Share

Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan
Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan
Author: Zoro

Bab 1

Author: Zoro
Gosip paling menghebohkan tahun ini di Universitas Jido jurusan seni adalah video malam pertama Arlena yang diunggah ke grup kampus.

Video itu direkam di suite presiden sebuah hotel bintang lima.

Arlena tampak tanpa sehelai benang pun, ditekan oleh seorang pria yang jauh lebih tinggi darinya di depan jendela besar... Suara desahan dan hentakan terus menggema tanpa henti...

Setelah selesai, pria itu berbisik di telinganya. "Patuh sekali kamu."

Kalimat itu seperti bom yang sangat kuat, memicu gelombang kehebohan di grup.

[Suara ini... jangan-jangan Declan, ya?]

[Arlena memang pandai sekali memainkan situasi. Dia bisa-bisanya menjalin kedekatan dengan dewan direksi sekolah kita. Pantas saja orang-orang yang dulu suka merundungnya sekarang tak berani macam-macam lagi.]

[Selama ini aku selalu mengira Arlena adalah wanita baik-baik. Ternyata dia licik juga. Memang pantas jadi anak dari seorang perebut suami orang.]

Ketika berita itu sampai ke telinga Arlena, dia sedang merajut syal untuk Declan di asrama.

Teman sekamarnya memutar video dengan volume maksimal, dengan senyum mengejek mereka mengedarkan ponsel, sengaja memanjangkan suara. "Arlena, jeritanmu terdengar sangat terlatih. Apa kamu sering berlatih, ya?"

Terdengar tawa riuh, wajah Arlena memucat, mematung di tempat. Syal yang setengah dirajut di tangannya tiba-tiba terlepas, dia bangkit dan lari keluar.

Dia terhuyung-huyung berlari ke kantor Declan, ingin menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dengan video itu.

Namun, baru saja tiba di depan pintu, suara ejekan dari dalam langsung terdengar.

"Declan, kamu benar-benar tidak meninggalkan sedikit pun belas kasihan untuk Arlena. Kamu sengaja mengambil wajahnya dengan begitu jelas, sampai-sampai dia tak punya ruang untuk menjelaskan."

Mendengar itu, kepala Arlena seakan meledak. Sensasi dingin menjalar cepat ke seluruh tubuhnya.

"Itu memang salah dia sendiri karena mengganggu wanita yang paling Declan cintai. Jadi pantas saja kalau dia mendapat balasannya."

"Kasihan Declan. Dia bukan hanya harus mencari orang untuk menyebarkan rumor bahwa ibu Arlena adalah perebut suami orang, tapi juga harus pura-pura menjadi penyelamat yang membela Arlena dari para perundung, sambil terus berpura-pura penuh kasih sayang di hadapannya."

"Oh ya, Declan, kapan kamu berencana memberitahunya kebenarannya? Kalau gadis itu tahu bahwa pria yang sudah lama dia sukai ternyata adalah calon kakak iparnya sendiri, dia bisa-bisa menangis sampai pingsan di tempat, hahaha..."

Declan duduk di sofa, santai sambil memegang sebatang rokok. Dia mengetuk ujungnya di asbak, sementara ekspresinya sulit ditebak.

Sahabat di sampingnya melihat dia terdiam, lalu buru-buru bertanya, "Kamu merasa kasihan padanya? Padahal dulu dia berusaha sekuat tenaga agar Callista diasingkan ke luar negeri selama dua tahun penuh. Dia membuat Callista hidup susah di sana, sampai tidak bisa makan dan berpakaian layak. Kita tidak bisa membiarkannya begitu saja!"

Mendengar nama Callista, Declan akhirnya bereaksi.

Dia mematikan rokoknya, dengan santai berkata, "Tunggu Callista pulang."

"Hari itu kebetulan adalah hari jadi yang sudah lama dinantikan Arlena. Aku berencana memberinya kejutan agar dia mau mengembalikan semua utangnya pada Callista."

Napas Arlena tercekat. Di balik kabut asap, pandangannya menangkap wajah dingin Declan. Hatinya seolah terbelah dua, sakitnya menyesak hingga dunia di sekelilingnya terasa gelap.

Ternyata rumor-rumor yang mencoreng nama ibunya semua disebarkan oleh Declan!

Declan mendekatiku, melindungiku, hanya untuk membalas dendam.

Orang yang benar-benar dia cintai adalah adik tirinya, Callista Montel.

Arlena tak sanggup mendengarnya lagi. Dia berbalik dan pergi dengan tergesa.

Namun, sebelum sempat melangkah lebih jauh, beberapa wanita menghadangnya.

"Jadi ini orangnya? Bintang dari video pendek itu!"

"Baru saja keluar dari kantor. Apa dia begitu terburu-buru datang lagi untuk menyerahkan diri?"

Wajah Arlena pucat pasi. Dia mencoba melarikan diri, tetapi beberapa orang mendorongnya dan menghempaskannya begitu saja. Saat itu, suara dingin Declan datang dari belakang.

