LOGINBab lain nyusul ya. Dukung terus supaya othor semangat upnya^^
Ratusan tahun lalu, secara turun-temurun Klan Zhao yang mendapat berkat Dewa adalah pemimpin Kerajaan Qin. Mereka memerintah dengan adil dan bijaksana.Hingga pada suatu masa, lahirlah sepasang anak kembar di keluarga kerajaan. Seorang Putri dan seorang Pangeran. Bernama Zhao Yina dan Zhao Yuhong.Sejak kecil, perbedaan keduanya sudah tampak jelas. Zhao Yina tumbuh dengan pembawaan tenang, penuh empati, dan kecerdasan yang matang.Sementara Zhao Yuhong dikenal berbakat. Tetapi arogan, mudah marah, dan haus pengakuan.Raja akhirnya mengambil keputusan besar. Menobatkan Putri Zhao Yina sebagai pewaris tahta.Keputusan itu diambil bukan karena jenis kelaminnya. Melainkan karena kelayakan. Zhao Yina dinilai jauh lebih pantas memimpin Qin.Namun, ternyata keputusan itu menjadi awal kehancuran.Zhao Yuhong tidak terima. Amarah dan iri hatinya tumbuh menjadi kebencian yang gelap. Ia berusaha membunuh saudari kembarnya sendiri demi merebut tahta.Tetapi upaya itu gagal. Berkat Dewa Zhaoyin me
“Tak wajar bagaimana?” tanya Ming Yue lagi.Nada suaranya terdengar tenang. Namun sorot matanya jelas menyiratkan rasa ingin tahu yang kian menguat.An Rong menunduk, alisnya berkerut tipis seolah sedang menata kata-kata. Ia terdiam beberapa saat, berpikir sejenak sebelum akhirnya berbicara.“Masih dalam penyelidikan. Tapi warga yang meninggal itu sebelumnya memang menderita penyakit yang sulit disembuhkan. Mungkin kau bisa menanyakan detailnya langsung pada Kaisar.”Ming Yue mengangguk pelan. Meski hatinya sempat tertahan oleh rasa penasaran.“Akan kutanyakan nanti,” jawabnya.Ingatan lama kembali muncul. Luka masa lalu tentang wabah kematian yang pernah melanda masih meninggalkan trauma.Ming Yue takut sejarah terulang lagi.Hari perlahan menjelang gelap ketika perbincangan mereka berakhir.Setelah mengantar An Rong, Ming Yue kembali ke kediamannya sendiri.Di dalam ruangan pribadinya, Ming Yue kembali tenggelam dalam pekerjaan.Beberapa laporan tambang terbentang di meja, disusul c
Penjahit itu tak berani membantah.“Baik. Akan saya ganti yang lain,” jawabnya pelan, lalu berbalik meninggalkan kediaman.Tepat saat ia keluar, seorang pemuda lain melangkah masuk dengan santai.“Hei. Ada apa lagi, Kak Ayi?” tanyanya ringan. “Kau suka marah-marah, padahal sebentar lagi ulang tahunmu.”Itu Ming Hyun, sepupunya dari pihak ibu.Qiang Wangyi mendengus pelan."Aku ingin semuanya sempurna sesuai keinginanku. Ini tahun yang istimewa dari tahun-tahun sebelumnya," gerutunya.Ming Hyun tersenyum tipis sambil menggeleng.“Kalau begitu ayo pergi keluar. Di rumah, Ibu selalu melarangku minum.”Perlahan, wajah jengkel Qiang Wangyi memudar. Sorot kesal di matanya digantikan oleh seringai kecil. Kebosanan yang menumpuk sejak pagi akhirnya menemukan jalan keluar.“Ide bagus,” jawabnya singkat. “Aku juga sedang bosan.”Tanpa menunggu lama, Qiang Wangyi segera meraih jubah hitam yang tergantung di dekat pintu.Dengan langkah cepat, dua pemuda itu keluar diam-diam dari kediaman. Berusah
