Share

3. Siapa Mereka

Dengan napas terengah aku terus berlari menerobos masuk ke kerumunan orang yang ada di jalanan kota. Langit biru yang begitu cerah di atas kepalaku sangat kontras dengan bayangan makhluk mengerikan yang ada di belakangku. Aku berusaha membaur di tengah lautan manusia, mataku terus memantau jalanan di belakangku, mencari tanda-tanda kehadiran naga itu.

Tunggu sebentar....

Jika naga itu mengejarku, tidak mungkin kerumunan ini masih bisa tenang menikmati hiburan di jalanan. Jika mereka melihat seekor naga, suasana tentu akan berubah. Suasana yang meriah pasti akan menjadi mencekam dengan kekacauan yang meluas. Sebaliknya, acara persiapan pertunangan ini masih berjalan dengan lancar.

Kuhentikan kakiku yang mulai pegal setelah berlarian kesana-kemari, untuk sementara aku bisa menarik napas lega, sepertinya naga itu tidak sampai mengejarku hingga ke kota. Aku tersenyum, merasa beruntung bisa kabur dari naga sekaligus keluar dari hutan terlarang itu.

Kejadian hari ini sudah cukup sial bagiku.

Kubergegas untuk kembali ke rumah setelah mengambil seperangkat alat menyemir sepatuku, yang ternyata masih tergeletak di tempat yang sama dimana aku meninggalkannya. Untung saja saat kembali, tidak kutemukan keberadaan pria tua misterius tadi. Baguslah, sudah cukup berlarinya untuk hari ini.

Koin hasil jerih payahku juga masih utuh di dalam tas, setidaknya masih ada keberuntungan hari ini. Kuurungkan niatku untuk membeli beberapa camilan untuk Bibi Mia dan Evan. Aku ingin pulang dan tidur dengan nyaman. Mungkin, aku akan menggunakan koin itu besok, sekaligus membeli baju untuk mengganti pakaianku yang compang-camping ini.

“Gio, kau darimana? Mengapa penampilanmu sangat kacau?” tanya Bibi Mia saat aku melintas di depan tokonya.

“Aku hanya berjalan-jalan santai, Bi, jangan khawatirkan aku,” timpalku kepadanya.

“Berjalan-jalan macam apa, Gio? Bajumu robek, dahimu terluka, kau lebih mirip korban kejahatan. Masuklah, biar kuobati lukamu!” omel Bibi Mia sembari menggiring masuk ke tokonya.

“Katakan, siapa yang melakukan ini kepadamu?” tanya Bibi Mia.

“Sudah kubilang, Bi, aku hanya jalan-jalan, tapi tidak sengaja tersandung hingga membentur pohon. Karena itu tubuhku penuh luka,” jawabku bohong kepadanya.

“Jika kau ada masalah, bilang saja kepadaku, Gio, atau ke Evan, dia sekarang ada di rumahmu,” tuturnya dengan sedih.

Raut khawatir sungguh ketara di wajahnya, lagi-lagi aku menyusahkan Bibi Mia. Setelah membersihkan lukaku, aku segera berpamitan dan kembali ke rumah.

Dengan napas yang masih ngos-ngosan dan langkah gontai, kubawa kakiku memanjat tangga yang sudah lapuk untuk menuju kamarku. Aku hanya ingin tidur dengan nyaman di atas ranjangku, tak lagi aku melanjutkan berkeliling untuk mencari pelanggan hari ini. Saat kubuka pintu kayu tua itu dengan perlahan, bisa kulihat evan yang berada di mejaku berkutat dengan kertas dan tinta, entah apa yang digambar anak itu kali ini.

“Tumben sekali sudah kembali, apa pelangganmu kali ini berada di tengah hutan sehingga bajumu bisa selusuh ini?” tanya Evan setelah melihatku seperti orang pingsan di atas tempat tidur.

“Iya, dia sungguh menyeramkan, kuharap aku takkan bertemu lagi dengan pelanggan itu,” jawabku dengan mata yang masih tertutup.

Dapat kurasakan keberadaan Evan di sampingku.

“Yang benar saja, kau habis bertemu dengan orang macam apa? Kenapa kau seperti habis dihajar?” cecar Evan dengan penasaran setelah ia sepenuhnya menaruh atensinya ke arahku.

“Kuharap pelangganku benar-benar manusia,” timpalku sambil berusaha menganggap semua yang kualami hari ini hanya bagian dari mimpi burukku.

“Hah? Pelangganmu itu hantu?” tanya Evan lebih terkejut lagi.

“Hei enak saja, aku bukan hantu!” Tiba-tiba ada suara yang mengintrupsi percakapan kami.

Aku dan Evan terdiam, saling menatap penuh takut. Dengan perlahan aku mengarahkan pandanganku ke seluruh ruangan mencari sumber suara. Kutangkap sosok Burung Hantu yang bertengger di jendela, tumben sekali ada Burung Hantu di sini, terlebih ini masih siang.

“Apalagi ini, Gio?” tanya Evan ketakutan.

Aku pun tak tahu apa semua ini, kepalaku ingin meledak sekarang apabila disuruh untuk berpikir mengenai semua ini, aku sudah cukup lelah.

Dengan gesit Burung Hantu itu menutup jendela kemudian terbang ke sudut ruangan dan menarik engsel kunci pintu kamarku. Aku dan Evan masih terpaku, hingga suara tadi kembali terdengar.

“Sampai kapan kau akan berlari dari takdirmu, Gio!” Suara itu ternyata berasal dari Burung Hantu. Rasanya aku ingin pingsan saat ini juga.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status