Share

Bab 2a

"Dimana Kalista?" suara dingin yang bertanya memiliki nada datar tanpa intonasi apapun. Hal tersebut membuat orang-orang tak bisa menebak apa yang sebenarnya dipikirkan oleh si penanya.

Meski begitu, bukan berarti pelayan yang berstatus rendah berani membuat tebakanya sendiri. Mereka yang ditanya tentu harus menjawab dengan hormat tanpa mendiskreditkan pihak yang bertanya ataupun subyek yang ditanyakan.

Seperti yang dilakukan oleh pelayan senior yang tengah ditanyai, "Nona muda sedang berada di perpustakaan, Tuan besar."

Nada hormat dengan sikap yang rendah hati. Itulah yang harus dilakukan seorang pelayan yang bekerja untuk tuanya.

Berbeda halnya jika mereka tengah berhadapan dengan seorang tamu. Boleh bersikap hormat, namun jangan merendahkan diri sendiri. Karena di hadapan orang luar, sikap para pelayan mewakili bagaimana status tuan yang mereka layani.

"Aku mengerti." balas pemuda yang dipanggil tuan besar.

Setelahnya, pemuda itu segera beranjak untuk pergi. Tak memberikan pandangan kedua bagi pelayan yang ditanyai.

***

Akhir-akhir ini, Devondion merasa keponakanya bersikap aneh. Gadis itu sekarang berubah menjadi lebih manis dan perhatian.

Setelah kematian suami dan kakak perempuanya, keponakanya menjadi gadis yang sangat pendiam. Ia menolak siapapun yang mendekat. Termasuk dirinya, paman dari pihak ibu.

Dia memaklumi hal tersebut. Lagipula, anak mana yang tidak terkejut dengan kematian mendadak kedua orang tuanya. Tentunya dibutuhkan waktu untuk menenangkan diri.

Dua minggu. Sudah dua minggu Ia menemani gadis cantik itu di Villa Keluarga Ruliazer yang jauh dari ibu kota. Selama itu, keponakanya selalu mengurung diri di dalam kamar.

Ia menolak untuk makan dan minum. Bahkan walau sekedar keluar guna mencari udara segar. Puncaknya adalah ketika gadis cantik itu jatuh sakit terkena demam.

Musim dingin membuat daya tahan anak-anak melemah. Dengan kondisi tubuh dan penolakan merawat diri, hanya butuh waktu bagi keponakanya untuk jatuh sakit.

Walau tak mau mengakui, namun Ia benar-benar tidak berdaya ketika menghadapi keponakanya. Jika terlalu keras, dia khawatir akan membuat gadis kecil itu takut. Namun kalau terlalu lembut, dikhawatirkan kejadian dimana gadis itu jatuh sakit akan terulang kembali. Meski sudah meluangkan banyak waktu untuk berpikir keras, dirinya belum menemukan jawaban untuk pertanyaan yang satu itu.

Namun setelah terbangun dari demam tinggi, keponakanya mulai berubah. Ia tak tahu bagaimana menjelaskanya. Keponakanya terasa memiliki atmosfer asing namun juga familiar secara bersamaan. Contohnya seperti saat sarapan pagi ini.

"Paman.."

"Bagaimana kabar Paman hari ini? Apa Paman tidur dengan nyenyak?"

"Aku meminta dapur untuk membuat pancake kesukaan paman. Silahkan nikmati makananya." senyum lembut digunakan dengan baik.

Lihat. Bagaimana mungkin gadis kecil berusia sebelas tahun bisa melakukan senyum sempurna seperti orang dewasa. Bahkan kata-kata yang digunakan memiliki sentuhan wanita paruh baya yang telah lama menikah. Berkat itu, Ia merasa diperlakukan seperti seorang yang lebih muda.

Sedangkan pada malam hari.

"Paman.."

"Aku tidak bisa tidur. Bisakah Paman membacakanku sebuah buku cerita?" gadis cantik yang memakai piyama anak-anak meminta dengan manis.

Kalista, keponakanya tersayang. Seseorang yang telah mempelajari berbagai rumus rumit yang Ia tidak ketahui artinya. Menatapnya dengan wajah polos tak berdosa. Jadi, bagaimana mungkin dia bisa menolaknya.

Walau telah lama tinggal di barak ksatria, Ia selalu bertukar surat dengan kakak perempuanya. Dia menyayangi saudara perempuan dan kakak iparnya. Tentu saja, Ia juga berharap bisa dekat dengan keponakanya.

Dan sekarang, harapanya benar-benar terwujud. Walau dirinya tak tahu harus bagaimana menyikapi perilaku tak biasa keponakanya, namun Ia senang melihat perubahan gadis cantik itu. Setidaknya, keponakanya menjaga dirinya dengan baik.

Namun diam-diam, Ia tetap mengawasi. Bukan bermaksud untuk buruk sangka. Hanya saja, beberapa kenalanya pernah berkata jika seseorang akan mencapai vitalitas puncak beberapa saat sebelum kematian.

Saat itu dia hanya mentertawakan mereka karena masih mempercayai mitos palsu. Lagipula, bagaimana mungkin orang yang akan segera meninggal menjadi sehat bugar. Jika orang tersebut sekarat, dia mungkin akan mempercayainya. Karena bagaimanapun juga, hal tersebut terdengar lebih masuk akal.

Namun kini, entah mengapa dia mulai mengingat rumor-rumor tak berguna itu. Hal tersebut membuatnya was-was setiap saat karena mengkhawatirkan satu-satunya keponakan yang Ia miliki. Tatapan Devondian kemudian jatuh kepada gadis kecil yang sedang membaca buku dengan tenang.

'Aku selalu berdo'a untuk kebahagiaanmu, Kalista.' batin mantan ksatria kerajaan itu.

Setelah memastikan keponakanya selamat sampai tujuan, lelaki berusia tiga puluh dua tahun tersebut berbalik. Sebagai pemegang jabatan Duke sementara, Ia masih memiliki banyak tugas yang harus diselesaikan.

Semuanya harus berjalan lancar sampai keponakanya berusia cukup umur untuk mewarisi gelar kedua orangtuanya. Tak akan Ia biarkan orang-orang serakah itu mencuri satu sen pun dari kekayaan yang ditinggalkan oleh kakak perempuan dan ipar lelakinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status