“Apa kau tidak ingat kejadian dengan Putri Bailong dulu? Kau masih berpikir Yang Mulia mau mengangkat selir?” desis Ming Yue dingin.Nada suaranya tidak keras, namun setiap katanya seperti bilah tipis yang mengiris. Tatapannya tajam, lurus mengarah pada Yan Guan, tanpa sedikit pun gentar.Yan Guan terdiam.Kepercayaan diri yang sejak tadi ia pamerkan perlahan runtuh. Ingatannya terseret ke masa laluSebuah tragedi besar yang pernah mengguncang Kekaisaran. Insiden Putri Bailong yang menjadi pemicu perang berdarah dengan kerajaan lain.Namun karena lamanya waktu berlalu dan kedudukannya yang semakin tinggi, Yan Guan lupa akan hal ituKini, rasa perih menjalar di sebelah wajahnya. Entah karena tamparan sebelumnya. Atau karena rasa malu yang tak tertahankan.Yan Guan hanya bisa menunduk, bungkam.Melihat situasi semakin tidak menguntungkan, Yan Zhi yang sejak tadi gemetar di sampingnya segera menjatuhkan diri bersujud.“Ampuni kami, Yang Mulia,” ucapnya dengan suara bergetar, dahi menempe
Kereta kuda melaju dalam sunyi. Tak lama kemudian, gerbang istana tampak menjulang di hadapan mereka.Begitu berhenti, Qiang Jun segera mengangkat tubuh kecil Qiang Wangyi ke dalam pelukannya. Berhati-hati agar tak membangunkannya.Mereka turun dari kereta dan langsung disambut Jia Li.“Yang Mulia,” lapornya hormat. “Gubernur Yan Guan dan kerabatnya masih berada di istana. Dia menunggu Anda untuk membicarakan sesuatu.”Alis Qiang Jun langsung berkerut.“Untuk apa? Suruh dia pulang. Aku tidak menerima tamu untuk sementara,” katanya dingin.“Saya sudah menyampaikannya. Tapi Gubernur Yan masih bersikeras,” sahut Jia Li terlihat lelah.Qiang Jun mendengus kesal. Ia menebak-nebak maksud kedatangan Yan Guan. Dan itu sama sekali tak membuat suasana hatinya membaik.Qiang Jun akhirnya menoleh pada istrinya“Yue, bisakah kau menggantikanku menemuinya?”Ming Yue menaikkan sebelah alisnya heran.“Aku? Bukankah dia ingin bertemu denganmu?”Qiang Jun tersenyum tipis.“Lebih cocok kau yang menemuin
Langkah An Rong terdengar tergesa saat ia menyusuri keramaian pasar. Begitu melihat sosok kakaknya di kejauhan, wajahnya langsung mengeras.Tanpa ragu, An Rong merebut Ruxia dari pelukan An Beiye.“Kembalikan anakku!” ucapnya ketus.Suaranya jelas menahan amarah.An Beiye mendengus pelan. Sama sekali tak merasa bersalah.“Aku hanya ingin mengajaknya jalan-jalan. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya,” gumamnya malas.“Tapi setidaknya beri tahu aku dulu!” omel An Rong. “Bukan malah membawa anakku pergi begitu saja!”An Beiye menyeringai sebal.“Cih! Dasar pelit.”An Rong menggeleng pelan, mencoba menahan emosinya. Namun sebelum sempat membalas, ia merasakan tarikan kecil di ujung gaunnya.Kepalanya menunduk.“Bolehkah aku mencubitnya?” pinta seorang bocah lelaki dengan mata berbinar. “Pipi Ruxia sangat menggemaskan.”An Rong mengerjap kaget.'Kenapa Pangeran ada di sini?: batinnya terkejut.Pandangan matanya bergerak ke belakang An Beiye.Barulah An Ring sadar. Dia mengenali dua sosok







