“Panggil bocah magang itu!” perintah Davin kepada Lydia.
Alex mengetuk pintu tiga kali. Terdengar suara masuk, Alex segera mendorong pintu. Pakaian kemeja putih dengan gaya rambut belah samping dan agak lepek, membuat wajahnya terlihat culun. Dia menjadi karyawan magang di Orbit Company.
“Gara-gara orang bawaanmu, perusahaanku kehilangan saham lima milyar!” decak Davin bersungut-sungut. Wajahnya berubah merah padam.
Alex hanya tunduk dengan telapak tangan menggengam lengan kanan, matanya menatap papan nama yang bertulisan Davin Maheswara, suaranya bergetar dan gagap, “Maaf Pa-“
“Hanya kata maaf, saya juga bisa!” kesuh Davin tangannya mengepal dan menekan meja. “Sekarang kamu tahu tugasmu apa? Cari uang lima milyar itu, bagaimanapun caranya!”
“Meskipun saya tahu kamu nggak akan bisa,” sambung Davin menghina Alex di depan Lydia.
“Tapi ini bukan kesalahan saya Pak,” protes Alex tidak terima diminta ganti rugi. Ia mengucapkan dengan nada lebih rendah. Alex tunduk dengan kedua atasannya itu.
Alex dipersilakan keluar. Mendengus pelan sambil berjalan mencari udara segar. Hanya ada jam tangan murahan yang ia beli di pasar loak. Ia juga menghubungi rekannya yang membawa saham Orbit Company. Alhasil hanya ada jawaban dari operator, nomor yang anda tuju tidak dapat di hubungi.
“Lima milyar.” Membuka kelima jarinya.
Lydia berjalan menghampiri Alex. Ia berpikir Lydia akan memberikan pekerjaan lagi.
“Ambil, mimpimu terlalu tinggi bisa kerja di Orbit Company.” Lydia bersedekap di sebelah kanan Alex setelah memberikan surat pengunduran diri. “Kamu memang tidak pantas berdiri di sini, kamu pantasnya jadi kuli atau tukang becak.”
Alex hanya berdesus panjang. Mimpinya hancur seketika. Sekonyong-konyong dia ingin menghampiri Davin di ruangannya. Mematung sejenak di depan pintu, karena ia sadar posisinya di Orbit Company hanya sebatas karyawan magang. Semakin Alex protes, semakain direndahkan.
“Kenapa? Sudah bawa uangnya? Atau mau protes lagi?” pertanyaan beruntun menyerang Alex.
“Mohon jangan pecat saya Pak.” Kedua telapak tangannya menyatu sambil memohon. Alex mengembalikan surat pemecatannya. “Hanya ini harapan saya Pak.”
“Saya tidak sudi menerima karyawan magang seperti kamu lagi! Keluar! Saya muak melihat wajahmu!” decak Davin melempar surat ke wajah Alex. “Dasar tidak becus!”
Suara barang-barang jatuh terdengar sampai ke luar ruangan. Davin marah semarah-marahnya. Dia hanya memberi waktu sampai besok siang jam 11. Uang lima milyar itu sudah harus kembali ke Orbit Company.
Waktu berlalu begitu cepat. Alex mengunjungi bar di tengah ramainya kota. Setiap malam, ia menjadi bartender di bar tersebut. Alih-alih menambah pemasukan bulanan. Tetapi, siapa sangka. Alex palah melakukan kesalahan.
Dengan tidak sengaja ia menumpahkan segelas minuman ke gaun milik wanita bertubuh langsing itu dan gelas pun pecah berkeping-keping, “Maaf Nona, saya tidak sengaja.”
“Hei! Punya mata itu di pakai!” cibir wanita itu dengan gaun setengah basah. “Ingat! Kamu hanya peliharaan di sini!”
“Maaf Nona, biar saya yang bayar minumannya,” balas Alex mengakui kesalahannya.
“Ganti juga gaun mahalku ini. Kamu tahu, ini pemberian dari tunanganku. Kalau sampai dia tahu, kamu bakal di hajar olehnya.” Wanita ini berani menarik kerah kemeja Alex.
