora mencoba mengingat dan melihat ke arah Alex berulang kali.
Akhirnya Sora mengingat Alex. "Benar juga dia kan Alex! Si pangeran es yang tidak pernah tersenyum, namun peraih prestasi terbaik di sekolah! Tapi ada yang aneh dengan pemandangan ini, apa aku tidak salah lihat ya? Alex saat ini dia sedang tersenyum lebar dan berdansa? Dengan siapa?" Sora kebingungan.
Ketika dia melihat momen yang langka itu, Sora berpikir bahwa pemandangan yang dilihatnya bisa dijadikan lukisan yang menarik perhatian banyak orang.
"Jika aku melukis ini, sepertinya akan menjadi lukisan yang menarik. Karena siapa sangka, Alex si pangeran es, saat ini bisa tersenyum menawan seperti itu. Aku yakin orang-orang juga penasaran akan hal ini." Sora mulai menggambar sketsa kasar pada kanvas.
Alex dan Yuna tetap fokus berdansa walau diperhatikan oleh banyak orang. Yuna saat itu sudah gelisah karena dilihat banyak orang, sedangkan Alex tidak peduli dengan sekitarnya. "Hei Alex ayo kita hentikan saja dansanya, mari kita segera pulang," Yuna berusaha membujuk Alex.
"Itu artinya kamu mengalah pada dansa kali ini bukan? Itu artinya 1 untukku, dan 0 untukmu," kataku tersenyum menyebalkan.
Yuna pun terpancing dan melupakan rasa malunya. "Saat sampai di rumah nanti awas saja kamu, Alex!" Yuna kesal.
Sembari mereka mengobrol, Sora telah selesai dengan sketsa kasarnya. Sora tidak hanya menggambarkan Alex saja, namun juga Yuna yang menjadi pasangan dansanya. Dia menambahkan bangunan, hiasan lampu dan bintang serta bulan sebagai latarnya.
Mata milik Sora cukup tajam, jadi dia mulai menebalkan sketsanya dan menambah detail kecil pada lukisannya. Seperti gaun Yuna yang mengembang karena angin, atau rambut mereka yang terurai.
Karena Yuna masih menggunakan topeng, Sora jadi tidak bisa mengenali siapa orang yang berdansa dengan Alex.
Setelah selesai membuat sketsa, dia pun segera pulang ke rumah sambil mendekap kanvasnya agar tidak rusak. Dia berjalan dengan hati-hati untuk sampai ke rumah.
Sementara itu, musik telah selesai dimainkan dan festival akan segera ditutup. "Baiklah semuanya, festival panen kali ini telah selesai!" orang orang bertepuk tangan dengan meriah.
"Kalian semua sudah bersenang senang malam ini, bahkan siapa sangka pangeran Alex menyempatkan diri untuk datang ke mari!" pandangan semua orang langsung tertuju pada Alex.
"Pangeran Alex?! Di mana dia?!" orang orang heboh.
"Pangeran Alex dia menari dengan elegannya bersama dengan pasangannya yang misterius, kalau boleh tahu pangeran, siapa pasanganmu itu?"
Yuna yang sudah tidak tahan lagi dengan suasana itu, dia menarik tangan Alex dan berlari menjauh dari kerumunan itu. Yuna dan Alex menarik perhatian karena mereka berlari. "Sudah aku katakan bukan Alex! Lebih baik ketika segera pulang!" seru Yuna.
"Tidak apa lagi pula ini menyenangkan!" Yuna dan Alex pun berlari sambil tertawa bahagia menuju rumah. Sesampainya di rumah mereka langsung terkapar karena tubuh mereka yang letih.
Sementara itu Sora mulai melanjutkan lukisannya di rumah.
