Share

3. Siapa Mereka

Author: Belarvcn
last update Last Updated: 2023-11-09 16:31:32

Dengan napas terengah aku terus berlari menerobos masuk ke kerumunan orang yang ada di jalanan kota. Langit biru yang begitu cerah di atas kepalaku sangat kontras dengan bayangan makhluk mengerikan yang ada di belakangku. Aku berusaha membaur di tengah lautan manusia, mataku terus memantau jalanan di belakangku, mencari tanda-tanda kehadiran naga itu.

Tunggu sebentar....

Jika naga itu mengejarku, tidak mungkin kerumunan ini masih bisa tenang menikmati hiburan di jalanan. Jika mereka melihat seekor naga, suasana tentu akan berubah. Suasana yang meriah pasti akan menjadi mencekam dengan kekacauan yang meluas. Sebaliknya, acara persiapan pertunangan ini masih berjalan dengan lancar.

Kuhentikan kakiku yang mulai pegal setelah berlarian kesana-kemari, untuk sementara aku bisa menarik napas lega, sepertinya naga itu tidak sampai mengejarku hingga ke kota. Aku tersenyum, merasa beruntung bisa kabur dari naga sekaligus keluar dari hutan terlarang itu.

Kejadian hari ini sudah cukup sial bagiku.

Kubergegas untuk kembali ke rumah setelah mengambil seperangkat alat menyemir sepatuku, yang ternyata masih tergeletak di tempat yang sama dimana aku meninggalkannya. Untung saja saat kembali, tidak kutemukan keberadaan pria tua misterius tadi. Baguslah, sudah cukup berlarinya untuk hari ini.

Koin hasil jerih payahku juga masih utuh di dalam tas, setidaknya masih ada keberuntungan hari ini. Kuurungkan niatku untuk membeli beberapa camilan untuk Bibi Mia dan Evan. Aku ingin pulang dan tidur dengan nyaman. Mungkin, aku akan menggunakan koin itu besok, sekaligus membeli baju untuk mengganti pakaianku yang compang-camping ini.

“Gio, kau darimana? Mengapa penampilanmu sangat kacau?” tanya Bibi Mia saat aku melintas di depan tokonya.

“Aku hanya berjalan-jalan santai, Bi, jangan khawatirkan aku,” timpalku kepadanya.

“Berjalan-jalan macam apa, Gio? Bajumu robek, dahimu terluka, kau lebih mirip korban kejahatan. Masuklah, biar kuobati lukamu!” omel Bibi Mia sembari menggiring masuk ke tokonya.

“Katakan, siapa yang melakukan ini kepadamu?” tanya Bibi Mia.

“Sudah kubilang, Bi, aku hanya jalan-jalan, tapi tidak sengaja tersandung hingga membentur pohon. Karena itu tubuhku penuh luka,” jawabku bohong kepadanya.

“Jika kau ada masalah, bilang saja kepadaku, Gio, atau ke Evan, dia sekarang ada di rumahmu,” tuturnya dengan sedih.

Raut khawatir sungguh ketara di wajahnya, lagi-lagi aku menyusahkan Bibi Mia. Setelah membersihkan lukaku, aku segera berpamitan dan kembali ke rumah.

Dengan napas yang masih ngos-ngosan dan langkah gontai, kubawa kakiku memanjat tangga yang sudah lapuk untuk menuju kamarku. Aku hanya ingin tidur dengan nyaman di atas ranjangku, tak lagi aku melanjutkan berkeliling untuk mencari pelanggan hari ini. Saat kubuka pintu kayu tua itu dengan perlahan, bisa kulihat evan yang berada di mejaku berkutat dengan kertas dan tinta, entah apa yang digambar anak itu kali ini.

“Tumben sekali sudah kembali, apa pelangganmu kali ini berada di tengah hutan sehingga bajumu bisa selusuh ini?” tanya Evan setelah melihatku seperti orang pingsan di atas tempat tidur.

“Iya, dia sungguh menyeramkan, kuharap aku takkan bertemu lagi dengan pelanggan itu,” jawabku dengan mata yang masih tertutup.

Dapat kurasakan keberadaan Evan di sampingku.

“Yang benar saja, kau habis bertemu dengan orang macam apa? Kenapa kau seperti habis dihajar?” cecar Evan dengan penasaran setelah ia sepenuhnya menaruh atensinya ke arahku.

