Pigenor terkejut. Wanita ini mengenalnya."Siapa kau?" tanyanya lembut, sambil memeriksa luka-luka di tubuh wanita itu."Lila," bisik wanita itu, suaranya nyaris tak terdengar. "Letnan... Kekaisaran..."Ingatan Pigenor berputar cepat, mencari nama itu dalam benaknya. Lila... nama itu terasa familiar, tapi ia tidak bisa mengingatnya dengan jelas. Terlalu banyak wajah, terlalu banyak nama yang ia temui selama perjalanan bersama Kiran."Kau terluka parah," kata Pigenor, melihat luka bakar hitam di bahu Lila yang semakin melebar. Api hitam Ifrit, ia mengenalinya. Api yang membakar jiwa, bukan hanya daging."Aku akan membantumu."Dengan gerakan cepat, Pigenor merogoh kantung kecil di pinggangnya, mengeluarkan sebutir pil berwarna keperakan. Pil Bulan Perak, obat langka yang hanya dimiliki oleh kaum Elf Putih, mampu menyembuhkan luka paling parah dan bahkan mengembalikan seseorang dari ambang kematian."Telan ini," perintahnya, memasukkan pil itu ke mulut Lila dengan lembut.Lila menelan pi
Pigenor kembali ke penginapan kecilnya dengan hati yang lebih ringan dari berminggu-minggu sebelumnya. Ia mengemas barang-barangnya yang sedikit, menyiapkan ramuan dan jimat perlindungan yang tersisa.Besok, ia akan meninggalkan Xianyang. Besok, ia akan satu langkah lebih dekat dengan teman-temannya.Malam berikutnya tiba dengan cepat. Pigenor menunggu di balik bayangan Gerbang Selatan, jubah hitamnya menyamarkan sosoknya dalam kegelapan. Tepat saat bulan berada di puncak langit, sebuah karavan kecil muncul.Lima kereta barang dengan lambang dagang Farouk, ditarik oleh kuda-kuda kuat."Naiklah ke kereta terakhir," bisik Farouk saat melewati Pigenor. "Tetap tersembunyi sampai kita melewati perbatasan."Pigenor menyelinap ke kereta terakhir, bersembunyi di antara tumpukan kain sutra dan rempah-rempah. Perjalanan dimulai dalam keheningan, hanya suara roda kereta dan langkah kuda yang terdengar di jalanan sepi.Mereka melakukan perjalanan selama tiga hari, melewati desa-desa kecil dan hut
Angin malam berbisik di antara pepohonan, membawa aroma daun basah dan tanah lembap.Pigenor bergerak tanpa suara, setiap langkahnya seringan sentuhan kupu-kupu pada kelopak bunga. Kulitnya yang pucat berkilau samar dalam kegelapan, hampir transparan saat ia memanipulasi cahaya di sekitarnya untuk menyatu dengan bayangan hutan.Sudah tiga minggu berlalu sejak pertempuran di tembok perbatasan Qingchang dan Zolia. Tiga minggu sejak kelompok mereka tercerai-berai seperti daun-daun kering tertiup badai musim gugur.Tiga minggu sejak ia terakhir melihat Kiran, Emma, Jasper, dan Chen.Pigenor menghela napas panjang, merasakan beban kesedihan dan kekhawatiran yang semakin berat di pundaknya. Sebagai Elf Putih, ia memiliki kelebihan yang tidak dimiliki teman-temannya.Kemampuan untuk menyatu dengan alam, berkamuflase hingga menjadi tak terlihat bagi mata biasa, dan menyelinap melewati penghalang yang bahkan dijaga ketat oleh penyihir-penyihir kuat.Kemampuan itulah yang membuatnya berhasil ke
Chen merasakan tubuhnya terhempas melalui ruang dan waktu. Sensasi seperti ditarik dan ditekan dari segala arah, membuatnya tidak bisa bernapas. Dunia berputar dalam kecepatan yang tidak masuk akal, dan kesadarannya mulai memudar."Lila!" teriaknya, tapi suaranya tertelan oleh kekosongan di sekitarnya. Ia berusaha melawan kekuatan teleportasi, berusaha kembali ke tempat Lila berdiri menghadapi kematian, tapi sia-sia. Talisman itu telah mengunci tujuannya, dan tidak ada yang bisa menghentikannya sekarang.Cahaya putih membutakan berubah menjadi berbagai warna yang berputar cepat, lalu mendadak gelap total. Chen merasakan tubuhnya jatuh, jatuh, dan terus jatuh, hingga akhirnya menghantam sesuatu yang keras dan dingin.Rasa sakit menyebar ke seluruh tubuhnya seperti gelombang, dan kegelapan segera menelannya sepenuhnya.+++Suara burung-burung berkicau perlahan menarik Chen kembali ke kesadaran. Matanya terbuka dengan berat, menyipit melawan cahaya matahari yang menembus dedaunan di atas
Eve memejamkan mata sejenak, dan ketika ia membukanya kembali, mata itu telah berubah menjadi merah menyala seperti darah segar. Ia mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, dan mulai merapalkan mantra dalam bahasa kuno yang bahkan Chen tidak kenali.Tanah di bawah kaki mereka mulai bergetar. Retakan-retakan muncul, dan dari dalamnya, keluar asap merah yang panas. Asap itu berputar di sekitar Eve, semakin tebal hingga nyaris menutupi sosoknya."Apa yang dia lakukan?" tanya Chen, panik mulai menguasainya."Mantra pemanggilan tingkat tinggi," jawab Lila, wajahnya pucat pasi. "Dia memanggil Ifrit, iblis api dari dimensi lain."Tameng kristal Chen akhirnya pecah berkeping-keping saat naga api terakhir menghantamnya dengan kekuatan penuh.Chen terhempas ke belakang, punggungnya menghantam dinding kereta dengan keras. Rasa sakit menjalar di seluruh tubuhnya, dan ia bisa merasakan darah mengalir dari hidungnya, tanda bahwa ia telah mendorong batas kemampuan sihirnya terlalu jauh.Asap merah
