Share

Bab 3

Penulis: Gekko
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-17 11:38:20

‘Jika kau pergi, kau mungkin akan mati. Aku tidak ingin kehilangan siapa pun lagi.’

Ming Yue teringat, di kehidupan sebelumnya, sang kakak yang gemar berjudi itu seharian ada di rumah judi. Sampai ketika dini hari ia dan Ayahnya dikejutkan bahwa Ming Hao ditemukan tewas karena dirampok.

Tapi bukan itu yang sebenarnya terjadi, sesungguhnya saat itu Ming Hao menang melawan Qiang Yuze yang juga suka berjudi sambil menyembunyikan identitasnya, dia kesal dan tidak terima yang pada akhirnya membunuh Ming Hao. Ming Yue tak bisa membiarkan hal itu terjadi lagi.

Melihat adiknya hanya diam saja, Ming Hao mendengus. “Pergi sana, bocah jelek,” balasnya mengejek.

Namun Ming Yue tak mau menyerah. “Kakak akan pergi ke rumah judi, kan? Lihat saja, akan kuberitahu Ayah!” ancamnya.

“Hei, diamlah!” desis Ming Hao cepat, wajahnya mendadak panik. Ia menoleh kanan-kiri, seakan takut ada yang mendengar.

“Kalau begitu, berhentilah datang ke rumah judi. Kakak itu calon pemimpin keluarga Ming, harusnya menjaga martabatmu,” lanjut Ming Yue dengan suara yang penuh tekanan.

“Cih! Kau bocah kecil tahu apa. Jangan menasihatiku!” Ming Hao membalas sengit, meski nada bicaranya terdengar seperti menutupi rasa bersalah.

Ming Yue mengepalkan tangannya jengkel. Kakaknya ini sungguh keras kepala. “Bagaimana jika kita bertaruh? Jika Kakak kalah, jangan pernah datang lagi ke rumah judi atau mabuk-mabukan!”

Ming Hao terdiam sejenak, lalu tertawa keras, menganggap tantangan itu hanya candaan biasa. Namun tetap menanggapi perkataan adiknya.

“Baiklah! Kau akan menyesal menantangku,” jawabnya penuh percaya diri. Ia lalu menoleh pada seorang pelayan muda yang kebetulan lewat. “Xiao Dai! Kemari!”

Pelayan itu segera menghampiri, menunduk hormat.

Mereka bertiga pun pergi ke gazebo di halaman belakang dan bermain permainan dadu seperti yang ada di rumah judi. Lalu Xiao Dai sebagai pemegang uang taruhan dan yang melempar dadu.

Ming Yue sendiri baru kali ini memainkannya, tapi sering memperhatikan bagaimana trik orang seperti Qiang Yuze dulu memanipulasi permainan. Dan kali ini ia berniat menggunakan pengamatan kecilnya.

“Baik, mulai,” ujar Ming Hao sambil menyilangkan tangan di dada, yakin akan menang.

Cangkir diguncang, dadu dilempar. Angka muncul. Taruhan pertama jatuh ke tangan Ming Yue. Ming Hao hanya mendengus, menganggap awalnya hanya kebetulan. Lalu permainan berlanjut, satu kali, dua kali, hingga lebih dari sepuluh kali. Dan setiap kali, Ming Yue berhasil menebak atau memutar keberuntungan ke pihaknya.

“Lihat? Aku menang!” seru gadis itu bersorak, matanya berbinar penuh kemenangan.

Sedangkan Ming Hao kini mematung, sulit percaya pada kenyataan.

“Bagaimana bisa? Biasanya aku tak pernah kalah,” gumamnya pelan, wajahnya pucat karena tak terbiasa merasakan kekalahan apalagi oleh adiknya sendiri.

“Sudahlah, terima saja. Ini sudah takdirmu,” balas Ming Yue sambil mengangkat dagu, nada suaranya penuh kesombongan.

“Cih, hanya keberuntungan pemula,” balas Ming Hao, berusaha menjaga gengsi.

