Revisi (19-10-2021)
Setelah Yuna berlari dengan cepat dan tergesa-gesa, akhirnya dia sampai tepat di depan pintu klub ruangan melukis. Orang orang sudah ramai berkumpul di depan pintu, namun tidak ada yang berhasil berani menghentikan mereka. Yuna langsung membuka pintu dan masuk ke dalam sambil berteriak. "Alex hentikan!" Yuna menarik Alex menjauh dari Sora dan mengekangnya.
"Yuna?! Apa yang kamu lakukan? Cepat lepaskan aku! Dia harus diberi pelajaran sekarang juga!" Alex meronta-ronta.
Kesal dengan Alex yang tidak mau tenang, dia berdiri di hadapan Alex, lalu menendang kakinya. Duk! Tendangan Yuna tepat mengenai tulang kering Alex, yang membuat Alex langsung ngilu kesakitan.
"Yuna sialan! Apa yang kamu lakukan!?--"
"Kamu bisakah diam sekarang?" Yuna menatap tajam ke arah Alex.
Alex langsung diam dan berusaha menenangkan diri. Yuna menghela nafas lalu mencoba menelaah apa yang sedang terjadi.
"Baiklah, sekarang bisakah Sora kamu jelaskan apa yang sedang terjadi di sini?" tanya Yuna.
Sora terdiam, takut salah bicara. Alex langsung menyela. "Kamu tahu Yuna, dia sudah melukis kita tanpa izin dari kita." Alex menunjuk Sora.
"Lukisan? Lukisan apa yang kamu maksud?" Alex lalu berdiri dan mengandeng Yuna berjalan menuju mading. Sora mengikuti mereka dari belakang dengan jalan yang perlahan dan rasa cemas.
Yuna pun memperhatikan lukisan yang ditunjukkan Alex. Hm... Lukisan ini? Bukannya lukisan kami ketika berdansa semalam ya? Hebat juga ya, Sora bisa melukis sebagus ini. Aku aja melukis tidak sampai sebagus ini. Kalau dijual ini sepertinya akan mendapatkan banyak keuntungan. Yuna justru kagum setelah melihat lukisan Sora.
"Kamu lihat ini kan? Jelas, jelas ini adalah kita yang berdan--" Yuna langsung menutup mulut Alex untuk menghentikannya berbicara lebih banyak lagi.
"Hei, bisakah kamu tidak mengatakan hal itu, di tempat yang seramai ini? Bisa bisa kita jadi bahan gosip di sekolah ini." Yuna berbisik di telinga Alex.
Lalu Yuna kembali melihat lukisan dan dia melirik ke arah Sora. "Sora, apa orang yang kamu lukis ini adalah Alex?" tanya Yuna.
"I-iya," jawab Sora yang gugup.
"Terus kamu melukisnya tanpa izin dari Alex, bukan begitu?" Yuna bertanya kembali.
"Benar. Aku melukisnya tanpa izin," Sora mengakui kesalahannya.
Melihat masalah yang ada di hadapannya, membuat Yuna mengerutkan dahinya. "Haaah... Sekarang kalian berdua ingin melakukan apa?" tanya Yuna.
"Hancurkan wajahnya," ujar Alex yang ringan dan sorot matanya yang tajam.
Deg-deg. Detak jantung Sora tidak karuan.
"Hentikan sampai di sana, Alex. Lebih baik kita selesaikan masalah ini dengan kesepakatan," ujar Yuna.
"Kesepakatan?" ujar Sora dan Alex serentak.
"Iya, Sora dan Alex kamu saling minta maaf saja. Dan untuk masalah lukisan, Sora kamu berikan saja lukisannya kepada Alex sebagai tanda bahwa masalah ini sudah selesai," ujar Yuna.
"Apa? Lukisan ini apa gunanya buatku?" Yuna langsung berbisik kembali. "Hei, coba kamu lihat kelebihan dari lukisan ini. Bukankah lukisan ini sangat bagus, pasti itu cocok untuk dipajang di rumah," bisiknya.
Lukisan hasil jerih payahku akan diambil? Memang aku ingin masalah ini cepat selesai, tapi kan... Terlihat wajah Sora seperti tidak terima jika lukisannya diambil begitu saja.
"Hoi, apa-apaan wajah tidak senangmu itu? Bukankah kamu yang duluan mencari masalah?" Alex berdiri di hadapannya.