Plak…
Alex mendapat tamparan keras dari sosok lelaki yang ternyata ia kenal, Yuda Sanjaya. Bukan hanya kenal tapi mereka sahabatan cukup lama.
“Yuda…” panggil Alex sekaligus menatap jas mahalnya.
“Jangan sok kenal denganku!” Yuda berkacak pinggang dengan mata melotot.
“Kembalikan saham Orbit Company,” ucap Alex menagih baik-baik. “Kamu mencuri demi wanita seperti ini. Di mana harga dirimu.”
Bugh…
Bugh…
Yuda memukul mulut Alex dua kali di tambah tendangan di perut Alex. Alex tidak banyak persiapan untuk melawan. Pukulan beruntun diterimanya sampai sudut bibirnya mengalir darah. Tubuh Alex terkapar di ubin lantai bar itu.
“Hanya karyawan magang sok belagu kamu ya!” Yuda menginjak kepala Alex sampai bunyi kretak di leher. “Mampu kamu ganti rugi sebanyak 1 milyar?”
“Harga gelas ini.” Mengambil dari atas meja. “10 kali lebih mahal dari gajimu.”
Uhukk…
Uhukk…
Darah terus keluar dari sudut bibirnya. Mendengar keributan lampu bar itu di matikan.
“Ada apa ribut-ribut?” Seorang laki-laki paruh baya turun dari anak tangga, manajer Edi. Pengurus bar ini. Alex mencoba berdiri tegap sambil mengelap darah di sudut bibirnya.
“Tuan Yuda ini tamu VIP kita sekligus putra pemilik bar ini. Jaga sopan santunmu,” tutur Manajer Edi kepada Alex.
“Bakal aku bayar!” Alex terlalu muak dengan sikap Yuda, sehingga ucapannya asal keluar.
Manajer Edi berpihak kepada Yuda dan tuanangannya. Alex hidup di kota ini tanpa sanak saudara. Bahkan ia tidak tahu siapa orang tuanya. Terkadang Alex berpikir, ia dilaharikan dari batu atau benda mati lainnya.
“Tuan Yuda, biar saya urus bartender magang ini,” kata Manajer Edi menengahi perkelahian mereka.
“Hahah, kamu magang juga di sini.” Ledakan tawa Yuda memenuhi ruangan VIP. “Pantas, wajahmu memang pantas jadi babu!”
“Jaga ucapanmu!” decak Alex menahan amarahnya.
“Sekarang, angkat kaki dari sini. Gajimu bulan ini hangus! Paham!” usir Manajer Edi, daripada kena amuk Yuda lebih baik pecat saja bocah magang itu.
Alex meninggalkan bar dengan tidak hormat. Uangnya hanya cukup untuk beli makan satu kali. Gaji selama satu bulan magang di Orbit Company dibekukan. Ia terpaksa jalan kaki menuju kos-kosan.
“Hah, aku harus bagaimana. Darimana aku bisa mendapatkan uang lima milyar dalam semalam,” keluh Alex duduk di bangku pinggiran jalan.
Alex harus mencari uang lima milyar demi gaji lima juta cair. Lima juta sangat berharga baginya. Alex terus berjalan menerjang dinginnya malam. Rela jalan kaki demi makan besok pagi.
“Apa-apaan lagi ini?” tanya Alex terkejut melihat kopernya berada di luar pintu.
“Maaf, kami hanya diperintah Tuan Yuda.” Dua lelaki yang memberesi baju-baju Alex tunduk sebagai rasa hormat.
“Tuan? Hah,” lirih Alex, “nama Tuan terlalu bersih, dia pantas dipanggil jahanam.”
Alex hampir lupa kalau dirinya menyewa kosan milik keluarga Sanjaya. Lelaki yang semula tegar dan suka tersenyum ini menjadi murung dan lesu. Entah dari sudut mana, tahu-tahu ada orang bertubuh agak kurus dan berpakaian rapi memanggil nama Alex.