“Ya benar, keberuntungan pemula, sampai dua belas kali mengalahkan pemain ulung?” ledek Ming Yue sambil tertawa puas.

Ming Hao mendengus, wajahnya semakin memerah menahan jengkel.

“Sesuai kesepakatan, mulai sekarang Kakak tidak akan pernah pergi ke rumah judi lagi. Mengerti?” tuntut Ming Yue dengan tegas.

Ming Hao memalingkan wajah, enggan menjawab, tapi diamnya justru menandakan ia tak bisa mengelak. Janji adalah janji.

“Xiao Dai, beritahu Ayah jika kakakku pergi diam-diam ke rumah judi lagi,” pinta Ming Yue.

Pelayan itu pun mengangguk paham.

Ming Yue kembali menatap kakaknya. “Dari pada bermain-main, lebih baik kau membantu Ayah mengurus wilayah Ming, dia sudah sangat sibuk dengan urusan di kementerian.”

“Tidak perlu menasihatiku, bocah kecil,” balas Ming Hao, terlihat jelas dia masih jengkel.

Ming Yue hanya menggeleng pelan. “Oh ya, kakak. Tolong ajari aku bela diri, berpedang mungkin,” pintanya.

“Malas. Kau terlalu lemah,” jawab Ming Hao singkat, lalu berbalik pergi.

“Karena itu aku ingin belajar! Hei, tunggu!” Ming Yue berteriak, tapi kakaknya hanya melambaikan tangan, berjalan menjauh tanpa menoleh lagi.

Ming Yue menghela napas panjang menghadapi kakaknya yang menyebalkan.

Malam pun tiba. Di kamarnya yang remang, Ming Yue duduk termenung. Kenangan pahit masa lalu berkelebat, meski perih dan sesak, ia harus mengingatnya agar tak jatuh lagi dalam kesalahan yang sama.

‘Sepertinya aku harus memulai dengan Song She,’ batinnya memutuskan.

Ming Yue kemudian mengambil botol kecil di lacinya, menusukkan satu jari dengan tusuk kondenya, dan tetesan daranya pun tertampung ke dalam botol kecil itu.

‘Lihat saja, kau akan merasakan apa yang kurasakan, Qiang Yuze,’ gumamnya dalam hati, dengan mata berkilat penuh tekad.

Keesokan harinya, di siang hari yang cerah, Ming Yue pergi keluar, ditemani pelayannya bernama Xiao Dai.

“Kita mau ke mana, Nona?”

“Toko pakaian, untuk musim dingin nanti,” jawab Ming Yue.

“Tapi kenapa tadi kita pergi ke jalan memutar? Bukankah lebih cepat jika melewati jembatan?” lagi Xiao Dai bertanya, dengan raut keheranan.

Ming Yue terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. “Aku hanya ingin berjalan-jalan lebih lama,” jawabnya.

Pelayan itu mengangguk, tak bertanya lagi.

Namun di balik senyumnya, wajah Ming Yue menyiratkan kegelisahan bercampur sakit hati.

‘Jika aku melewati jembatan itu, aku mungkin akan bertemu dengan si brengsek Qiang Yuze,’ batinnya bergumam, jemarinya mengepal erat menahan gejolak emosi yang campur aduk.

Karena di masa lalu, di hari dan tanggal yang sama saat itu Ming pergi menyendiri setelah pemakaman kematian kakaknya, dan jembatan ia bertemu Qiang Yuze yang sedang menyamar. Karena terlihat sedang bersedih, Qiang Yuze menghiburnya seperti seorang pria sejati, dan berhasil membuat Ming Yue kembali tersenyum. Pertemuan itu tanpa sadar membuat Ming Yue jatuh cinta pada pandangan pertama. Dan itulah awal mula petaka baginya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kehidupan Kedua: Istri Pangeran Cacat Menuntut Balas   Bab 132

