.
.
.
Sementara itu di rumah keluarga Mawar, seorang nenek berambut putih nampak mondar-mandir di ruang tamu mereka seakan menunggu kedatangan sang cucu yang belum kunjung pulang selama dua hari ini. Awalnya neneknya itu mengira bahwa Mawar akan pergi untuk mencoba baju pengantin yang sudah dipilihnya sebelumnya. Tetapi sampai hari ini, Mawar, cucunya itu belum juga pulang ke rumah. Padahal beberapa hari lagi adalah hari pernikahannya, tentu sang nenek merasa sangat khawatir apabila terjadi apa-apa kepada cucu perempuan tunggalnya itu. Apalagi, dalam masyarakat tradisional, orang-orang generasi tua sepertinya sangat mempercayai adanya cobaan yang biasanya datang menjelang hari pernikahan. Sehingga nenek itu sampai tidak bisa tidur karena memikirkan keberadaan cucunya.
“Pak, bagaimana ini? Mengapa sudah dua hari Mawar belum pulang juga?”Nenek itu sudah tidak tahan lagi sehingga dirinya kemudian sedikit mendesak sang suami yang sepertinya masih terlihat sedikit santai.
“Bapak juga tidak tahu Buk. Biarkan saja bocah nakal itu. Nanti juga pulang sendiri.” Sang kakek yang saat ini membaca koran juga nampak sedikit kebingungan tetapi dirinya masih mencoba berpikir positif karena Mawar memang sering menginap di rumah Lisa, temannya, tanpa mengabarinya.
Benar. Mawar memang seorang cucu yang sangat susah diatur. Bahkan, karena begitu malas dan nakalnya, sampai-sampai kedua orang-tua itu bahkan kewalahan dengan tingkahnya yang selalu membuat ulah. Namun anehya, dari penampilannya, Mawar sangatlah terlihat anggun dan terlihat menyukai hal-hal feminim seperti baju, make-up dan sejenisnya. Sayangnya, penampilannya yang lembut sangatlah berbeda dengan karakternya yang begitu kasar dan arogan.
Mawar, cucunya itu, pasti baik-baik saja. Sang Kakek yakin, jika gadis nakalnya itu mampu menjaga dirinya mengingat sifat cucunya itu yang bisa dibilang sedikit kejam pada orang lain. Tapi didalam hati kecilnya ia sebenarnya juga merasa sedikit khawatir karena mengingat adanya potensi bahaya yang bisa timbul karena kekasaran sang cucu pada orang lain. Dahulu, ia bahkan sempat menegur cucu tunggalnya itu supaya merubah sikap kasarnya, karena sang kakek takut, jika suatu kali aka nada orang yang benci dan membalas dendam padanya.
“Pak, mengapa melamun?” Sang nenek bertanya karena penasaran dengan suaminya yang tiba-tiba terbengong dan melamun sendiri disaat dirinya sedang berbicara padanya.
“Ah. Tidak ada apa-apa Buk. Baiklah, kalau begitu, Bapak akan menghubungi Lisa. Ibuk masih menyimpan nomornya?” Sang Kakek akhirnya memutuskan untuk mengetahui keberadaan cucunya itu karena pemikiran yang tadi sempat terbesit di kepalanya. Bagaimanapun juga, Mawar adalah seorang wanita, lagipula ini mendekati hari pernikahannya. Sang kakek tentu merasa sedikit khawatir juga meskipun sebelumnya ia berusaha menutupinya.
Bergegas, setelah mendengar pertanyaan suaminya, sang nenek langsung berdiri dan menuju ke kamarnya untuk mengambil buku telepon yang disimpannya. Ya, kakek dan nenek Mawar memang sedikit ketinggalan jaman. Meskipun mereka sudah berada pada jaman serba digital, tetapi mereka bahkan tidak memiliki smartphone atau semacamnya. Sehingga, di rumah mereka hanyalah ada telepon rumah yang biasa mereka gunakan untuk berkomunikasi.
Setelah beberapa saat berlalu, sang nenek yang saat ini mengenakan daster bermotif batik itu kemudian memberikan nomor Lisa kepada suaminya. “Ini Pak.” Katanya sembari menyodorkan deretan angka pada kertas itu.
Setelah beberapa saat mengamati nomor yang ada disana dengan kedua kaca matanya, sang kakek kemudian menekan beberapa angka pada telepon rumahnya hingga nomor itu tersambung dengan ponsel milik Lisa yang selama ini menjadi sahabat dari Mawar.