"Baiklah aku akan berikan lukisan itu kepada kalian. Tapi aku ada satu permintaan. Biarkan lukisan itu berada di sekolah ini selama 3 hari, aku sangat membutuhkan lukisan ini untuk kepentingan klubku," ujar Sora memohon belas kasih.
Yuna melirik ke Alex dan bertanya. "Jadi menurutmu bagaimana, Alex?" Alex kembali melihat lukisan. "Sesuai permintaanmu. Setelah 3 hari, lukisan ini akan aku bawa pulang dan aku anggap masalah ini selesai. Bagaimana apakah kamu setuju?" ujar Alex.
Mendengar hal itu, Sora langsung menjabat tangan Alex dan berterima kasih kepadanya. "Terima kasih! Terima kasih, Alex! Aku tidak akan mengulanginya lagi," ujar Sora yang sangat senang.
"Hah... Iya, iya. Sekarang aku ingin pergi dulu ke kelas. Ayo Yuna, kita kembali ke kelas." Alex dan Yuna pun berjalan menuju kelas.
Sementara itu orang-orang masih heboh karena masalah yang baru terjadi. Untungnya murid di sekolah mereka, bisa menjaga omongan. Jadi masalah yang baru saja terjadi, tidak sampai di telinga para guru di sekolah.
Tiga hari telah berlalu sejak masalah itu selesai. Lukisan yang berisi momen Alex yang sedang berdansa, menjadi pembicaraan hangat di sekolah. Saat ini sedang jam makan siang. Seperti biasa Alex dan Yuna akan makan siang di pondok kecil dan mereka sedang berjalan menuju ke sana. Di sepanjang jalan, pandangan dan perhatian semuanya tertuju kepada Alex.
Tentu saja Yuna menjadi jengkel dan cemburu, karena yang memandang Alex sebagian besarnya adalah perempuan. Yuna dan Alex pun makan siang seperti biasa, namun dengan Yuna yang pikirannya tidak tenang. Setelah mereka selesai makan siang. Alex kembali duluan ke kelas, karena Yuna ingin pergi ke toilet.
Yuna pun masuk ke toilet dan buang air kecil di sana. Tidak lama kemudian, ada sekelompok perempuan yang juga masuk ke dalam toilet. Mereka ada yang bercermin, mencuci tangan dan lainnya. Tiba-tiba obrolan beralih ke Alex. "Hei bukankah menurut kalian Alex itu tampan? Cuma wajahnya saja yang dingin dan seram," ujar si A.
Mendengar mereka membicarakan Alex, Yuna pun tetap diam di tempat untuk menyimak apa yang mereka bicarakan.
"Benar, aku baru tahu jika Alex bisa tersenyum seperti itu. Jika saja tidak ada lukisan itu, mungkin sampai saat ini aku tidak akan mengetahui senyuman Alex yang sangat menyejukkan hati itu," si B setuju dengan si A.
Hah, kasihan sekali kalian baru melihatnya. Aku bahkan sudah lebih dari cukup melihat wajah tampannya setiap hari. Yuna membanggakan dirinya sendiri.
"Tapi jika Alex bisa tersenyum seperti itu. Apa itu artinya Alex sebenarnya adalah orang yang ramah? Senyumannya saja bisa setulus itu, makanya aku berpikir jika Alex itu seharusnya bisa bersosialisasi dengan yang lain. Tapi yang menjadi pertanyaan, kenapa Alex orangnya sangat dingin dan cuek?" ujar heran si A.
"Hm... Benar juga katamu. Mungkin saja ada sesuatu yang terjadi di masa lalu terhadap dirinya. Makanya dia menjadi seperti itu hingga saat ini. Walau aku tidak yakin akan hal itu," ujar si C.
"Iya, jika saja Alex sedikit ramah, dia pasti akan semakin populer dan mendapatkan pandangan yang baik dari orang lain. Jika sampai hal itu terjadi, aku akan yang pertama menjadi temannya setelah Yuna," ujar si D.
"Hah iya, iya. Ya sudah ayo mari kita segera kembali ke kelas. Sebentar lagi sudah jam masuk." Mereka semua pun pergi keluar berjalan menuju ke kelas mereka.
Setelah mereka semua pergi, Yuna juga ikut keluar dari toilet dan berjalan menuju kelasnya. Mendengar obrolan mereka semua, Yuna meratapi perilakunya kepada Alex. Entah kenapa dia berpikir bahwa dia sudah melakukan hal yang salah terhadap Alex dan dia merasa bersalah. Yuna merasa bahwa selama ini, ia telah mengekang Alex terhadap lingkungan sekitarnya.