Revisi (15-10-2021) Sora memberikan garis tebal pada sketsa, lalu dia memberikan campuran warna gradasi pada lukisan. Untuk warna langit dia memberikan warna campuran antara biru dan hitam, serta putih dan kuning sebagai bintang di langit. Dia melakukannya dengan perlahan, agar hasil lukisannya sesuai dengan yang dia inginkan. Dia bergadang semalaman untuk mengerjakan lukisannya, dan dia baru tertidur dengan lelap pada jam 3 malam. Lalu keesokan harinya di sekolah. Aku menarik Sora dari lorong sekolah di tempat orang berkumpul melihat lukisan, menuju ruangan klub melukis. Pandangan orang orang tertuju padaku yang terlihat marah sambil menarik-narik Sora. Dengan rasa kesal dan marah di hatiku, aku mendorongnya dan memojokkannya ke dinding ruangan melukis. Lalu aku menarik kerah bajunya dan berkata. "Sialan! Apa yang kamu lakukan hah!?" aku yang geram kepadanya, melotot tajam padanya.
Revisi (19-10-2021) Setelah Yuna berlari dengan cepat dan tergesa-gesa, akhirnya dia sampai tepat di depan pintu klub ruangan melukis. Orang orang sudah ramai berkumpul di depan pintu, namun tidak ada yang berhasil berani menghentikan mereka. Yuna langsung membuka pintu dan masuk ke dalam sambil berteriak. "Alex hentikan!" Yuna menarik Alex menjauh dari Sora dan mengekangnya. "Yuna?! Apa yang kamu lakukan? Cepat lepaskan aku! Dia harus diberi pelajaran sekarang juga!" Alex meronta-ronta. Kesal dengan Alex yang tidak mau tenang, dia berdiri di hadapan Alex, lalu menendang kakinya. Duk! Tendangan Yuna tepat mengenai tulang kering Alex, yang membuat Alex langsung ngilu kesakitan. "Yuna sialan! Apa yang kamu lakukan!?--" "Kamu bisakah diam sekarang?" Yuna menatap tajam ke arah Alex. Alex langsung diam dan berusaha menenangkan diri. Yuna menghela nafas la
Yuna pun sampai di kelas dengan perasaan bersalah. Lalu Erika menghampiri Yuna. "Yuna, selamat datang!" Erika memperhatikan wajah Yuna. Terlihat wajah Yuna sangat murung."Yuna kamu kenapa murung? Apakah ada masalah?" tanya Erika."Tidak, aku baik-baik saja," jawabku dengan ragu.Yuna pun duduk kembali di kursinya. Alex melihat Yuna yang murung, namun Alex menghiraukannya.Haaah... Perasaanku jadi kacau, mendengar ucapan mereka tadi. Kenapa di umurku yang 18 tahun, aku baru menyadari betapa egoisnya diriku. Seharusnya aku sudah membantu Alex untuk berteman dengan yang lain sejak dulu. Bohong jika aku mengatakan jika aku tidak menyukai Alex. Bagaimana mungkin dua orang yang selalu bersama tidak akan tumbuh sebuah perasaan di antara mereka.Memang aku tidak ingin Alex menjadi milik orang lain, tapi... Aku akan lebih merasa bersalah jika menjadi teman yang mengekangnya. Aku harus be
Lalu keesokan paginya. Alex, Yuna, dan kedua orangtua mereka, akan sarapan pagi bersama.Yuna dan Alex masuk ke ruang makan bersamaan dan melihat orangtua mereka sudah bersiap di meja makan. "Selamat pagi," Yuna dan Alex memberikan salam bersamaan."Selamat pagi, anak-anak," jawab kedua orang tua mereka."Ayo cepat, kalian berdua ke sini. Kita sarapan bersama," ujar ayah Yuna."Baik." Yuna dan Alex pun segera duduk. Mereka semua pun mulai sarapan pagi bersama.Di selang sarapan pagi, ayah Alex mulai membuka obrolan. "Paman, selalu penasaran dan ingin menanyakan hal ini kepadamu, Yuna. Bagaimana keseharian, Alex, di sekolahnya?" tanya ayah Yuna."Dia? Anak paman ini hanya seorang cowok suram, dingin, dan pemarah. Bahkan di sekolah, dia mendapatkan julukan "pangeran es". Entah kenapa dia susah sekali untuk bergaul dengan orang lain," keluh Yuna.
