Share

menjelang

Penulis: Ria Abdullah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-20 10:54:55

❤️❤️

.,.

Menjelang magrib, mobil Ajudan Mas Yadi memasuki gerbang besar perkebunan kami, hamparan sawah dan kebun teh di atas bukit menyambut kedatanganku.

Sebenarnya itu pemandangan yang menyejukkan tapi bagiku bagai diletakkan bara api yang menyala.

Tak lama mobil berhenti di depan teras dan kulihat mereka sedang bercengkerama sambil menikmati teh dan tertawa ceria.

"Si jalang itu bahkan tidak ragu, menikmati hak orang lain. Alangkah senangnya dia tertawa dan bergelayut di pelukan suami orang!"

Pintu mobil kubanting kencang dan melihatku datang dengan pandangan mata yang penuh dengan sorot kemarahan, Mas Yadi langsung berdiri.

"Ada apa, kamu ke sini?" ujarnya setengah membentak.

Aku tertawa sinis mendengarnya.

Jangan lupa! aku membawa pistol yang kuselipkan di belakang rokku. Begini-begini aku pernah mengikuti pelatihan bertahan bagi Ibu-ibu istri TNI.

Sedikit dia menyentil harga diriku, maka aku akan menembak simpanan binalnya itu.

"Kau lupa ini perkebunan siapa?"

"Tentu kebunku!" sentaknya tegas.

"Berani sekali kau mengakui aset anak-anak sebagai milikmu! Ingat Imelda tahun depan sudah berhak atas asetnya!"

Wanita pengemis itu seakan tahu bahwa kapan pun aku bisa menyergapnya, sehingga dia segera bangkit dan buru-buru berdiri di belakang suamiku.

"Apa maumu?!" Kali raut wajahnya serta urat lehernya menegang.

Aku sejujurnya takut dengan pembawaan suamiku yang seram seperti itu, suatu pukulan darinya mungkin aku bisa pingsan seketika, tapi jika aku tidak memberanikan diri seperti ini maka posisiku akan semakin tidak menguntungkan dan semua harta benda kami akan digeret oleh pelakor itu.

"A-aku datang ke sini untuk memastikan bahwa kau berdua tidak menikmati vila ini," jawabku dengan suara bergetar.

"Memangnya kenapa? Mau kujual pun kau tidak bisa melarangku, uang yang kau pakai sebagian adalah uangku," jawabnya santai.

Tentu saja napasku tersengal-sengal, dadaku panas dan mau meledak mendengar ucapan santainya yang sebagian mempermalukanku di depan wanita itu. Aku yakin dalam hati Kartika sedang tertawa jahat.

"Oh, ya, kalo begitu aku mau lihat sejauh apa seseorang yang mau menjual aset tanpa surat surat."

Aku merangsek masuk ke dalam vila lalu segera naik ke lantai dua, ketika kubuka pintu kamar, alangkah sedih hati ini mendapati tempat tidur yang sudah berantakan, bau dan aroma pergumulan masih tertinggal di sana.

"Semalam mereka pasti ...."

Air mataku jatuh, tapi segera kuseka, kulihat ada pakaian tidur wanita itu berserakan di di sisi ranjang, lalu beberapa pakaian ganti teronggok begitu saja di sofa tanpa dilipat.

Kuambil semua dan kulempar dari lantai dua dan jatuh ke ruang tengah di mana ada perapian sebagai penghangat di sana.

Kututup pintu kamar lalu kukunci, begitu juga kamar kamar lain, dapur, gudang, berikut juga pintu belakang. Semua kunci kumasukkan ke dalam tasku.

"Apa yang kau lakukan?" ujarnya dengan tatapan tajam.

"Keluar dari villa ini, beraninya kau membawa istri barumu ke sini," geramku.

"Ajudan, ambil kunci dari dalam tasnya," perintah Mas Yadi.

Kopral Hendra maju ke arahku dan bersiap merebut tas selempang yang kukenakan.

"Sedikit saja kamu menyentuh saya, saya akan membuatmu menyesal!" teriakku membuat pria itu mundur.

