Share

16

Auteur: Mini
last update Dernière mise à jour: 2025-07-13 19:18:42

Tawa mereka belum juga reda saat langkah mereka hampir melewati ruang dosen. Secara tak sengaja, mereka melihat Bu Weni keluar dari ruangan dengan wajah yang berbeda dari biasanya—lebih dingin, lebih kaku.

“Eh, itu Bu Weni,” bisik Flo pelan. Refleks mereka menunduk, pura-pura sibuk dengan langkah masing-masing.

Bu Weni lewat begitu saja, tanpa senyum ramah seperti biasanya. Bahkan tidak menyapa, padahal biasanya beliau paling cerewet menyapa mahasiswa, apalagi yang cewek-cewek. Kali ini? Datar. Dingin. Seolah ada tembok besar yang dipasang di wajahnya.

“Wah, vibes-nya beda ya,” gumam Intan pelan, setelah Bu Weni cukup jauh.

“Dingin banget. Padahal biasanya kalau lihat kita langsung senyum-senyum,” timpal Dwi.

“Pasti karena gosip itu, deh,” ucap Flo yakin. “Gue yakin Bu Weni tuh ada rasa sama Pak Arya.”

Arsela hanya diam. Ada rasa tak nyaman, apalagi mengingat semua yang terjadi belakangan ini terasa makin rumit. Bukan cuma statusnya yang harus disembunyikan, tapi juga reaksi-rea
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Chapitre verrouillé

Latest chapter

  • Kebaikanku, permainanmu.   16

    Tawa mereka belum juga reda saat langkah mereka hampir melewati ruang dosen. Secara tak sengaja, mereka melihat Bu Weni keluar dari ruangan dengan wajah yang berbeda dari biasanya—lebih dingin, lebih kaku. “Eh, itu Bu Weni,” bisik Flo pelan. Refleks mereka menunduk, pura-pura sibuk dengan langkah masing-masing. Bu Weni lewat begitu saja, tanpa senyum ramah seperti biasanya. Bahkan tidak menyapa, padahal biasanya beliau paling cerewet menyapa mahasiswa, apalagi yang cewek-cewek. Kali ini? Datar. Dingin. Seolah ada tembok besar yang dipasang di wajahnya. “Wah, vibes-nya beda ya,” gumam Intan pelan, setelah Bu Weni cukup jauh. “Dingin banget. Padahal biasanya kalau lihat kita langsung senyum-senyum,” timpal Dwi. “Pasti karena gosip itu, deh,” ucap Flo yakin. “Gue yakin Bu Weni tuh ada rasa sama Pak Arya.” Arsela hanya diam. Ada rasa tak nyaman, apalagi mengingat semua yang terjadi belakangan ini terasa makin rumit. Bukan cuma statusnya yang harus disembunyikan, tapi juga reaksi-rea

  • Kebaikanku, permainanmu.   15

    Paginya, Arsela terbangun dan masih berada dalam pelukan Arya. Perlahan, ia melepaskan tangan Arya yang melingkar di tubuhnya. Matanya menatap lekat wajah sang suami. “Alis tebal, hidung mancung... membuat dia terlihat gagah. Aku ingin menolakmu semalam, tapi entah kenapa... saat berada di pelukanmu, hati kecilku merasa nyaman,” ucap Arsela lirih, masih memandangi wajah Arya yang tertidur. Setelah itu, ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Suara pintu kamar mandi yang tertutup membuat Arya perlahan membuka matanya dan tersenyum sambil menatap pintu itu. “Astaga, jantung... untung dia nggak merasakannya,” gumam Arya sambil menyentuh dadanya yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Memang usia mereka terpaut jauh, tapi entah kenapa, bagi Arya, Arsela sangat menarik—lebih menarik dari wanita dewasa mana pun yang pernah ia temui. Arya percaya, takdir dan jodoh sudah ada yang mengatur. Pagi ini, karena Arya mengajar di kelas Arsela, mereka pun berangkat bersama ke kampus. T

  • Kebaikanku, permainanmu.   14

    Keduanya sarapan dalam keheningan. Arya tidak mengizinkan Arsela menyentuh piring kotor sebelum ia berangkat kerja. Dan pagi ini, seakan kurang repot, Arya malah menambah beban: menyuruh Arsela ini-itu sebelum pamit. "Aku nggak mau! Kalau kamu mau pergi kerja, ya pergi aja! Jangan bikin repot!" seru Arsela setengah kesal. Bagaimana tidak, Arya minta pamitan dengan pelukan perpisahan dan ciuman di kening. Sederhana, memang. Tapi bagi Arsela, itu sulit. Masih untung ia sudah cukup legowo menerima pernikahan ini, mau belajar beradaptasi. Tapi lihatlah—si tukang paksa itu, selalu menuntut lebih. "Apa? Mau nyium?" tantang Arsela saat melihat Arya mendekat. Pagi ini, kepercayaan dirinya seolah bangkit, tak gentar sedikit pun. "Ya udah, sini." Arya menarik pinggang Arsela dengan satu tangan, lalu menatap bibir mungil istrinya. "Ini bibir, kalau udah ngoceh, seperti ibu beranak sepuluh," godanya. "Lepas! Aku gak mau. Dasar mesum!" ucap Arsela tegas, meski tahu dirinya tak akan menang dal