“Halo. Selamat malam nak Lisa.” Sang kakek terdengar menyapa yang segera dibalas oleh orang yang ada diseberang sana.
“Nak Lisa. Begini, apakah Mawar menginap di rumahmu?” Dengan spontan, kakek itu bertanya yang seketika dijawab dengan sesuatu yang tidak ingin didengarnya.
“Apa? Tidak disana?” Mengetahui bahwa cucunya tidak berada di rumah Lisa, seketika hati sang kakek merasa sangat khawatir. Jika tidak di rumah Lisa, dimana kira-kira cucu nakalnya itu berada?!
“Oh. Baiklah. Apa kau memiliki nomor teman kalian yang lainnya?” Sang kakek kemudian mencoba menghubungi teman-teman Mawar yang lainnya.
.
.
“Halo Manda, Ini Kakek Mawar. Apakah Mawar menginap di rumahmu semalam? Apa? Tidak?!”
.
.
“Halo Lin. Mawar tidak disana ya. Baiklah.”
.
.
“Mawar di rumahmu Sa? Tidak ya. Kalau kau tahu dimana dia segera hubungi kakek ya.”
.
.
Setelah beberapa saat mencoba, kakek yang sudah sangat tua itu kemudian terduduk lemas dengan istri yang sama terkejutnya dengannya. Saat ini mereka berdua sama sekali tidak tahu tentang keberadaan sang cucu yang tiba-tiba saja menghilang bagai ditelan bumi. Disaat kedua pasangan tua itu sedang diserang badai kekuatiran, tiba-tiba saja dari pintu utama rumah mereka muncul sesosok pria muda santun yang baru saja turun dari mobilnya.
“Selamat malam Kakek dan Nenek.” Pemuda tampan itu berjalan memasuki rumah mereka dengan memakai kemeja batik yang sangat rapi.
“Nak Rasyid.” Sapa kakek dan nenek itu bersamaan yang sekilas merasa sedikit terkejut karena pria itu tiba-tiba datang ke rumah mereka tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Biasanya sang kakek dan nenek adalah orang yang pertama kali tahu jika Rasyid hendak bermain kesana. Setelah itu, barulah mereka berdua yang akan memberitahu kepada Mawar.
Sementara itu, pria yang saat ini tengah berjalan menuju ke arah kedua orang-tua itu belum mengetahui situasi yang sebenarnya. Dengan menjinjing sekeranjang oleh-oleh yang dibawanya dari kota lain, pria itu tampak mengembangkan senyumnya sebelum dia bertanya mengenai keberadaan wanita yang ingin ditemuinya. “Kek, Apakah Mawar ada? Aku ingin mengajaknya jalan-jalan sebentar.”
Saling bertukar pandang, kakek dan nenek itu tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran mereka yang saat ini tengah membuncah. Sebelum terjadi apa-apa pada Mawar, lebih baik, mereka terlebih dahulu memberitahukannya kepada Rasyid.
“Nak, Mawar menghilang!”
Berita itu sontak membuat Rasyid yang baru saja duduk itu sangat terkejut. “Apa Kek, hilang? Sejak kapan?” Dengan nada penuh kekhawatiran, Rasyid kemudian mencoba menghubungi ponsel milik Mawar yang saat ini tidak dapat dijangkaunya.
Terus mencoba, namun sepertinya, nomor itu sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan yang membuat Rasyid semakin khawatir. Dengan spontan, ia kemudian berdiri dan bertanya kepada sang nenek untuk mencari informasi lebih lagi. “Terakhir kali, apakah nenek tahu kemana Mawar pergi?”
Mendengar itu, sang nenek kemudian ikut bangkit berdiri dan memberikan secarik alamat kepada pria dihadapannya. “Ke tempat ini Nak. Sebelumnya dia mau mencoba baju pernikahan yang baru, karena sebelumnya ia merasa kurang cocok dengan bahannya. Tetapi sejak saat itu, Mawar belum juga pulang. Kami mengira kalau Mawar mungkin menginap di rumah temannya. Tetapi tadi kakek juga sudah mencari tahu ke teman-temannya, tetapi mereka semua bilang tidak melihat Mawar.”
Mendengar itu, sedikit rasa bersalah juga terbesit di hati Rasyid. Sebenarnya dua hari lalu, Mawar meminta dirinya untuk mengantarkannya. Tetapi rupanya, Rasyid begitu sibuk dengan pekerjaannya sehingga bahkan dirinya lupa untuk sekedar menghubungi Mawar. Ia tidak menyangka jika semenjak itu, Mawar menghilang. Jika saja terjadi sesuatu padanya, pasti Rasyid merasa sangat bersalah. Dengan sangat panik, Rasyid kemudian segera mengendarai mobilnya untuk menuju ke tempat dimana Mawar terakhir kali berada.