"Hei, jalang, kau pasti sedang merayakan kebahagiaanmu dengan suamiku, dan baju-baju ini dia belikan dari hasil mencuri sapiku, aku mengharamkan tiap sen yang kalian nikmati."

Aku menggeram lalu memungut semua pakaian itu lantas melemparnya ke perapian, api membesar dan melahap semua pakaian ganti wanita itu, sedang Mas Yadi menatap kejadian itu nanar.

Wanita itu terkesiap dan berpura pura menangis di hadapan suamiku, hingga membuat amarah Mas Yadi jadi memuncak.

Tiba tiba dia mendekat dan lantas melayangkan sebuah pukulan yang langsung membuatku oleng dan tersungkur, aku rasakan sudut bibirku mengeluarkan cairan rasa besi, rambutku berantakan dan aku yakin saat ini wajahku membekas gambar tangannya.

Sebuah sekop khusus mengangkat abu perapian berdiri tak jauh dariku, maka dengan mengumpulkan sekuat tenaga aku bangkit lalu meraihnya.

"Kamu memukulku, tampaknya kamu menguji kemampuanku, Mas." Aku mendelik sambil bersiap melayangkan sekop.

"Ajudan!" Orang yang disebut maju dan hendak menghalau aksiku.

"Jangan ikut campur kamu, Pak Hendra, meski kamu bukan bawahan saya, tapi tidak ibakah kamu melihat kesengsaraan saya?!"

"Bu, biar saya antar Ibu pulang."

"Tidak, sebelum mereka keluar dari tempat ini!" jeritku nyaris kehabisan tenaga, mulutku berdarah dan air mataku berderai.

Ini memalukan tapi sudah terlanjur terjadi.

"Aku tidak akan keluar!" tegas Mas Yadi.

Aku tak punya cara lagi, hingga tiba tiba kuraih ponsel di dalam tas dan bersiap merekam aksi pertengkaran kami.

"Ini akan menjadi bukti tambahan, aku akan menyerahkan ke pihak berwenang. Aku juga tak akan menahan lagi, akan kuberi tahu anak-anak sikap jahatmu, Mas."

"Hentikan itu!"

"Keluar dari vila ini!" Aku tak kalah sengitnya.

"Kau suruh aku kemana? Hah!"

bentaknya sambil menggenggam tangan Kartika.

"Masa bodoh! Kemana kau akan pergi, Mas, tidur di mana saja, di gubuk, di kandang atau di rumah warga asal jangan di sini." Aku tersedu-sedu meluapkan kesedihanku, rasanya tak sanggup kutahan air mata dan sensasi sakit di tenggorokanku akibat menahan diri.

Di masih bergeming di tempatnya.

"Atau ... kamu memang susah tidak memikirkan sudut pandang anak-anak setelah ini?" ancamku lagi masih memegang ponsel di salah satu tangan dan sekop di tangan yang lain.

Ah, posisiku ....

"Baiklah!" Ia menggandeng tangan istri barunya melenggang menabrak dan melewatiku.

"Hatiku hancur ya allah, berkeping-keping dan tak berbentuk lagi." Aku membatin sedang air mata ini tak henti-hentinya meluncur.

"Tunggu! sebelum itu ... kau harus kembalikan uang sapiku!"

Mas Yadi mendengkus sambil membalikkan badannya.

"Kamu menyimpan dan mengelola beberapa kali lipat uang yang kuambil. Lagi pula uangnya sudah habis."

"Delapan juta, satu malam?!" Aku melotot padanya.

"Aku sudah membaginya ...."

"Pada siapa? Anak tirimu, berani sekali kau mencuri uang anakku lalu memberinya ke anak si jalang ini ...."

"Hentikan menyebutnya jalang atau aku akan menggunting bibirmu!"

"Lantas apa sebutan baginya, Kartika Suryadi kah, si Nyonya istri Komandan?" Aku berteriak histeris membuat Kopral Hendra melangkah dan membantuku berdiri tegak.

Mas Yadi menggeram dengan cengkeraman tangan lalu meninju pintu dengan keras hingga menimbulkan suara berdebum yang memekakkan telinga.

