Nata, Kanya, Qiano, Syasya, Fajar, Adisty, Garsela minus papa Nata karena sedang di luar negeri. Mereka semua terlihat tidak bisa diam di ruang tunggu persalinan.
Elsa sedang berjuang di sana, sudah hampir satu jam masuk dan mereka belum juga mendapat kabar bagaimana keadaan di dalam.
"Semua baik - baik ajakan? Anak kita, pa." Kanya berderai air mata, traumanya saat melahirkan Elsa membuat Kanya tak karuan.
Nata menarik Kanya, menenangkannya dengan sabar. Memberikannya semangat dan kata - kata positif agar Kanya tidak berpikir yang macam - macam.
Qiano terlihat mondar - mandir tidak tenang.
Fajar di samping Adisty sama gelisahnya, Fajar mengusap perut Adisty yang membuncit.
Adisty hanya meliriknya sekilas karena dia tengah sibuk menenangkan Syasya yang sama seperti Kanya.
Fajar terlihat gelisah, dia pun akan seperti Nata tidak l
Dewi memeluk buku yang di pangkunya. Gadis berkucir kuda itu tengah duduk di bus yang akan mengantarkannya ke sekolah. Matanya terus fokus pada jalanan yang di lewatinya."Dewi Anandita." gumam seseorang yang membuat Dewi mendongkak menatap siswa yang berseragam sama sepertinya.Dewi melirik name tag di dadanya.Dewa Altarik.Dewi mengacuhkan Dewa, dia tidak kenal Dewa. Dewi hanya tahu kalau dia salah satu anak nakal di sekolah.Dewa masih berdiri, tidak berniat duduk di samping Dewi yang kosong. Matanya yang sipit terlihat tajam, rambutnya yang sedikit panjang di belakang dan poninya membuat kesan Bad boy melekat hanya dengan sekali melihatnya dan jangan lupakan sesuatu yang membelit di keningnya. Mirip seperti Naruto pikir Dewi.Dewi tidak ingin berurusan dengan berandal sekolah karena sebentar lagi dia akan segera meninggalkan sekola
Elsa melirik anak bujangnya yang baru pulang itu, selalu saja terlihat berantakan walau tampannya melebihi Rafa muda dulu."Rapih banget seragamnya, sayang." sindir Elsa dengan lembut nan hangat.Dewa mengangkat bahunya acuh."Tahu kok, ma." balasnya."Tahu - tahu! Benerin! Mama cape harus ke sekolah urusin kamu." wajah ramah Elsa berubah marah."Jangan di urusin aja, ma. Gampang." Dewa berlalu begitu saja, membuat Elsa jelas saja darah tinggi.***Dewi membuka buku paket yang sangat tebal itu dengan pikiran yang kembali bercabang, dia tidak bisa fokus.Kekhawatiran selama ini akhirnya terjadi. Dewi belum ingin mengenal cinta atau pun laki - laki karena pasti akan mengganggu proses belajarnya."Argh! Engga bisa fokus! Perlombaan sebentar lagi, gawat!" erangnya se
Dewi melangkah masuk menuju tempat di mana akan di adakannya seleksi untuk mengikuti perlombaan IPS tingkat provinsi."Sini Dew." sambut Melo—saingannya yang berbeda kelas."Kamu udah menghapal apa aja?" tambah Melo saat Dewi sudah duduk di sampingnya.Dewi mengeluarkan catatan yang di buatnya, dengan antusias Melo meraih catatan itu."Ini kamu yang bikin, Dew?" tanya Melo dengan senyum ramahnya yang khas di sertai suaranya yang lembut.Dewi mengangguk dengan melempar senyum kecil. Dewi kalau dengan orang lain memang seperti itu, jarang berbicara."Oh iya—" Melo menutup catatan itu lalu membisikan sesuatu."kamu beneran pacaran sama Dewa? Kemarin di parkiran anak - anak heboh karena kamu cewek pertama yang masuk ke mobil Dewa." bisik Melo, setelahnya menatap Dewi dengan penuh minat. Berharap Dewi akan terbuka padanya walau tidak terlalu dek
Dewi benar - benar tidak bisa tidur, jiwanya resah mengingat besok pengumuman akan di tempel di mading. Ponselnya berdering, mengalunkan musik adik EXO, NCT Dream - Hot sauce.Dengan lesu Dewi meraih ponselnya dan nama Dewa lah yang tertera di sana."Ya hallo," sambut Dewi dengan tidak bertenaga. Dia sebenarnya sedang dalam mood tidak ingin di ganggu."Engga bisa tidur?" tebak Dewa yang sangat tepat sasaran, Dewa melirik jam dinding yang sudah menunjukan pukul 1 malam."Hm."gumam Dewi sebagai jawaban."Mau aku nyanyikan lagu?" tawar Dewa seraya mengerjapkan matanya , sepertinya bir yang di minumnya sudah mulai bereaksi."Engga usah." tolak Dewi dengan di akhiri helaan nafas panjang guna menetralkan degub jantungnya yang berdebar entah karena Dewa atau karena kegelisaannya menunggu besok."Jangan sungkan,