“Tuan muda Alex,” panggil lelaki yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
“Siapa kamu, berani sekali memanggilku dengan Tuan muda?” Alex bangkit, menyeret kopernya menjauh. “Jangan macam-macam denganku?”
“Tenang saja Tuan muda, saya tidak berbahaya.” Tangan orang asing itu menjulur ke depan. Hendak meraih tangan Alex. “Saya mendapat perintah dari Tuan besar supaya membawamu kembali ke rumah.”
“Di bawa ke mana? Rumah siapa? Jangan asal bicara,” balas Alex masih merasa was-was.
Uang ganti rugi Alex dengan orang-orang jahanam seperti mereka sudah dia siapkan. Tetapi, lelaki misterius ini tidak membawa benda sepersen pun. Orang itu memanggil Alex sangat lengkap. Saat Alex bertanya siapa namanya, orang itu tidak kunjung terus terang.
“Tuan muda Alex Sandi Madagaskar.”
“Dari mana kamu tahu namaku?” Alex dalam kondisi siap siaga saat lelaki aneh itu mendekat. Alex bertanya sekali lagi, “Siapa namamu?”
“Namaku Bryan Tuan muda, Tuan adalah keturunan pertama dari Keluarga Madagaskar. Pemilik Zamadeus Enterprise, perusahaan terbesar di dunia dan memiliki ribuan anak perusahaan di setiap penjuru dunia.” Alex sempat tidak percaya dengan ucapan lelaki misterius ini. Palah ia menganggap ini seperti cerita fiksi.
Ada satu nama yang selalu Alex kantongi dan selalu di bawa ke manapun dia pergi, Bryan Sambara, “Namamu?"
Lelaki misterius itu mengangguk lega. Akhirnya orang miskin yang ia anggap Tuan muda ini masih ingat namanya. Bryan Sambara pengawal pribadi sejak Alex belum lahir. Orang yang kerap ia panggil Ayah.
“Nanti saya jelaskan asal-usul Tuan muda bisa sampai sini. Yang penting sekarang Tuan muda temui Davin dan si jahanam itu. Biar saya antar.” Bryan cukup cepat dalam membalikkan tubuhnya.
“Kalau aku Tuan muda mu berikan uang itu padaku, biar aku selesaikan sendiri,” minta Alex mulai yakin bahwa Bryan dari keluarga Madagaskar. “Baik Tuan muda, saya ambil uangnya.” Tubuhnya melesat begitu cepat ke arah kiri. Terdengar bunyi brak, Alex segera melihatnya. Bryan si pengawal itu menunggang mobil butut karatan. “Maaf Tuan muda, saya hanya diperbolehkan naik mobil busuk seperti ini. Ini demi keselamatan Tuan muda.” Bryan mengambil dua koper berisi uang dari bawah bangku kemudi. Alex masih tidak bisa percaya penuh kepada lelaki misterius yang mengaku sebagai pengawal keluarga Madagaskar. Yang penting, sekarang ia bisa mendapat uang enam milyar dan dia bakal buktikan kepada jahanam sialan itu, Yuda. “Boleh aku pinjam mobil butut mu?” minta Alex, tanpa meminta pun Bryan akan mengiyakan. “Tuan muda, temui saya lagi di bangunan lama jalan Rantih,” pesan Bryan sebelum Alex hilang dari pandangan matanya. Koper penuh pakain itu dudu
Sebelum masuk ke ruangan Davin, Alex menyempatkan menelpon Bryan. Ia mengaturkan keinginannya. “Bryan…” panggilan pembuka Alex. “Bagaimana Tuan muda?” tanya balik Bryan. “Orbit Company, apakah itu milik keluargaku? Jika benar, aku ingin menjadi karyawan tetap di sana. Bisa kamu kabulkan permintaanku?” minta Alex menelpon di tempat sepi, tepatnya di gudang. “Benar Tuan muda, bahkan saya bisa menjadikan Tuan muda sebagai komisaris sekaligus,” jelas Bryan, tidak lama kemudian sambungan diputuskan oleh Alex. Artinya dia akan dimenangkan di Orbit Company.Berjalan tegap penuh percaya diri, untaian-untaian menjengkelkan berhasil dilaluinya. Berdirilah di depan pintu ruangan Davin. Merapikan kemeja dan tatanan rambut belah samping lalu masuk. “Setelah saya kembalikan sahamnya, bolehkan saya menjadi karyawan tetap di Orbit Company Pak?” tanya Alex penuh harap.Brangkas uang dibuka Davin. Mundur satu langkah, mengigit bibir bawah, dan