"Kalo kau terus begini aku akan meninggalkanmu!" ancamnya.

"Sebelum kau meninggalkanku, aku telah lebih dulu menghancurkanmu, Mas, laporanku sudah kuserahkan ke markas daerah, kau akan menerima akibatnya. Tinggal pilih sekarang, kau tinggal gundik ini atau tamatlah kariermu!"

"Aku tak peduli!" Itu teriakan emosinya yang terakhir kudengar hingga tiba-tiba telingaku berdenging, tubuhku lemas karena belum makan seharian, lalu semuanya gelap.

Next lebih sakit hati lagi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
laki-laki GOBLOOOOOOOOOOK Perwira Angkatan Darat jadi kayak gelandangan nggak punya otak dan MALU hanya dengan wanita DAJJAL
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    ketika

    Ketika mereka membalikkan badan, Kartika dan pria itu terkejut, bukan main kaget, sampai salha tingkah, sedang aku langsung menutup mulut dengan kedua tangan, menyembunyikan rasa terpana yang tidak terkira. Aku tak tahu apa harus marah atau menangis dengan pemandangan miris di depan sana, bersamaan dengan rasa iba pada Mas Yadi."Astaghfirullah, apa-apaan kamu Kartika?!' Mas yadi menggeram, mengepalkan tangan dan mendekat, ia maju dan bersiap memukul pria yang jadi pasangan selingkuh Kartika."Beraninya kau menggoda istriku," ujar Mas Yadi sambil melayangkan pukulan."Kau juga sedang bersama istriku, kau telah mempengaruhinya!" Balas pria yang jijik kusebut suami itu."Keterlaluan kau Didit, apa hubunganmu dengan istriku?""Tidakkah harusnya aku yang bertanya apa hubungan yang kau bangun dengan kantan istrimu?!" Mas Yadi membalikkan badan dan terkejut melihatku di belakangnya."Sakinah .....""Apa kau mau mengelak sekarang?" Pria jahat itu terkekeh sinis."Kartika teganya kamu, buru b

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    jadi

    "Jadi kau izinkan aku pergi?""Begini saja, pergilah kau sendiri menemui istrimu aku akan memindahkan anak-anak bersama si Bibi ke perkebunan, anak buah Bendi akan mengawal mereka dan memastikan mereka selamat. Kurasa itu adalah jalan terbaik daripada harus mengikuti kau kesana kemari sementara mereka juga harus menjalani aktivitas belajar dan ujian mereka.""Kurasa masuk akal juga apa yang kau katakan, aku akan pergi kalau begitu," ujar pria itu sambil mengambil tasnya.Sebelum sempat keluar dari kamar, ia mendekat dan tanpa aba-aba dia mendaratkan sebuah kecupan hangat di keningku."Terima kasih masih menyimpan pakaianku," bisiknya lembut.Detik berikutnya, pria itu meninggalkanku begitu saja di dalam kamar ini, kamar yang dulu begitu penuh cinta dan aroma kerinduan. Aku jatuh terduduk di atas ranjang, meremas sprei yang dulu pernah menjadi saksi, betapa kami saling mencintai."Pada akhirnya sebagai suami, dia harus tetap bertanggung jawab kepada wanita yang sudah dia terima nika

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    sesampainya di rumah

    Sesampainya di depan rumah berlantai dua milik kami, Bendi memasukkan mobilnya ke garasi dan langsung menurunkan rolling door garasi dengan rapat.Aku dan Mas Didit saling pandang namun tak berani banyak bertanya, dia lalu meminta Imel untuk menarik cat mobil yang merupakan tempelan untuk membantunya sehingga mobil yang tadi berwarna biru gelap sudah berubah menjadi putih.Setelah selesai ia mengganti pakaiannya dan masuk kembali ke mobil."Kamu gak mampir dulu?" tanya Imel."Aku harus pergi, sebelum polisi tahu bahwa kekacauan di tol tadi adalah perbuatanku," balasnya."Kau akan baik-baik saja?" untuk pertama kalinya pria itu terlihat mengkhawatirkan orang."Iya, Pak, saya akan baik baik saja.""Oh, aku lupa kau punya banyak pengawal," balas Mas Yadi.Pria itu hanya menggeleng pelan sambil tersenyum lalu berpamitan denganku dan anak perempuanku."Hati-hati ya," ujar Imel."Kenapa kau tidak menambahkan kata sayang di belakang kalimat hati-hati?" tanya pemuda itu mengulum senyum mem