Rizkita mengepalkan tangannya dengan nafas memburu kesal, marah plus kecewa dengan jalan hidupnya yang terasa rumit.Demi apapun Rizkita hanya ingin menjadi siswi biasa sesuai umurnya, tidak memusingkan uang, tidak lelah karena pekerjaan, dia hanya ingin sibuk bermain."Rania, mama tetap tidak berubah.."lirih Rizkita yang kini terisak, amarahnya menguap menjadi rasa lelah akan semuanya.Rania sang sahabat yang merangkap asistennya kini memeluk Rizkita. Keduanya berada di posisi yang sama, di jadikan mesin uang dengan mengesampingkan pendidikan. Keduanya hanya home schooling."Mereka beruntung merasakan masa putih abu - abu, sedangkan aku melewati fase itu."lirih Rizkita dengan tangisan yang semakin tak terbendung."Mama marah saat aku bilang ingin berhenti, apa uang papa tidak cukup? kenapa aku harus bekerja banting tulang sedangkan Dewi dia bisa merasakan bangku sekolah! sem
Rizkita masuk dengan tanpa permisi membuat Dewi yang tengah berbincang dengan Dewa lewat ponsel mengalihkan fokusnya."Ada apa Ta?"tanya Dewi heran melihat raut marah di wajah Rizkita."Semua ga adil!"teriak Rizkita seraya mendorong Dewi hingga terjatuh ke lantai."Akh! ada apa Ta?"tanya Dewi dengan ringisan sakit saat merasakan lengannya yang mungkin terkilir."Enak ya pacaran? enak ya sekolah! lo ga berguna!"teriak Rizkita dengan nafas memburu."kenapa gue? harusnya elo!"lanjut Rizkita semakin tak terkendali.Dewi mulai gelisah, dia tidak mengerti maksud Rizkita apa."Maksud kamu apa Ta?"lirih Dewi."Kenapa cuma gue yang kerja di sini? sedangkan elo yang nikmatin uangnya buat sekolah dan pacaran! sialan!"teriak Rizkita lalu melayangkan tamparan keras ke pipi Dewi.Dewi tak bisa lagi membendung air mata dan amarahnya."Harusnya gue yang merasa g
Dewa turun dari mobilnya di ikuti Dewi, Dewa mengulurkan tangannya yang dengan ragu Dewi sambut. Keduanya berjalan masuk menuju rumah Dewa yang tampak sepi."Ga pulang sekali pulang bawa perempuan!" Elsa terlihat pura - pura marah, membuat Dewi menciut takut. Tidak percaya juga akan di bawa ke rumah Dewa."dan kamu—""STOP! kalau mama ga tahu kejadiannya mending diem! Dewa males debat!" potong Dewa dengan wajah di tekuk malas.Dewi semakin menunduk takut, wajah Dewa benar - benar garang. seperti akan memakan musuhnya hidup - hidup."Mama ga ngajak kamu debat! Mama cuma mau kenalan!" Elsa begitu kesal dengan pikiran negatif Dewa.Dewa menarik Dewi agar melanjutkan langkahnya. Membiarkan Elsa yang terus berceloteh dan memanggil mereka.Dewi duduk di ujung kasur Dewa, semua terlihat serba hitam, namun bersih. Dewi teringat pada mama Dewa tadi, ada apa
Atiya keluar dari kamarnya dengan bersenandung pelan, wajahnya begitu berseri - seri. Tas limited yang di incarnya sudah ada di kamarnya. Tidak sia - sia dia mengancam kakanya."Woi!" panggil Atiya saat melihat Dewa berjalan melewatinya begitu saja, kebiasaan!Dewa melirik Atiya dengan alis terangkat satu."Apa?"tanyanya cuek.Atiya memejamkan matanya sekilas guna menahan kekesalnnya, selalu saja di buat kesal."Gue di sini keliatan ga sih! Nyapa kek!" semprot Atiya.Dewa menjitak kening Atiya sebagai respon lalu berlalu menuju kamarnya.Atiya sontak meringis kesakitan."Dasar sableng! Punya kakak kok gini amat!" gerutunya dengan terus mengusap keningnya."bilangin Dewi baru tahu rasa!"lanjutnya dengan muka di tekuk kesal.Atiya dan Dewa adik kakak, setelah beberapa bulan melahirkan Dewa, Elsa kembali mengandung Atiya karena kebobolan, Rafa lupa tidak memakai pen