"Berani menyentuh Arlena di depan mataku? Kalian tidak takut mati?"

Declan, entah sejak kapan sudah meninggalkan kantor, kini melangkah mendekat dengan tubuh tinggi dan tegap.

Beberapa gadis yang melihat sosoknya langsung membubarkan diri, seperti kawanan burung yang terusik.

Declan melangkah mendekat, mengangkat tangan untuk merapikan rambut Arlena yang berantakan karena berlari. Dia membungkuk, menatap wajahnya dengan lembut. Jemarinya menyentuh pipi Arlena, mengusapnya perlahan.

"Sudah kubilang, kalau ada yang mengganggumu lagi cukup sebut namaku."

Aroma tembakau yang familier menyeruak ke hidungnya, membuat mata Arlena terasa perih.

Sosok Declan di depannya seakan bertumpang tindih dengan bayangan-bayangan masa lalu, sosok-sosok yang tak terhitung jumlahnya pernah berdiri di hadapannya, melindunginya.

Semua itu terasa seperti mimpi lama yang perlahan terulang kembali.

Dulu, saat ibunya mengakhiri hidupnya, ayahnya justru kembali menjalin hubungan dengan cinta pertamanya. Sejak saat itu, dia hidup seperti yatim piatu, bahkan lebih menyedihkan dari itu.

Tak lama kemudian, sekolah mulai dipenuhi gosip bahwa ibunya adalah perebut suami orang, sementara gadis bernama Callista diklaim sebagai putri sah dari Keluarga Montel.

Sebagai anak dari seorang perebut suami orang, dia tentu tak bisa lepas dari nasib sebagai korban perundungan.

Declan yang menolongnya keluar dari kesulitan.

Dengan posisinya sebagai anggota dewan direksi, Declan dengan mudah menciptakan ruang yang aman dan hangat untuknya.

Kemarin adalah hari ulang tahun Declan. Setelah mabuk, mereka akhirnya terlibat dalam hubungan intim. Pria itu menanggalkan kesan anggun dan terhormatnya, lalu menindihnya dengan penuh hasrat di depan jendela kaca tanpa tirai, menikmati setiap getaran tubuhnya yang dipenuhi kegugupan.

Bersama Declan, Arlena merasa seperti burung yang telah lama mengembara dan akhirnya menemukan tempat pulangnya.

Namun, dia tidak menyadari bahwa di balik sarang itu tersembunyi perhitungan demi perhitungan.

Arlena sempat kehilangan fokus sejenak.

Ketika dia sadar kembali, dia sudah dibawa Declan keluar dari gedung kantor, dan duduk di kursi penumpang di mobilnya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 18

    Pada malam acara, Ardian datang ke lokasi kemah sambil membawa ransel berat. Dia mendirikan tenda, menata camilan, dan menyalakan api unggun seorang diri, tanpa membiarkan Arlena membantu sedikit pun.Setelah semuanya siap, dia menepuk bantalan yang lembut dan menyuruh Arlena untuk duduk terlebih dahulu.Kemudian, dia mengeluarkan selimut yang sudah disiapkan sebelumnya dan menyelimuti Arlena."Posisi ini bagus. Sebentar lagi aku yang akan memotret, kamu yang bertugas melihat aurora."Setelah Ardian selesai bicara, tiba-tiba dia merasa lengan bajunya berat.Arlena menarik lengannya. "Pemandangan indah harus direkam dengan mata. Ayo duduk dan lihat bersama."Telinga Ardian kembali memerah.Selama menunggu aurora, keduanya tidak bicara.Arlena makan camilan sambil merasakan kehangatan api unggun.Saat itu, ponselnya menampilkan sebuah berita.[Mantan konglomerat bisnis, Declan, meninggal dunia pagi ini. Perusahaannya bangkrut, masa kejayaan akhirnya berakhir...]Melihat nama yang begitu

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 17

    Arlena beristirahat cukup lama.Nadira merasa bersalah karena telah membujuk Arlena hingga terlibat dalam bahaya, sehingga dia dengan sukarela tetap tinggal di sisinya, merawat kebutuhan sehari-hari dan memastikan Arlena makan dengan baik.Nadira jarang membicarakan Declan di hadapannya, dan setiap kali menyebut nama itu, yang keluar dari mulutnya hanyalah makian pedas.Karena masalah dengan Declan, dia jadi alergi terhadap pria tampan. Dia terus-menerus bilang bahwa tidak ada pria tampan yang benar-benar baik.Dengan ditemani Nadira, Arlena perlahan-lahan keluar dari kegelapan.Awal April, dia mulai mengepak barang-barangnya. Bersama Nadira, dia bersiap kembali ke Negara A untuk melanjutkan studi.Rizkan mengantarnya ke bandara, lalu dengan berat hati berpesan agar dia menjaga diri baik-baik.Saat keduanya bersiap melewati pemeriksaan keamanan, tiba-tiba seseorang muncul dan menarik perhatian.Declan mengenakan baju rumah sakit yang longgar, berjalan tertatih lalu berlari ke arahnya t