Bukannya malah membantunya bersosialisasi, Yuna malah menutupi sifat Alex yang sebenarnya, hanya untuk dirinya sendiri. Dan hal itu membuat Yuna semakin merasa bersalah.
Yuna pun sampai di kelas dengan perasaan bersalah. Lalu Erika menghampiri Yuna. "Yuna, selamat datang!" Erika memperhatikan wajah Yuna. Terlihat wajah Yuna sangat murung."Yuna kamu kenapa murung? Apakah ada masalah?" tanya Erika."Tidak, aku baik-baik saja," jawabku dengan ragu.Yuna pun duduk kembali di kursinya. Alex melihat Yuna yang murung, namun Alex menghiraukannya.Haaah... Perasaanku jadi kacau, mendengar ucapan mereka tadi. Kenapa di umurku yang 18 tahun, aku baru menyadari betapa egoisnya diriku. Seharusnya aku sudah membantu Alex untuk berteman dengan yang lain sejak dulu. Bohong jika aku mengatakan jika aku tidak menyukai Alex. Bagaimana mungkin dua orang yang selalu bersama tidak akan tumbuh sebuah perasaan di antara mereka.Memang aku tidak ingin Alex menjadi milik orang lain, tapi... Aku akan lebih merasa bersalah jika menjadi teman yang mengekangnya. Aku harus be
Lalu keesokan paginya. Alex, Yuna, dan kedua orangtua mereka, akan sarapan pagi bersama.Yuna dan Alex masuk ke ruang makan bersamaan dan melihat orangtua mereka sudah bersiap di meja makan. "Selamat pagi," Yuna dan Alex memberikan salam bersamaan."Selamat pagi, anak-anak," jawab kedua orang tua mereka."Ayo cepat, kalian berdua ke sini. Kita sarapan bersama," ujar ayah Yuna."Baik." Yuna dan Alex pun segera duduk. Mereka semua pun mulai sarapan pagi bersama.Di selang sarapan pagi, ayah Alex mulai membuka obrolan. "Paman, selalu penasaran dan ingin menanyakan hal ini kepadamu, Yuna. Bagaimana keseharian, Alex, di sekolahnya?" tanya ayah Yuna."Dia? Anak paman ini hanya seorang cowok suram, dingin, dan pemarah. Bahkan di sekolah, dia mendapatkan julukan "pangeran es". Entah kenapa dia susah sekali untuk bergaul dengan orang lain," keluh Yuna.
Pagi harinya, Yuna sudah menunggu yang lainnya, di depan rumahnya. Tidak lama kemudian, Erika dan Leon datang bersamaan. Erika dan Leon turun dari kereta kuda mereka masing-masing."Yuna!" seru Erika. Erika menggunakan gaun berwarna merah dengan pita berwarna hitam yang diikat di pinggangnya. Dia juga menggunakan sepatu berwarna hitam."Kamu sudah siap, Yuna?" tanya Leon. Sementara itu, Leon menggunakan kemeja berwarna putih dan dilapisi dengan jas berwarna hitam. Dan Leon menggunakan sepatu kulit berwarna coklat."Wah! Kalian semua bergaya sekali! Aku sampai pangling. Sekarang kita hanya perlu menunggu, Alex,"Tepat setelah Yuna berkata, Alex tiga dengan kereta kudanya. Alex pun turun dengan gagahnya. Yuna yang melihat Alex, sampai tercengang melihat penampilan, Alex.Alex menata rambutnya ke arah belakang. Dia menggunakan kemeja berwarna hitam dan dilapisi oleh jubah pendek ber
"Oh iya, benar juga. Aku dari kemarin penasaran, siapa sebenarnya pasangan yang berdansa denganmu di lukisan itu?" tanya Lira.Waduh, gimana nih? Aku harap Alex bisa menemukan alasan bagus untuk ini. Yuna cemas."Siapa kau yang berhak bertanya seperti itu, ha?" ujar kesal Alex dengan sorot mata yang tajam."Ma-maaf." Lira langsung menundukkan wajahnya.Huh ... Baguslah. Yuna lega."Haha, maafkan Alex ya. Dia hanya merasa gugup saja berada di sini. Alex sebenarnya ingin berteman dengan kalian semua," ujar Yuna asal.Alex langsung melihat Yuna. "Hoi, apa yang kamu katakan? cerita bohong dari mana itu?" Alex lalu melihat ke arah yang lain, dan terlihat di wajah mereka yang bingung, terkejut, dan seperti sangat berharap untuk bisa berteman dengan Alex."Ukh..." Alex memilih diam saja.Lalu Lira berdiri dan mendekati Alex. Lir