. . . Byur!!! Suara keras terdengar setelah Mawar, wanita yang dipanggulnya itu dijatuhkan ke dalam bak mandi yang telah terisi dengan air hangat di rumah itu. “Awww! Jayden!” Mawar kembali berteriak ketika tubuhnya itu telah mendarat didalam bak air dan seluruh pakaiannya menjadi basah kuyup. Sedikit melirik ke arah wanita yang sudah nampak kotor itu, Jayden kemudian terlihat menyambar sebuah sepaket botol sabun dan melemparkannya tepat didekat kaki Mawar supaya wanita itu dapat meraihnya dengan mudah. “Wanita brengsek. Bersihkan badanmu yang bau itu.” Setelah berkata demikian, Jayden kemudian pergi dari sana diikuti oleh si robot buat kecil yang sepertinya sangat takut pada sosoknya. Sedangkan Mawar, masih saja terus mengumpat didalam bak mandi yang masih bisa didengar oleh Jayden yang saat ini terlihat sedang membongkar barang bawaan wanita itu yang sempat dibawanya kabur tadi. Sekilas, Jayden melihat beberapa perlen
. . . Samar-samar deru nafas sepasang insan disana terdengar saling bersahutan di-iringi deburan ombak dari arah luar serta tiupan angin yang menerabas dedaunan pohon palem didekat balkon kamar itu. Mawar yang saat ini sudah merasa lebih baik dengan suhu tubuh yang mulai normal mulai membuka kedua matanya untuk memandangi jendela kaca terbuka yang memperlihatkan birunya langit sore hati yang dapat dilihatnya dengan sangat gambling. Sejenak, Mawar yang baru saja terbangun itu terdiam hanya untuk menikmati sensasi yang sangat nyaman disekitarnya. Entah mengapa, selama hidupnya, dirinya belum pernah mengalami tidur siang senyaman dan senyenyak itu. Yang ia tahu, setiap kali tidur, ia selalu merasa sangat resah dengan alasan yang tidak jelas, sehingga kerap kali dirinya tidak begitu menikmati tidur siangnya. Tapi kali ini, suasananya sangatlah berbeda. Udara di pulau itu sangat sejuk seakan memberikan ketenangan tersendiri untuknya. Tentu sangat berbandin
. . . “Bos! Berita besar!!!” Salah seorang pria berpakaian adat terlihat tergopoh-gopoh menemui seorang pria gendut tua berkumis tebal yang saat ini tengah duduk di tendanya untuk menanti kedatangan orang suruhan yang telah dibayarnya untuk menyamar itu. “Den... Den... Jayden Bos!” Kata suruhan itu kepada bosnya yang rupanya sudah mengerutkan alisnya karena begitu tidak sabar menanti berita yang akan disampaikan oleh anak buah suruhannya. “Den… Den…” “Iya...?” “Den… Den…” “Aku gebuk kamu ya Kasim!” Tidak sabar dengan ucapan anak buahnya yang tergagap-gagap, orang yang dipanggil bos itu kemudian mengambil sandal dari kakinya sekedar untuk mengancamnya supaya orang suruhan itu bisa berbicara dengan lebih lancar. “Den Jayden tidur sama wanita bos!” Dengan lancar, orang suruhan bertubuh kurus itu kemudian mengutarakan apa yang dia lihat. Benar. Tadi saat dirinya sedang menyamar sebagai seorang masyarakat ada
...Wah! Melihat ruangan yang ada dilantai satu, Mawar begitu terkesima dengan interior yang ada didalamnya. Ruangan itu berdinding kaca yang seakan memperlihatkan semua gemerlap lampu malam yang ada diluar dan juga pemandangan pantai yang begitu mempesona pada petang hari. Oh. Sebelumnya dirinya tidak menyadari bahwa tempat itu begitu mewah. Mungkin karena siang tadi, ia hanya berfokus pada upaya melarikan diri sehingga ia tidak melihat dengan jelas ruangan yang sebetulnya sempat dilewatinya bersama si robot Jali itu.Sekilas, Mawar menyusuri ruangan itu dengan kedua mata indahnya. Lihat saja semua perabotnya, mereka semua terbuat dari bahan-bahan yang sangat mahal dan didekorasi dengan sangat elegan. Lalu lampu-lampu di ruangan itu, semuanya berbentuk asimetris yang sangan modern. Hanya dengan meilhatnya saja, Mawar dapat memastikan bahwa barang-barang itu pastinya tidak mudah ditemukan dipasaran, tetapi pasti sang pemilik telah memesannya disuatu tem