Alex sempat melempar pertanyaan kepada Bryan. Dan benar, Venmo Group anak perusahan ke 115 dari Zamadeus Enterprise. Jantung Alex berdegup lebih cepat. Ia mengatur napas sebelum menemui direktur Venmo Group. “Permsiii…” ucap Alex sambil mendorong pintu. Diam sejenak di sebelah pintu sambil menatap Vania dan Tasha. “Masuk, jangan diam saja,” perintah Tasha, “aku direktur di sini. Keahlianmu bagus juga.” “Tentang malam itu. Aku! Tidak bisa memaafkanmu sampai kapanpun!” decak Tasha persis di depan wajah Alex dengan tatapan sinis.Alex hanya bergidik merinding, dahinya berkerut, mencoba menarik kepalanya ke belakang. Jari-jari Tasha meraih rambut Alex, lalu menjambak tanpa ampun. Begitu geramnya Tasha kepada Alex. “Statusmu di sini, hanya karyawan magang!” bisik Tasha di telinga kanan Alex dengan penuh rasa jengkel.Tiba-tiba saja Yuda datang menjemput Tasha. Mereka akan menikmati malam minggu yang penuh makna ini. “Kamu magang j
Bryan segera menunjukan kamar Alex. Membuka pintu lalu menjulurkan tangan mempersilakan Tuan Mada masuk. “Alex putraku, sungguh putraku. Ini bukan mimpi, dia sangat mirip denganku,” kata Tuan Mada ingin sekali menyentuh pipi putranya itu. “Nahas sekali nasibmu Tuan muda.” “Benar Tuan Mada, Tuan Alex sangat mirip denganmu.” Bryan mulai kagum dengan pahatan wajah Alex yang hampir sempurna. “Bryan, atasi semua masalah di Venmo Group.” Tuan besar menuju ke sofa. Matanya tidak lepas dari sosok lelaki bertubuh tinggi agak kurus itu, Alex.Bryan dan Zaen komunikasi lewat tatapan mata. Ia sepakat tidak akan menganggu Tuan besar yang masih ingin memandang Tuan muda. Bryan merancang kata-kata sedetail mungkin, mulai dari menemukan Tuan muda sampai Tuan muda pingsan. “Aku harus membawa putraku kembali ke keluarga Madagaskar.” Tuan Mada melihat putranya lebih dekat lagi. “Tuan Mada, sebaiknya biarkan Tuan muda bersemayam di rumah ini,” b
Bryan tidak bisa pergi menemani Alex ke acara makan malam Tasha. Ia terbang menemui Tuan besar dan mengembalikan gulungan kertas yang ia temukan di bawah sofa. Bryan melenggang pergi tanpa pamit. “Bryan… boleh aku pinjam mobilmu?” Alex mencari pengawalnya itu dari satu ruang ke ruang lainnya. “Di mana kamu Bryan?”Alex memutuskan naik ojek sampai ke hotel Andalusia. Tak ada satu pun yang menyambut dan mengajak bicara Alex. Mereka sibuk membahas pekerjaan dan jabatannya. “Kita apakan karyawan magang itu?” tanya Tasha kepada Yuda.“Aku ada cara.” Yuda menemukan ide brilian. Lalu ia berseru memanggil Alex. “Alex…” panggilnya. Tasha mengambil bubuk obat dari tasnya. Ia tuangkan ke minuman bersoda milik Alex. Yuda membawa Alex bergabung dengannya. Yang benar saja di acara makan malam ini ada Davin dan Lydia. “Kamu di undang jadi tamu atau tukang bersih-bersih?” lontar Davin dari meja sebelah. Beberapa tamu yang mendengar cacian Davin palah tertawa. Yuda mengangkat telapak tangan