Lalu waktu berlalu begitu saja. Kelompok perempuan membicarakan banyak hal tentang dunia kecantikan, sedang kelompok laki-laki yang tadi berlomba. Pertandingan berhasil dimenangkan oleh tim Leon. Tentu saja Alex merasa kesal karena kekalahannya tersebut. Leon tertawa dan merasa sangat bangga di dalam hatinya.Karena sudah sore hari, akhirnya mereka semua bersiap untuk pulang. Kereta kuda milik keluarga Yuna sudah menunggu di depan gerbang. Yuna dan yang lainnya masuk satu persatu ke dalam kereta. Dan perjalanan yang cukup panjang, pada akhirnya mereka sampai di rumah. Erika dan Leon langsung bersiap untuk pulang ke rumah mereka masing-masing."Baiklah kalau begitu aku pulang dulu ya, Yuna," ujar Erika."Iya, kalau ada waktu, mari kita pergi bersama lagi," ujar Yuna."Siap." ujar Erika."Aku juga undur diri dulu, Yuna. Oh iya, bagaimana perasaanmu Alex setelah kalah tadi?" ujar Le
Keesokkan harinya pada pagi hari. Karena Yuna kemarin mengatakan bahwa dia akan menjemput Alex. Maka dia pun bangun lebih awal. Yuna langsung bersiap dan mengecek persiapan sekolahnya berkali-kali agar tidak ada yang tertinggal.Setelah semua selesai, Yuna langsung pergi menuju rumah Alex. Saat dia sampai di rumahnya. Tanpa basa-basi, Yuna langsung masuk ke dalam rumah. Karena pengawal dan orang rumah di rumah Alex sudah biasa dengan kehadiran Yuna. Mereka pun memaklumi hal itu.Sebelum pergi menemui Alex, Yuna terlebih dahulu pergi menemui ayah dan ibu Alex di ruangan kerja.Tok-tok. Yuna mengetuk pintu."Siapa?" tanya ayah Alex mendengar ketukan pintu."Ini aku, Yuna," jawab Yuna."Oh Yuna. Silahkan masuk, nak," ujar ayah Yuna.Yuna pun membuka pintu. "Permisi,""Ada apa kamu ke sini, Yuna?" tanya ibu Alex."Oh itu, kema
Selagi Yuna melihat-lihat gambar milik Alex. Ia berkomentar "Wah ini sih gambarnya terlihat seperti gambaran anak tk." Yuna yang fokus melihat gambar, tiba-tiba merasa ada hawa dingin di belakangnya. Dengan cahaya ruangan yang redup membuat detak jantung Yuna tidak karuan."Kok rasanya di sini ... Agak seram, ya?" ujar Yuna.lalu tiba-tiba ada yang memegang pundak Yuna dan berkata "Apanya yang seram?" tanya orang itu."Gyaaah!" Plaak! Yuna yang terkejut, refleks menampar orang itu hingga orang itu terhempas."Hah-hah ... Siapa itu?" Yuna pun melihat orang itu dan dia sadar bahwa itu adalah Alex."Aduh, sakitnya." Alex memegang pipinya yang sakit."Hah, kamu ini bikin terkejut saja Alex. Lain kali bersuaralah kalau di dekatku," ujar Yuna yang lega."Itu yang kamu katakan setelah menamparku dengan keras? Memang teman yang tidak punya hati,"
"Kamu sudah sejak kapan berada di sini?" tanya Alex dengan pandangan yang tajam menatap Sora."Em ... A-aku baru saja di sini beberapa menit yang lalu," jawab Sora dengan rasa cemas di hatinya."Begitu ya. Maaf aku seenaknya berada di sini," ujar Alex."I-iya," jawab Sora.Eh? Apa yang terjadi? Kenapa dia sopan begini? Kemarin saja dia seperti akan membunuhku, namun sekarang dia baik seperti ini. Aku jadi bingung. ujar batin Sora.Yuna mendekati Sora. "Kamu pasti ingin tahu apa yang terjadi kan?" tanya Yuna. Sora pun mengangguk."Jadi sebenarnya ...." Yuna menjelaskan apa yang terjadi kepada Alex dengan berbisik agar menghilangkan kebingungan Sora."Hooo, aku paham sekarang," ujar Sora."Hei apakah kalian sudah selesai berbisik-bisik nya?" tanya kesal Alex."Haha iya sudah. Hm ... Kamu ada perlu apa ke sini, Alex?