Share

6. Mawar Menghilang!

.

.

.

Sementara itu di rumah keluarga Mawar, seorang nenek berambut putih nampak mondar-mandir di ruang tamu mereka seakan menunggu kedatangan sang cucu yang belum kunjung pulang selama dua hari ini. Awalnya neneknya itu mengira bahwa Mawar akan pergi untuk mencoba baju pengantin yang sudah dipilihnya sebelumnya. Tetapi sampai hari ini, Mawar, cucunya itu belum juga pulang ke rumah. Padahal beberapa hari lagi adalah hari pernikahannya, tentu sang nenek merasa sangat khawatir apabila terjadi apa-apa kepada cucu perempuan tunggalnya itu. Apalagi, dalam masyarakat tradisional, orang-orang generasi tua sepertinya sangat mempercayai adanya cobaan yang biasanya datang menjelang hari pernikahan. Sehingga nenek itu sampai tidak bisa tidur karena memikirkan keberadaan cucunya.

“Pak, bagaimana ini? Mengapa sudah dua hari Mawar belum pulang juga?”Nenek itu sudah tidak tahan lagi sehingga dirinya kemudian sedikit mendesak sang suami yang sepertinya masih terlihat sedikit santai.

“Bapak juga tidak tahu Buk. Biarkan saja bocah nakal itu. Nanti juga pulang sendiri.” Sang kakek yang saat ini membaca koran juga nampak sedikit kebingungan tetapi dirinya masih mencoba berpikir positif karena Mawar memang sering menginap di rumah Lisa, temannya, tanpa mengabarinya.

Benar. Mawar memang seorang cucu yang sangat susah diatur. Bahkan, karena begitu malas dan nakalnya, sampai-sampai kedua orang-tua itu bahkan kewalahan dengan tingkahnya yang selalu membuat ulah. Namun anehya, dari penampilannya, Mawar sangatlah terlihat anggun dan terlihat menyukai hal-hal feminim seperti baju, make-up dan sejenisnya. Sayangnya, penampilannya yang lembut sangatlah berbeda dengan karakternya yang begitu kasar dan arogan.

Mawar, cucunya itu, pasti baik-baik saja. Sang Kakek yakin, jika gadis nakalnya itu mampu menjaga dirinya mengingat sifat cucunya itu yang bisa dibilang sedikit kejam pada orang lain. Tapi didalam hati kecilnya ia sebenarnya juga merasa sedikit khawatir karena mengingat adanya potensi bahaya yang bisa timbul karena kekasaran sang cucu pada orang lain. Dahulu, ia bahkan sempat menegur cucu tunggalnya itu supaya merubah sikap kasarnya, karena sang kakek takut, jika suatu kali aka nada orang yang benci dan membalas dendam padanya.

“Pak, mengapa melamun?” Sang nenek bertanya karena penasaran dengan suaminya yang tiba-tiba terbengong dan melamun sendiri disaat dirinya sedang berbicara padanya.

“Ah. Tidak ada apa-apa Buk. Baiklah, kalau begitu, Bapak akan menghubungi Lisa. Ibuk masih menyimpan nomornya?” Sang Kakek akhirnya memutuskan untuk mengetahui keberadaan cucunya itu karena pemikiran yang tadi sempat terbesit di kepalanya. Bagaimanapun juga, Mawar adalah seorang wanita, lagipula ini mendekati hari pernikahannya. Sang kakek tentu merasa sedikit khawatir juga meskipun sebelumnya ia berusaha menutupinya.

Bergegas, setelah mendengar pertanyaan suaminya, sang nenek langsung berdiri dan menuju ke kamarnya untuk mengambil buku telepon yang disimpannya. Ya, kakek dan nenek Mawar memang sedikit ketinggalan jaman. Meskipun mereka sudah berada pada jaman serba digital, tetapi mereka bahkan tidak memiliki smartphone atau semacamnya. Sehingga, di rumah mereka hanyalah ada telepon rumah yang biasa mereka gunakan untuk berkomunikasi.

Setelah beberapa saat berlalu, sang nenek yang saat ini mengenakan daster bermotif batik itu kemudian memberikan nomor Lisa kepada suaminya. “Ini Pak.” Katanya sembari menyodorkan deretan angka pada kertas itu.

Setelah beberapa saat mengamati nomor yang ada disana dengan kedua kaca matanya, sang kakek kemudian menekan beberapa angka pada telepon rumahnya hingga nomor itu tersambung dengan ponsel milik Lisa yang selama ini menjadi sahabat dari Mawar.

“Halo. Selamat malam nak Lisa.” Sang kakek terdengar menyapa yang segera dibalas oleh orang yang ada diseberang sana.