Pagi harinya, Yuna sudah menunggu yang lainnya, di depan rumahnya. Tidak lama kemudian, Erika dan Leon datang bersamaan. Erika dan Leon turun dari kereta kuda mereka masing-masing."Yuna!" seru Erika. Erika menggunakan gaun berwarna merah dengan pita berwarna hitam yang diikat di pinggangnya. Dia juga menggunakan sepatu berwarna hitam."Kamu sudah siap, Yuna?" tanya Leon. Sementara itu, Leon menggunakan kemeja berwarna putih dan dilapisi dengan jas berwarna hitam. Dan Leon menggunakan sepatu kulit berwarna coklat."Wah! Kalian semua bergaya sekali! Aku sampai pangling. Sekarang kita hanya perlu menunggu, Alex,"Tepat setelah Yuna berkata, Alex tiga dengan kereta kudanya. Alex pun turun dengan gagahnya. Yuna yang melihat Alex, sampai tercengang melihat penampilan, Alex.Alex menata rambutnya ke arah belakang. Dia menggunakan kemeja berwarna hitam dan dilapisi oleh jubah pendek ber
"Oh iya, benar juga. Aku dari kemarin penasaran, siapa sebenarnya pasangan yang berdansa denganmu di lukisan itu?" tanya Lira.Waduh, gimana nih? Aku harap Alex bisa menemukan alasan bagus untuk ini. Yuna cemas."Siapa kau yang berhak bertanya seperti itu, ha?" ujar kesal Alex dengan sorot mata yang tajam."Ma-maaf." Lira langsung menundukkan wajahnya.Huh ... Baguslah. Yuna lega."Haha, maafkan Alex ya. Dia hanya merasa gugup saja berada di sini. Alex sebenarnya ingin berteman dengan kalian semua," ujar Yuna asal.Alex langsung melihat Yuna. "Hoi, apa yang kamu katakan? cerita bohong dari mana itu?" Alex lalu melihat ke arah yang lain, dan terlihat di wajah mereka yang bingung, terkejut, dan seperti sangat berharap untuk bisa berteman dengan Alex."Ukh..." Alex memilih diam saja.Lalu Lira berdiri dan mendekati Alex. Lir
Lalu waktu berlalu begitu saja. Kelompok perempuan membicarakan banyak hal tentang dunia kecantikan, sedang kelompok laki-laki yang tadi berlomba. Pertandingan berhasil dimenangkan oleh tim Leon. Tentu saja Alex merasa kesal karena kekalahannya tersebut. Leon tertawa dan merasa sangat bangga di dalam hatinya.Karena sudah sore hari, akhirnya mereka semua bersiap untuk pulang. Kereta kuda milik keluarga Yuna sudah menunggu di depan gerbang. Yuna dan yang lainnya masuk satu persatu ke dalam kereta. Dan perjalanan yang cukup panjang, pada akhirnya mereka sampai di rumah. Erika dan Leon langsung bersiap untuk pulang ke rumah mereka masing-masing."Baiklah kalau begitu aku pulang dulu ya, Yuna," ujar Erika."Iya, kalau ada waktu, mari kita pergi bersama lagi," ujar Yuna."Siap." ujar Erika."Aku juga undur diri dulu, Yuna. Oh iya, bagaimana perasaanmu Alex setelah kalah tadi?" ujar Le
Keesokkan harinya pada pagi hari. Karena Yuna kemarin mengatakan bahwa dia akan menjemput Alex. Maka dia pun bangun lebih awal. Yuna langsung bersiap dan mengecek persiapan sekolahnya berkali-kali agar tidak ada yang tertinggal.Setelah semua selesai, Yuna langsung pergi menuju rumah Alex. Saat dia sampai di rumahnya. Tanpa basa-basi, Yuna langsung masuk ke dalam rumah. Karena pengawal dan orang rumah di rumah Alex sudah biasa dengan kehadiran Yuna. Mereka pun memaklumi hal itu.Sebelum pergi menemui Alex, Yuna terlebih dahulu pergi menemui ayah dan ibu Alex di ruangan kerja.Tok-tok. Yuna mengetuk pintu."Siapa?" tanya ayah Alex mendengar ketukan pintu."Ini aku, Yuna," jawab Yuna."Oh Yuna. Silahkan masuk, nak," ujar ayah Yuna.Yuna pun membuka pintu. "Permisi,""Ada apa kamu ke sini, Yuna?" tanya ibu Alex."Oh itu, kema