“Kuharap pelangganku benar-benar manusia,” timpalku sambil berusaha menganggap semua yang kualami hari ini hanya bagian dari mimpi burukku.

“Hah? Pelangganmu itu hantu?” tanya Evan lebih terkejut lagi.

“Hei enak saja, aku bukan hantu!” Tiba-tiba ada suara yang mengintrupsi percakapan kami.

Aku dan Evan terdiam, saling menatap penuh takut. Dengan perlahan aku mengarahkan pandanganku ke seluruh ruangan mencari sumber suara. Kutangkap sosok Burung Hantu yang bertengger di jendela, tumben sekali ada Burung Hantu di sini, terlebih ini masih siang.

“Apalagi ini, Gio?” tanya Evan ketakutan.

Aku pun tak tahu apa semua ini, kepalaku ingin meledak sekarang apabila disuruh untuk berpikir mengenai semua ini, aku sudah cukup lelah.

Dengan gesit Burung Hantu itu menutup jendela kemudian terbang ke sudut ruangan dan menarik engsel kunci pintu kamarku. Aku dan Evan masih terpaku, hingga suara tadi kembali terdengar.

“Sampai kapan kau akan berlari dari takdirmu, Gio!” Suara itu ternyata berasal dari Burung Hantu. Rasanya aku ingin pingsan saat ini juga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebangkitan Pejuang Api   16. Masih Harus Berkorban

    Sorot gemerlap cahaya, hentakan kaki dari mereka yang menari, suara tawa yang menyelimuti dingin dan gelapnya Hutan Dendron. Setelah semua hal yang terjadi sudah tidak ada kekhawatiran yang menjeratku, aku bisa bebas berpesta sekarang. “Ini dia pahlawan kita, kemari dan bergabunglah, Gio!” ajak Evan yang sudah duduk di meja bersama yang lainnya. Teriakannya cukup kencang hingga aku bisa merasakan seluruh atensi sepenuhnya menuju ke arahku. Langkahku terhenti akibat banyaknya orang yang menghampiriku. Mereka memberiku berbagai macam hadiah, mengajakku menari, hingga menarikku ke meja mereka. Oh Tuhan, tolong aku. “Akhirnya kau sampai juga Tuan Populer,” ejek Evan. “Dengan wajah seperti itu mustahil dia tidak populer di kalangan wanita, benarkan, Willow?” Willow yang semula terlihat tidak tertarik dengan semua ini sontak terlihat panik. “Mengapa kau bertanya padaku?” jawab Willow kesal. Wajahnya memerah, lucu sekali. “Sudahlah, aku tidak melakukan apa-apa, jangan

  • Kebangkitan Pejuang Api   15. Dunia yang Indah

    Teriakan mengejutkan tadi langsung menyadarkanku akan situasi berbahaya yang menyambut. Belum sempat menoleh ke belakang, tubuhku sudah terhuyung, seseorang menimpaku, dari bawah sini aku tidak dapat mengenalinya, ia terlihat samar, tapi teriakannya sesudah itu membuatku langsung mengenalinya. Itu suara James.“Syukurlah kau sudah sadar, lihatlah semua, Gio, berhasil!” teriak pria tua itu. Kami berada di balik tubuh Atlas. Tubuhnya yang besar dan terbuat dari batu sangat sempurna untuk dijadikan benteng dadakan. Akan tetapi, percuma bila ada panah yang berjatuhan dari segala arah. Kami terkepung oleh puluhan Shapeshifter. Aku bisa melihat Evan, Willow, dan Kiyo bersembunyi tak jauh dari tempatku saat ini. Mereka tidak mengacungkan senjata untuk melawan, mereka hanya bersembunyi. Dengan hati-hati James menggiringku menuju tempat yang lain berkumpul.“Gio, kau tidak apa-apa?” Kekhawatiran tampak jelas di mata Evan, begitu pula yang lainnya. Aku hanya men