    Qiang Jun sedikit mengernyit.“Untuk apa?” tanyanya datar.Yong Bai sedikit gugup, tapi tetap menunduk hormat.“Saya hanya ditugaskan memanggil Anda berdua.”Qiang Jun terdiam sejenak, terlihat enggan. Dalam benaknya, dia sudah menebak apa yang akan dikatakan kaisar nanti.“Baiklah, kami ke sana,” jawabnya.Tapi bukan Qiang Jun, melainkan Ming Yue.“Tunggu, Yue—“Qiang Jun hendak menolak, namun Istrinya sudah memegang lengannya.“Ayo cepat. Tidak sopan menolak perintah Yang Mulia.”Ming Yue langsung menghabiskan tanghulu terakhir di tangannya. Kemudian pergi menarik Qiang Jun pergi.Lagi-lagi pria itu tak bisa menolak ajakan Istrinya.Setelah mengikuti Yong Bai, akhirnya mereka tiba di ruang tamu istana utama. Semua anggota keluarga kekaisaran tengah berkumpul.Qiang Jun menghela nafas pelan.‘Kan. Sudah kuduga,’ pikirnya.Ming Yue segera membungkuk sopan.“Maaf membuat Anda menunggu, Yang Mulia.”Sementara Qiang Jun hanya mengangguk singkat. Sikap sopan minimal yang selalu dilakukan

  • Kehidupan Kedua: Istri Pangeran Cacat Menuntut Balas   Bab 131

    “Tunggu. Apa?” Qiang Mingze memiringkan kepalanya tak paham. ”Kenapa kau tidak mau?”Qiang Jun hanya mengangkat kedua bahunya santai.“Saya hanya tidak mau melakukannya,” jawabnya asal.Aula sontak makin riuh oleh bisikan, namun Qiang Jun tidak menggubris. Ia justru menoleh pada istrinya.“Tidak apa, kan, Yue?”Ming Yue menatap suaminya sejenak, lalu tersenyum tipis.“Aku hanya mengikutimu saja.”Senyuman lega terbit di bibir pria itu.“Kalau begitu, kita kembali.”Ming Yue mengangguk pelan. Mereka berdua lalu membungkuk sopan.“Kami masih ada pekerjaan lain yang harus dilakukan, Yang Mulia. Jika berkenan, kami permisi lebih dulu,” ujar Ming Yue pamit.“Terima kasih banyak atas penghargaan Anda,” tambah Qiang Jun.Qiang Mingze terpaku sesaat. Dalam hatinya, sempat berharap. Tapi akhirnya ia menghela napas panjang sambil memijat pelipisnya.“Baiklah. Kalian boleh pergi,” balasnya mengizinkan.Pasangan itu pun bangkit. Dan melangkah pergi meninggalkan aula yang masih sedikit ribut karen

  • Kehidupan Kedua: Istri Pangeran Cacat Menuntut Balas   Bab 130

    Hari-hari berlalu, bulan berganti. Sudah cukup lama setelah hari eksekusi Qiang Yuze, beserta pengikutnya yang ikut dihukum.Rasanya terlewat begitu saja dengan damai.Organisasi milik Pangeran kedua telah resmi berubah menjadi Qin Ai Yue. Dan bisnisnya berkembang lebih pesat.Qiang Jun berjalan menuju kamar istrinya. Namun ketika pintu terbuka, ia hanya menemukan Xiao Lin yang sedang merapikan tempat tidur.“Di mana Yue?”Xiao Lin menoleh dan menjawab.“Nona berada di kuil, Tuan.”Qiang Jun menghela nafas panjang.Ming Yue jadi lebih sering berada di kuil. Terus berusaha memecahkan kode dari gulungan kertas pemberian Ayahnya.Qiang Jun segera bergegas pergi ke kuil.Kuil yang berada di puncak gunung itu kini sudah direnovasi oleh orang-orang Qin Ai Yue.Selain bangunan kuil utama, di bagian belakang ternyata terdapat pula rumah para pelayan dewa. Taman yang rindang, juga perpustakaan penyimpanan manuskrip lama.Tempat itu kini jauh lebih hidup. Bahkan beberapa anggota Qin Ai Yue memut