“Nak Lisa. Begini, apakah Mawar menginap di rumahmu?” Dengan spontan, kakek itu bertanya yang seketika dijawab dengan sesuatu yang tidak ingin didengarnya.

“Apa? Tidak disana?” Mengetahui bahwa cucunya tidak berada di rumah Lisa, seketika hati sang kakek merasa sangat khawatir. Jika tidak di rumah Lisa, dimana kira-kira cucu nakalnya itu berada?!

“Oh. Baiklah. Apa kau memiliki nomor teman kalian yang lainnya?” Sang kakek kemudian mencoba menghubungi teman-teman Mawar yang lainnya.

.

.

“Halo Manda, Ini Kakek Mawar. Apakah Mawar menginap di rumahmu semalam? Apa? Tidak?!”

.

.

“Halo Lin. Mawar tidak disana ya. Baiklah.”

.

.

“Mawar di rumahmu Sa? Tidak ya. Kalau kau tahu dimana dia segera hubungi kakek ya.”

.

.

Setelah beberapa saat mencoba, kakek yang sudah sangat tua itu kemudian terduduk lemas dengan istri yang sama terkejutnya dengannya. Saat ini mereka berdua sama sekali tidak tahu tentang keberadaan sang cucu yang tiba-tiba saja menghilang bagai ditelan bumi. Disaat kedua pasangan tua itu sedang diserang badai kekuatiran, tiba-tiba saja dari pintu utama rumah mereka muncul sesosok pria muda santun yang baru saja turun dari mobilnya.

“Selamat malam Kakek dan Nenek.” Pemuda tampan itu berjalan memasuki rumah mereka dengan memakai kemeja batik yang sangat rapi.

“Nak Rasyid.” Sapa kakek dan nenek itu bersamaan yang sekilas merasa sedikit terkejut karena pria itu tiba-tiba datang ke rumah mereka tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Biasanya sang kakek dan nenek adalah orang yang pertama kali tahu jika Rasyid hendak bermain kesana. Setelah itu, barulah mereka berdua yang akan memberitahu kepada Mawar.

Sementara itu, pria yang saat ini tengah berjalan menuju ke arah kedua orang-tua itu belum mengetahui situasi yang sebenarnya. Dengan menjinjing sekeranjang oleh-oleh yang dibawanya dari kota lain, pria itu tampak mengembangkan senyumnya sebelum dia bertanya mengenai keberadaan wanita yang ingin ditemuinya. “Kek, Apakah Mawar ada? Aku ingin mengajaknya jalan-jalan sebentar.”

Saling bertukar pandang, kakek dan nenek itu tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran mereka yang saat ini tengah membuncah. Sebelum terjadi apa-apa pada Mawar, lebih baik, mereka terlebih dahulu memberitahukannya kepada Rasyid.

“Nak, Mawar menghilang!”

Berita itu sontak membuat Rasyid yang baru saja duduk itu sangat terkejut. “Apa Kek, hilang? Sejak kapan?” Dengan nada penuh kekhawatiran, Rasyid kemudian mencoba menghubungi ponsel milik Mawar yang saat ini tidak dapat dijangkaunya.

Terus mencoba, namun sepertinya, nomor itu sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan yang membuat Rasyid semakin khawatir. Dengan spontan, ia kemudian berdiri dan bertanya kepada sang nenek untuk mencari informasi lebih lagi. “Terakhir kali, apakah nenek tahu kemana Mawar pergi?”

Mendengar itu, sang nenek kemudian ikut bangkit berdiri dan memberikan secarik alamat kepada pria dihadapannya. “Ke tempat ini Nak. Sebelumnya dia mau mencoba baju pernikahan yang baru, karena sebelumnya ia merasa kurang cocok dengan bahannya. Tetapi sejak saat itu, Mawar belum juga pulang. Kami mengira kalau Mawar mungkin menginap di rumah temannya. Tetapi tadi kakek juga sudah mencari tahu ke teman-temannya, tetapi mereka semua bilang tidak melihat Mawar.”

Mendengar itu, sedikit rasa bersalah juga terbesit di hati Rasyid. Sebenarnya dua hari lalu, Mawar meminta dirinya untuk mengantarkannya. Tetapi rupanya, Rasyid begitu sibuk dengan pekerjaannya sehingga bahkan dirinya lupa untuk sekedar menghubungi Mawar. Ia tidak menyangka jika semenjak itu, Mawar menghilang. Jika saja terjadi sesuatu padanya, pasti Rasyid merasa sangat bersalah. Dengan sangat panik, Rasyid kemudian segera mengendarai mobilnya untuk menuju ke tempat dimana Mawar terakhir kali berada.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status