  • Kebangkitan Pejuang Api   14. HAI Gaia

    Aku berjalan melewati tubuh Atlas yang tak berdaya, di baliknya terlihat Kiyo yang memang sudah terkulai lemas di pangkuan Evan. Luka goresan kecil menghiasi tubuh Kiyo, sepertinya itu hanya luka akibat terlempar tadi, untung saja Atlas benar-benar tidak melakukan hal keji terhadap Kiyo, kelumpuhannya sepertinya diakibatkan oleh air dari sungai perak, berarti itu akan memakan 24 jam untuk Kiyo segera pulih. “Ayo bangunlah, peri jelek!! Kita tak ada waktu untuk bersantai, lagipula siapa yang mau menggendongmu, perjalanan kita masih panjang.” Meski cercaan tak henti-hentinya keluar dari mulut Evan, raut wajahnya tak bisa menyembunyikan kesedihan dan kepanikannya. Dalam keadaan seperti ini, tidak ada yang bisa menenangkan Evan selain hal yang diinginkannya terkabul. Masalahnya, kita tidak punya cukup waktu jika harus menunggu kepulihan Kiyo.Di sisi lain keheningan justru mengelilingi Willow, ia hanya menatap Kiyo sejenak sebelum beranjak pergi. Ekspresi itu, ekspresi datar yang terlih

  • Kebangkitan Pejuang Api   13. Atlas

    Desa ini dipenuh sorak sorai dan tawa riang penduduknya. Cahaya obor dan susunan kristal memancar di penjuru desa, menciptakan suasana hangat. Pesta penyambutan Willow ini sangat mendadak, tapi tetap saja meriah. Aku berusaha berbaur dengan yang lain, mencoba menyelaraskan langkah kaki dengan irama musik yang memenuhi udara. Makanan lezat tersaji di meja, minuman juga melimpah ruah layaknya sungai. Namun, beban berat rasanya masih menghantuiku. Dari bangku ini bisa kuedarkan pandangan ke seluruh penjuru Desa Shapeshifter. Pesta ini seharusnya menjadi saat-saat gembira, tapi hatiku terasa terbebani oleh rancana gelap yang sedang kucoba sembunyikan di balik senyuman palsu ini. Bisa kulihat Willow sedang menari bersama kedua kakaknya, terlihat sangat bahagia. Bagaimana ia bisa sesantai ini sebelum mengirimkan bencana ke klannya sendiri. Apakah itu semua juga palsu seperti yang sedang kulakukan? Kurasakan tarikan kecil di belakang bajuku. Terlihat beberapa anak mani

  • Kebangkitan Pejuang Api   12. Para Shapeshifter

    Berhari-hari menghabiskan waktu di dalam gua-tidak, maksudku di cangkang seekor kura-kura raksasa, membuatku sedikit melupakan suasana magis di Hutan Dendron. Cabang-cabang pohon saling merangkul memperlihatkan hamparan kegelapan. Pepatah bilang, kekurangan akan selalu diiringi oleh kelebihan lain. Memang benar, sebab aku membuktikannya di sini. “Menurut kalian, mengapa beberapa hewan dan tumbuhan di sini bersinar?” Seluruh perhatian terpusat kepadaku. Willow terlihat berpkir, seperti menimang jawaban pertanyaanku.“Apa kau tidak melihat di sini tidak ada cahaya matahari? Pertanyaanmu sungguh aneh, Gio,” protes Evan kepadaku. Willow terlihat menahan gelakannya. Dasar Evan, kau membuatku seperti orang bodoh di hadapan seorang gadis.“Aku mengerti maksudmu, Gio.” Willow mulai membuka suara, “kalian tahu kan bahwa setiap wilayah di Eldoria ini memiliki roh yang harus di jaga?” Semua mengangguk memperhatikan, “tiap roh itu memiliki kekuatan yang menyeimbangkan wilayahnya. Seperti di sini,

  • Kebangkitan Pejuang Api   11. Ayo Mulai Bermain

    Setelah melalui malam yang cukup menguras emosi, aku tertidur lumayan lama. Aku terbangun dan melihat segala perlengkapan sudah dikemas oleh Willow dan Evan. Segera aku makan untuk mengisi tenaga sebelum berangkat, lalu bergabung dengan yang lainnya untuk membahas kembali rencana kami. Untuk bisa mengalahkan Heka, kami perlu mengumpulkan keempat roh magis dan harus bisa mengendalikannya. Tujuan kami yang pertama adalah mendapatkan roh tanah. Yang ikut dalam perjalanan ini hanya aku, Evan, Willow, dan Kiyo. James akan tinggal dan bertugas menjaga gua, sebab akan sangat berbahaya jika bangsa shapeshifter lain menemukan kami, mungkin perang saudara bisa terjadi. Kami berempat akan bergerak ke arah Timur hingga bertemu dengan sungai perak. Di hulu sungai itu terdapat gunung batu yang menjadi tempat roh tanah bersemayam. Namun, yang jadi masalah adalah sungai perak yang akan kita lewati itu sangat berbahaya, air yang mengalir di sepanjang sungai itu bisa menyebabkan siapa saja yang terke