  • Kebaikanku, permainanmu.   12

    Selesai makan malam, Arsela tidak ingin dibantu membersihkan piring kotor. Ia menyuruh Arya menjauh. Ya, Arya pun tak memaksa.“Kalau mau dibantu, bilang ya,” ucap Arya.“Nyuci piring aku bisa, nggak akan minta bantuan kamu,” jawab Arsela. Arya pun berlalu, membiarkan istrinya bergelut dengan piring kotor itu.Setelah itu, mereka kembali sibuk dengan aktivitas masing-masing. Arsela melanjutkan tugas kuliahnya, sementara Arya fokus dengan pekerjaannya. Tapi, bukan di kamar—Arya memilih duduk di ruang tamu.“Akhirnya selesai juga,” ucap Arsela, merebahkan tubuhnya di sofa. Arya sempat melirik, tapi kembali fokus.“Kalau mau tidur, tidur aja dulu. Nggak perlu nungguin aku,” ucap Arya sambil tetap menatap layar laptopnya.Arsela tidak langsung menjawab. Ia terdiam cukup lama.“Pak Arya?” panggil Arsela, membuat sang empunya nama menoleh, lalu meletakkan laptop di meja dan memiringkan tubuh menghadap istrinya.Arya menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya pelan. “Sebelum kita lanjut

  • Kebaikanku, permainanmu.   11

    Arsela hanya mengaduk-aduk nasi goreng buatan suaminya. Bukan tidak enak, tapi ucapan Bu Ningsih tadi membuat dirinya berpikir, takut pernikahannya dengan Arya terbongkar dalam waktu dekat."Arsela, kamu kenapa? Masakan mama kamu tidak enak? Atau ada yang sedang mengganggu pikiranmu?" tanya Dwi. Tapi, jika nasi goreng itu tidak enak, Dwi yakin itu tidak benar. Dari baunya saja sudah membuat Dwi tergoda."Bukan gitu, Dwi. Hanya saja ada yang mengganggu pikiranku," ucap Arsela, memasukkan sesendok nasi goreng itu ke mulutnya."Arsela... mmm, boleh minta nasi goreng kamu nggak?" tanya Dwi, tidak bisa menahan godaan dari wanginya. Persetan dengan malu, yang penting ia bisa mencicip nasi goreng Arsela yang berani menggoda mulutnya."Eh, boleh. Ini." Arsela sedikit mendorong bekalnya agar lebih dekat dengan Dwi.Mata Dwi bersinar tatkala nasi goreng tersebut menari di lidahnya. Sekali dua kali suapan rasanya Dwi tidak puas, tapi dia masih tahu diri bahwa nasi goreng buatan mamanya Arsela it

  • Kebaikanku, permainanmu.   Dia kerja keras

    Berada di kamar yang sama seharusnya membuat Arsela merasa tidak nyaman—apalagi bersama pria yang dulu hanya ia pandang sebagai sosok terhormat di kampus. Tapi kini, pria itu bukan hanya dosennya. Dia adalah suaminya. Suami sah yang menyandang status baru di hidup Arsela.Kalau boleh jujur, awalnya Arsela canggung berbagi ruang dengan Arya. Tapi karena Arya tidak melakukan hal-hal yang membuatnya risih, perlahan rasa tak nyaman itu menghilang. Ia mulai terbiasa.Ya, walaupun pria itu pernah mengambil ciuman pertamanya—mirisnya, tanpa izin pula. Jika dulu kamar adalah wilayah kekuasaannya, sekarang tidak lagi. Kini ia berada di kamar Arya.Sejak tadi, mereka sibuk dengan dunia masing-masing. Arsela tenggelam dalam tugas kuliahnya, sementara Arya fokus dengan pekerjaannya. Dari tempat tidur, Arsela melirik ke arah meja kerja, memperhatikan sosok Arya yang serius mengetik, sesekali membetulkan letak kacamatanya.“Dia pekerja keras,” gumam Arsela dalam hati, mengagumi dalam diam.Arya men

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status