"Berhenti! Kereta itu membawa pelarian!"Suara teriakan itu membekukan darah dalam pembuluh Chen. Ia dan Lila bertukar pandang penuh kengerian saat kereta mereka terhenti mendadak.Kuda-kuda meringkik ketakutan, seolah merasakan bahaya yang mendekat."Siapa itu?" bisik Chen, suaranya nyaris tidak terdengar.Lila mengintip dari jendela kecil kereta, wajahnya seketika memucat. "Eve Whitehouse," jawabnya dengan suara bergetar. "Penyihir pemanggil api Kekaisaran Hersen."Chen merasakan jantungnya berhenti berdetak untuk sesaat. Eve Whitehouse.Nama itu dikenal di seluruh perbatasan sebagai salah satu penyihir paling mematikan. Pengendali api dengan kemampuan sihir pesona tingkat empat, mampu membakar seluruh desa hanya dengan satu mantra.Bahkan mereka pernah bertarung melawan kelompoknya."Bagaimana dia bisa tahu?" tanya Chen, mencengkeram jubah tabibnya hingga buku-buku jarinya memutih."Dia penyihir detektor terkuat," Lila menjawab, matanya liar mencari jalan keluar. "Mantra ilusi tida
"Kiran bisa diajak bicara," Chen bersikeras. "Dan jika kau benar-benar menyesal...""Tidak semudah itu, Chen," Lila memotong lembut. "Beberapa kesalahan tidak bisa dimaafkan begitu saja."Keheningan kembali menyelimuti kereta. Chen ingin membantah, ingin mengatakan bahwa pengampunan selalu mungkin, tapi ia tahu Lila benar. Pengkhianatan adalah luka yang sulit disembuhkan, bahkan oleh waktu.Setelah hampir satu jam perjalanan melalui hutan, kereta mulai melambat. Di kejauhan, siluet Tembok Sihir menjulang tinggi, berkilau kebiruan dalam kegelapan. Benteng raksasa itu membelah daratan seperti bekas luka pada kulit bumi, memisahkan Kekaisaran Qingchang dari Kerajaan Zolia."Kita hampir sampai," Lila berbisik, matanya waspada mengamati jalan di depan. "Pos penjagaan perbatasan ada di belokan berikutnya."Chen menelan ludah, jantungnya berdebar kencang. "Apa rencanamu?""Aku akan menggunakan otoritasku untuk melewati pos," jawab Lila."Jika ditanya, aku sedang dalam misi rahasia ke Zolia.
Roda kereta berderit pelan melawan jalanan berbatu Kota Begonia. Dua ekor kuda hitam melangkah dengan irama stabil, napas mereka mengepul dalam udara malam yang dingin.Cahaya bulan sabit nyaris tak mampu menembus awan kelabu yang menggantung rendah, menjadikan malam itu lebih gelap dari biasanya.Kereta itu bergerak perlahan, hampir tanpa suara selain detak sepatu kuda dan gemeretak roda kayu. Lambang Kekaisaran terukir di sisi kereta, berkilau samar dalam keremangan.Seorang kusir berjubah tebal duduk di depan, wajahnya tersembunyi di balik tudung yang ditarik rendah.Jalanan kota tampak kosong. Jam malam telah diberlakukan sejak matahari terbenam, memaksa penduduk mengunci diri di rumah-rumah mereka yang rapuh.Hanya sesekali terlihat bayangan prajurit patroli dengan obor di tangan, memeriksa sudut-sudut gelap dengan tatapan waspada.Kereta berbelok ke jalan utama yang mengarah ke gerbang kota. Di sana, sebuah pos penjagaan berdiri dengan obor-obor menyala terang. Enam prajurit ber
Lila!Si Pengkhianat yang menyebabkan penangkapannya. Pengkhianat yang memisahkannya dari teman-temannya. Pengkhianat yang bekerja sama dengan Kekaisaran untuk menjebak Kiran dan kelompoknya di perbatasan.Darah Chen mendidih.Tangannya terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia ingin berteriak, ingin melemparkan mantra paling mematikan yang ia tahu. Tapi ia menahan diri, menunggu dengan sabar seperti predator mengintai mangsanya.Lila berjalan melalui barisan pasien, sesekali berhenti untuk berbicara dengan para penyihir terluka. Wajahnya menunjukkan keprihatinan yang tampak tulus, tapi Chen tahu lebih baik. Ia telah melihat topeng itu sebelumnya, telah mempercayainya, dan telah membayar harganya yang mahal.Saat Lila mendekat ke arahnya, Chen berbalik dan berjalan cepat menuju ruang obat di belakang balai. Ia tidak bisa menghadapinya sekarang, tidak di depan semua orang. Ia membutuhkan waktu, tempat, dan kesempatan yang tepat.Kesempatan itu datang saat senja mulai turun.Ch