...Di atas sofa berwarna putih, pria yang saat ini tengah duduk bersama robot kecil dibahunya terlihat sedang membuka sebuah program untuk mengaktifkan sebuah tower pemancar yang ada di pulau itu kembali. Beberapa detik setelahya, jangkauan sinyal secepat kilat dapat menembus ke area terpencil itu sehingga Jayden dapat membuka beberapa laporan perusahaan dari email yang telah diterimanya.Ting! Dari beberapa email itu, ada salah satu email dengan sebuah penanda yang tiba-tiba saja menarik perhatian dari pria itu. Perlahan, ia membukanya dan ia dapat membaca sesuatu yang sepertinya mengusik hatinya.From: SusenoAda yang mencari tahu keberadaan wanita itu.Sebuah kalimat yang begitu sederhana namun mampu membuat perasaan Jayden menjadi tidak senang sehingga pria itu kemudian mengakses lokasi dimana seseorang telah berani mencari wanitanya.Klik! Lokasi ditemukan.Jayden yang saat ini tengah memeriksa sebu
...Sepiring nasi goreng hitam kembali tersaji di depan pria yang saat ini tengah bersiap untuk meluapkan kejengkelannya itu. Tetapi sayangnya, sebelum pria itu sempat mengumpat wanita yang ada dihadapannya, tiba-tiba saja dari depan pintu rumahnya, ia dapat mendengar suara orang beramai-ramai sedang mengetuk pintu rumahnya berkali-kali.Mawar yang ada dihadapannya tampak menyunggingkan sebuah senyumnya yang langsung dapat ditangkap oleh pria itu. Sepertinya, wanita itu sangat bahagia karena ia berpikir akan ada orang yang menyelamatkannya. Omong kosong!Dengan langkah santai, Jayden kemudian memeluk wanita disampingnya itu dan menyembunyikannya dibalik tubuhnya yang kekar sembari ia berjalan menuju ke pintu yang ada disana.“Ceklek!” Pintu itupun segera terbuka menampilkan beberapa orang, bukan, mungkin lebih tepatnya belasan orang berpakaian adat Henai sedang membawa oncor dengan kaki yang beralaskan tanah. Hanya dengan melih
. . . “Menikahlah denganku.” Kata seorang pria sembari mengulurkan tangannya ke arah wanita yang saat ini tengah berjuang antara hidup dan mati di tengah lautan lepas dengan ombak yang semakin keras menggulungnya. Bertahan, wanita itu berjuang untuk melawan hantaman ombak yang seakan ingin menenggelamkannya. Tetapi seperinya, dirinya tidak mampu untuk lebih lama lagi mengambil nafasnya ditengan luapan air yang ingin menyeratnya semakin lebih dalam lagi. Di tengah kematian yang semakin dekat hendak menjemputnya, wanita itu teringat bahwa ia tidak bisa mati begitu saja karena mengingat bahwa ada kakek nenek yang begitu mencintainya dan pasti mereka sedang menunggu kedatangannya. Kakek nenek itu adalah milik Mawar satu-satunya setelah dirinya kehilangan kedua orangtuanya ketika masih kecil. Dengan penuh kasih sayang, mereka berdua merawatnya meskipun dalam kepedihan dan kekurangan mereka. Tetapi sekarang, kedua orangtua itu yang belum sempat diba
. . . Memeluk pinggang wanita yang telah ditolongnya itu dengan erat, Jayden yang telah berada di atas kapal tidak bisa berhenti untuk menatap paras cantik milik wanita yang telah menyetujui tawarannya. Mawar. Siapa yang menyangka, jika Mawar akan mau menikah dengannya saat wanita brengsek itu berada diambang kematian! Cih! Rupanya wanita sialan itu masih memiliki logika, paling tidak untuk bertahan hidup! Menyusuri, wajah mulus wanita bak dewi yang saat ini tengah menangis di dadanya, Jayden tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Wanita brengsek itu, sebentar lagi akan menjadi miliknya, hanya miliknya seorang. Ia memastikan, bahwa wanita itu tidak akan mendapatkan kebahagiaan apapun dalam hidupnya! Memandang paras itu beberapa saat, Jayden kemudian menyalakan mesinnya kembali dan melajukan motorboat yang saat ini dinaikinya untuk segera kembali menuju ke pulau Henai. Sebenarnya yang terjadi sebelumnya, Jayden yang sedang menatap layar moni