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    itu papa

    "Itu Papa!" Seru anakku gembira dia membuka mobil dan langsung berlari ke arah papanya.Anak gadisku begitu gembira dan langsung menghambur memeluk papanya, pria itu juga bahagia dan langsung memeluk putrinya."Akhirnya Papa kelur juga, aku rindu," kata Imel, "tapi kenapa tangan dan kaki papa? Kenapa Papa jalannya pincang?"Tanya Imel yang mengomentari gerakan tubuh Mas Yadi, untungnya dia tak tahu bahwa pria itu habis tertembak dua minggu lalu."Apa kabar, Mas?" Sapaku sambil mengulurkan tangan menyalaminya, tanpa kuduga ia memelukku lalu menepuk belakang punggungku perlahan."Alhamdulillah aku baik sekarang," jawabnya tersenyum, sedang aku terbengong dengan sikapnya."Oh be-begitu ya, ba-baguslah." Sial, aku gugup dan canggung, sementara Bendi dan Imel saling melirik dan tersenyum."Kalo begitu ayo kita pulang," ajak Bendi."Lho, kamu siapa?" tanya Mas Yadi pada Bendi."Dia adalah orang yang sudah menolongku dan Imel dari penyekapan Mas, dia juga sering menjengukku ke rumah sakit d

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    tuan william

    Setelah mengambil semua surat menyurat yang sudah dibuat ulang dari kantor kuasa hukum kami, aku segera mengajak Bendi untuk pergi menjemput Mas Suryadi ke gerbang Rutan Pondok kopi.Mobil kami meluncur di jalan aspal yang mulus lalu berputar di lingkar Selatan dan menuju pinggir kota dimana pusat lembaga pemasyarakatan itu berada."Kamu yakin bahwa papa akan keluar jam 1 siang?""Iya mah begitu informasi yang aku dengar dari Pak Efendy dan petugas sipir yang menelponku," balasnya."Mudah-mudahan lancar ya," gumamku sembari berharap semoga berita tentang kebebasan Mas Yadi bukan hanya lobi semata antara polisi dan TNI, sementara pada kenyataannya hal itu tidak pernah terjadi."Apa semuanya akan aman bendi?""Kita harus tetap waspada nyonya, anda pun sekarang berada dalam incaran," balasnya."Apa? Apa maksudnya?""Lihat mobil Chevrolet hitam yang sedang mengikuti di belakang kita? Sejak dari rumah sakit tadi mobil itu terus mengikuti dan mengawasi, aku rasa mereka memang sudah mengi

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    kubenahi

    Kubenahi rambut dan wajahku yang berantakan, aku merutuk karena pria itu menyakiti rahangku, demi Tuhan aku akan bersumpah bahwa dia akan membayarnya.Kini aku harus mencatat daftar panjang orang-orang yang akan aku tuntut dengan pembalasan. Ada William, Didit, Heri, dan sinoembuat masalah Kartika. Mereka bertiga sahabat yang harus dihancurkan.Tiba tiba muncul sesuatu dalam benakku, ide untuk mengadu domba mereka semua dan membuat mereka saling berselisih paham dan saling mencurigai. Perlahan kepercayaan satu sama lain akan tergerus dan hancur tak bersisa, lalu setelahnya, kuhancurkan mereka semua secara hukum juga.Tapi sejujurnya aku pun belum tahu akan memulai dari mana, sulit menentukan mana orang yang benar-benar bisa dipercaya dan mana yang tidak, mana yang tulus dan mana yang hanya modus, mana yang kawan mana yang berpura-pura menjadi kawan lalu menusuk."Aku harus segera menghubungi pengacaraku," batinku sambil meraih ponselku.Tak lama sambungan terhubung, pria yang sudah

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status