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 16

    "Arlena!"Rizkan memeluk Arlena dengan erat, air matanya jatuh tanpa bisa dibendung.Sejak Arlena pergi ke luar negeri, hatinya sebenarnya tak pernah benar-benar tenang. Namun, setiap bulan dia tetap mengirimkan uang tepat waktu untuknya.Sampai akhirnya dia menyadari bahwa akun Arlena sama sekali tidak tersentuh, barulah dia tahu bahwa Arlena diam-diam telah bergabung dengan proyek bantuan medis di zona perang.Sejak saat itu, hal yang paling sering terlintas di pikirannya setiap hari adalah apakah Arlena baik-baik saja di sana? Apakah dia sedang menghadapi bahaya?Kemudian, dia mengetahui bahwa Declan telah menculik Arlena kembali ke ibu kota.Vila itu dijaga ketat di sekelilingnya. Dia beberapa kali mencoba menerobos masuk tetapi tidak berhasil, jadi dia terpaksa membakar vila itu!Syukurlah, Arlena berhasil diselamatkan."Arlena, ini semua kesalahan Ayah! Ayah seharusnya tidak menuduhmu... Tidak seharusnya membuatmu menderita sedalam ini..." ucap Rizkan dengan suara bergetar, penuh

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 15

    Declan mengurung Arlena.Di vila yang megah itu, pergelangan tangan dan kaki Arlena terbelit erat rantai besi yang dingin. Setiap sedikit perlawanan, rantai itu akan berbunyi nyaring.Baru saat itulah dia menyadari, Declan ini lebih menakutkan dari yang terlihat.Dia datang jauh-jauh ke zona perang mencari Arlena, bukan karena cinta, melainkan untuk memenuhi keinginan posesifnya yang konyol."Declan, apa arti diriku bagimu?"Setelah gagal melarikan diri untuk ke-38 kalinya, Arlena akhirnya bertanya pada Declan.Declan membelai wajahnya dengan penuh obsesi, sorot matanya dipenuhi ketamakan yang membara seperti kobaran api."Kamu satu-satunya yang benar-benar aku cintai," katanya penuh perasaan.Arlena tiba-tiba tertawa.Tertawa, air mata membasahi wajahnya.Selama masa isolasi, Declan setiap hari meminta koki menyiapkan hidangan lezat dengan beragam variasi. Sementara itu, barang-barang mewah bernilai puluhan juta terus berdatangan dan menumpuk di hadapannya.Bahkan para pelayan pun men

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 14

    Arlena mengikuti rombongan besar ke garis depan, matanya dengan cemas mencari-cari di antara puing-puing.Entah sudah berapa lama, akhirnya dia menemukan sosok seorang pria di samping sebuah truk yang ditinggalkan.Pria itu diangkat ke tandu, belum melangkah jauh, topeng di wajahnya pun terlepas.Nadira terkesiap. "Astaga, tampan sekali!"Arlena menunduk.Saat dia melihat dengan jelas wajah pria itu, napasnya langsung berhenti!Declan…Benar-benar dia!Pada saat yang sama, Declan yang berada di tandu membuka matanya.Melihat Arlena di sisinya, dia langsung menggenggam pergelangan tangan perempuan itu tanpa banyak kata. Suaranya bergetar, masih diselimuti rasa takut setelah nyaris kehilangan nyawa. "Arlena, jangan pergi..."Nadira melebarkan matanya, "Kalian saling kenal?"Arlena tidak tahu bagaimana harus menjelaskan.Dia berusaha melepaskan diri sekuat tenaga, tetapi genggaman tangan Declan terasa seperti belenggu yang menancap ke dalam daging, mustahil untuk dilepaskan.Keduanya kemb

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 13

    Pecahan peluru tajam menabrak punggung pria itu, meninggalkan luka berdarah.Namun, pria itu tidak bergerak sedikit pun. Dia hanya menggertakkan gigi dan mendengus pelan, lalu berbisik, "Tempat ini berbahaya, ikut aku."Arlena dipaksa pria itu kembali ke tenda.Baru saat itulah Arlena menyadari bahwa pria itu berlumuran darah. Luka akibat pecahan peluru itu begitu dalam hingga tulangnya terlihat jelas.Dia buru-buru menekan pria itu ke kursi. "Jangan bergerak, aku akan obati lukamu."Pria itu tidak menolak.Arlena dengan hati-hati menggunting baju pria itu. Dengan pinset, dia perlahan menjepit pecahan peluru yang menancap di dagingnya. Setiap gerakannya dilakukan dengan penuh konsentrasi.Setelah Arlena selesai membalut lukanya, barulah dia menyadari bahwa pria itu mengenakan topeng hitam yang tampak aneh di wajahnya."Wajahmu...""Terbakar... Aku hanya tidak ingin membuat orang lain takut."Arlena mengerucutkan bibirnya.Saat dia hendak mengucapkan terima kasih atas kejadian tadi, Nad

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status