  • Kebangkitan Pejuang Api   10. Keraguan di Setiap Pertaruhan

    Setelah berhari-hari menghabiskan waktu berlatih, sepertinya aku harus meminta James menceritakan kisah mengerikan itu setiap saat.Evan terlihat sangat lesu, aku jadi merasa bersalah menyeretnya ke dalam masalah yang bahkan tidak ada hubungannya dengan dirinya. Tidak sendirian, aku pun merasakan hal yang sama. Entah berapa lama aku habiskan waktu di gua ini untuk berlatih bertarung, melihat keluar pun percuma sebab hanya kegelapan yang akan kutemui. Diriku lelah, semangatku mulai terkikis, begitu pula harapan yang begitu bergejolak di hatiku. Aku tidak tahu apa yang akan kuhadapi kedepannya, tidak mungkin berlatih beberapa hari akan membuatku langsung menjadi ksatria hebat yang menyelamatkan seisi dunia. Dengan sisa-sisa anganku untuk bertemu ayah dan ibu kuteguhkan kembali hatiku, kuangkat kembali panah ini untuk berlatih. Aku bisa merasakan pergerakanku berkembang, sudah banyak objek yang kupanah dengan tepat, bahkan bisa membelah targetku.Akan tetapi, aku bisa melihat kekosongan

  • Kebangkitan Pejuang Api   9. Yang Harus Kulakukan

    Kiyo berjalan mendekat ke arahku dan Evan dengan semangkuk air. Aku sedikit kasihan mengingat Evan yang terus mengoloknya saat pertama kali bertemu, padahal ia adalah makhluk yang manis. Dengan tergesa kami berdua menegak habis air yang disuguhkan tadi, napas kami masih terengah-engah, tangan kami mulai kebas dan kaki kami terasa seperti jelly. Sudah dua jam kami berlatih bela diri, setelah Willow memerintahkan kami untuk bersiap memulai misi penyelamatan Negara Api. Sejak itu pula Willow memberikanku sebuah panah, lalu menyerahkan sebilah pedang kepada Evan. Kami berlatih tanpa henti dipandu oleh James. Pria paruh baya itu lebih layak disebut malaikat berhati iblis, dibalik wajahnya yang sangat ramah itu, sifatnya sungguh keji, aku sampai tidak sanggup lagi menggerakkan otot-ototku.“Mana tenagamu, Evan? Ayunkan pedangmu dengan benar, jika ini pertarungan sungguhan, aku tidak yakin kau bisa bertahan selama tiga menit,” ucap James penuh penekanan. Bisa kulihat keadaan Evan yang san

  • Kebangkitan Pejuang Api   8. Kebenaran

    Aku berbaring di atas gumpalan bunga kapas yang terasa sangat nyaman membelai punggungku. Evan sudah lebih dahulu masuk ke alam mimpinya. Ingin kuhabiskan waktu berbaring seperti ini selamanya. Kepalaku dibuat ingin meledak oleh dua orang yang secara tiba-tiba memaksa masuk ke hidupku, sekaligus kenyataan yang terasa menamparku hingga rasa nyerinya begitu nyata di tubuhku.Aku mulai mengerti perasaan Orfeo, rasa cintanya terhadap Euridice telah berhasil membuka gerbang kematian untuknya. Namun, iblis yang selalu menggoda manusia mebuat rasa egois tumbuh menggerogoti hati dan pikirannya, menggantikan rasa cinta yang telah memberinya kesempatan untuk menolong sang pujaan hati.Rasa cintaku terhadap orang tuaku diuji di sini. Apakah aku harus egois? Atau, apakah harus mengorbankan semua milikku untuk tujuan yang bahkan sangat kecil kemungkinannya? Baik, akan kujelaskan bagaimana aku berakhir dengan keadaan menyedihkan seperti ini.“Jadi, kau yang namanya, James?” Setelah melihat lebih sek

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status