  • Kehidupan Kedua: Istri Pangeran Cacat Menuntut Balas   Bab 129

    Ming Yue merapatkan bibirnya, mencoba menahan senyuman.‘Sudahlah. Dari pada dia terus merajuk,’ pikirnya pasrah.Perlahan, kedua tangan terulur merangkul lengan Qiang Jun yang ada di atasnya.“Baiklah,” bisiknya lembut. “Akan kutemani kau semalaman.”Seketika mata Qiang Jun berkilat penuh semangat, bahkan sedikit liar. Ia tidak menunggu sedetik pun.Dengan cepat pria itu menunduk dan meraup bibir Istrinya. Mencium dengan rakus. Melumat habis setiap helaan napas Ming Yue.Lidahnya membelit, menuntut, seolah ingin menandai bahwa wanita itu adalah miliknya seorang.Tangan Qiang Jun turun. Menarik satu kaki Ming Yue ke atas tubuhnya dan mencengkeram dengan posesif.‘Di kehidupan kali ini, kau hanya perlu melihatku. Hanya aku,’ gumamnya dalam hatiMembuat ciumannya semakin dalam, sedikit brutal namun dipenuhi cinta yang membara.Hari-hari berlalu. Sudah satu minggu sejak kaisar menunda hukuman Qiang Yuze.Akhirnya, para bangsawan kekaisaran berkumpul di aula pengadilan. Beberapa warga pun

  • Kehidupan Kedua: Istri Pangeran Cacat Menuntut Balas   Bab 128

    Ming Yue berhasil keluar dari istana secara diam-diam. Langkahnya ringan seperti bayangan.Ming Yue teringat memiliki janji dengan seseorang. Dan sesuatu yang harus ia pastikan sendiri.Hingga akhirnya tiba di dekat gerbang penjara kerajaan.Seperti yang pernah Ming Yue lakukan sebelumnya, dia menyebarkan asap untuk membuat mereka tertidur sementara.Setelah beberapa saat, Ming Yue melesat masuk dengan cepat. Dia pergi ke sel penjara Qiang Yuze berada.Dan saat berdiri di depan jeruji, langkahnya berhenti. Sesaat, Ming Yue terdiam.‘Cih. Apa dia secepat ini mati?’ pikirnya. Berdecak kesal.Namun masih ingin dia pastikan.Kondisi Qiang Yuze sangat menyedihkan.Dengan wajah pucat, dan tubuhnya terkulai terlihat sekarat. Darah masih menetes perlahan dari luka di lengannya.Ming Yue berjongkok dan memeriksa nadinya. Masih ada, walau tipis. Bagai nyala lilin yang sebentar lagi padam.Ming Yue mengembuskan napas, kemudian menggigit ujung jarinya. Setetes darah muncul, dan ia memberikannya p

  • Kehidupan Kedua: Istri Pangeran Cacat Menuntut Balas   Bab 127

    “Kenapa dia?” tanya Ming Yue. Masih terlihat tenang.An Rong menarik nafas.“Pangeran kedua bertengkar dengan Kakakku, sampai mengeluarkan pedang.”Mendengar hal itu, Ming Yue mengernyit. Tanpa berkata lagi, ia bergegas menuju halaman belakang. An Rong mengikuti dari belakang.Begitu tiba di area tanah luas dekat gazebo, mereka mendengar denting besi tajam. Dua orang tengah bertarung cukup serius. Dengan ekspresi sama-sama kesal.Ming Yue berhenti di dekat kakaknya, Ming Hao. Serta dua pria kembar yang berdiri santai seolah menonton pertunjukan.“Kenapa kalian hanya diam? Bukannya menghentikan mereka?” tegur Ming Yue.Ming Hao menaikkan kedua bahunya santai.“Biarkan saja. Ini menyenangkan,” katanya. Sambil mengunyah camilan.“Awalnya kita sedang main kartu. Tapi Kakak kedua selalu kalah,” ujar Qiang Shen.“Dan dia memergoki An Beiye ternyata curang. Akhirnya marah dan langsung menghajarnya, sampai jadilah seperti sekarang,” sambung Qiang Rui menjelaskan.Ming Yue memejamkan mata sing

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status