Ingin sekali rasanya mencibir Tasha sampai habis-habisan. Tapi mungkinkah Alex bisa melakukan itu. “Ciih!” Hanya ini yang keluar dari mulut Alex, itupun lirih. Vania memberi beberapa tugas kepada Alex dan harus selesai hari ini. Alex diam-diam menghubungi Bryan. Satu permintaan lagi, cari tahu siapa sebenarnya Vania ini. Kenapa dia selalu diam saat orang lain tertawa menghina. “Baik Tuan muda,” balas Bryan selalu siap siaga. “Alex,” panggil Abiyaksa komisaris Venmo Group. Mengiring Alex ke ruangannya. “Beritahu saya tentang latar belakangmu.” Abiyaksa memastikan Alex benar dari keluarga Madagaskar. Sebelum Alex bertemu dengan keluarga aslinya. Ia akan tetap mengaku sebagai gelandangan yang dipungut oleh nenek tua dan ditelantarkan oleh anak-anaknya. Masalah biaya pendidikan Alex tidak pernah tahu. “Saya diasuh oleh nenek tua dan ditelantarkan begitu saja.” Alex menyingkat ceritanya. “Orang tuamu?” tanya Abiyaksa menaikkan alis.“Belum pernah bertemu setelah kejadian nge
Rumah mewah yang dirahasiakan dan sengaja dijauhkan dari kerumunan warga ini mulai terbongkar. Kedatangan Sanjaya membuat Bryan was-was. “Dari mana mereka tahu alamat ini?” tanya Bryan pada dirinya sendiri saat menutup pintu. “Mereka bicara apa Bryan?” tanya Alex membawa segelas air putih yang diambilnya dari kulkas. “Mereka hanya minta jangan hentikan suntikan dana ke Golden Key, itu saja.” Bryan menepuk pundak Alex sambil berkata, “jangan takut.” Alex menjawab dengan senyuman. Sanjaya dan putranya itu memiliki watak yang hampir sama. Serakah, sombong, dua itu sangat melekat pada diri mereka. Pagi-pagi sekali Bryan membuat sarapan, menyiapkan baju, sampai memanasi mobil untuk berangkat Tuan mudanya. “Tuan muda bangun, sudah jam setengah lima.” Bryan membangunkan Tuan muda layaknya membangunkan anaknya. Ia usap rambutnya, menepuk-nepuk pipinya pelan, mengoyang-goyangkan kakinya sampai bangun. “Tuan muda…” bisik Bryan ditelinga Alex. “Ayah…” jawab Alex membuka matanya pel
Pagi itu tiga pengawal keluarga Madagaskar saling membantu menyiapkan keperluan Tuan mudanya. Tiga pengawal itu sudah rapi dengan jas hitam dan kemeja putih. “Selamat pagi Tuan muda,” sapa Zaen menarik kursi untuk Alex. “Aku bukan Tuan mudamu? Kenapa kamu ada di sini? Dan kamu siapa lagi?” Alex binggung setelah bangun pagi sudah ada dua orang asing. Semalam Alex pulang hanya dengan Bryan. Zaen dan Irawan datang sekitar jam dua pagi. Kedatangan Zaen dan Irawan sudah diatur Bryan. Bryan sengaja mencarikan jalan yang sepi supaya tidak banyak orang yang tahu. “Dia Zaen, yang menemani Tuan muda kemarin. Dia Irawan, yang menemukan identitas Vania. Keduanya pengawal sejati keluarga Tuan muda,” jelas Bryan mengambil beberapa piring. “Ada keperluan apa kalian ke sini?” tanya Alex balik, “bagaimana dengan rumah ini Bryan?”“Selain mengawal Tuan muda, kami ada keperluan sendiri,” balas Zaen tidak ingin Alex tahu masalah mereka. Zaen dan Irawan pergi ke Orbit Company setelah Tuan muda