Share

BAB 4. SIAP BERAKSI KEMBALI

“Apa maksud Anda, Kapt?”  Danu kebingungan saat melihat rahang Barra mengeras dengan sorot mata diliputi amarah.

“Di mana kamu berdinas sekarang?”

“Siap, saya sekarang dialihkan ke detasemen kemarkasan daerah , Kapt.”

Jack berdiam sejenak kemudian dia pun memberi intstruksi.

“Tolong carikan aku nomor kontak Jenderal Ramses, atau prajurit wanita yang bernama Marissa.  Setelah itu hubungi aku.”

Jack mengeluarkan sebuah ponsel edisi lama hingga Danu terkejut ketika melihat alat komunikasi seorang  atasan adalah tipe yang sekarang saja sudah tidak diproduksi lagi. Ingin tertawa tapi Danu menyadari penampilan Barra diluar prediksinya, dan dia tidak berani menanyakannya.

Danu mengambil ponsel Barra dan memasukkan nomonya sendiri kemudian melakukan panggilan ke ponsel pribadinya.

“Anda mengenal Jenderal Ramses, Kapt?”  tanyanya seraya mengembalikan ponsel Barra.

“Lekaslah kembali setelah memastikan istrimu dalam keadaan aman.  Aku akan menghubungi setelah bertemu dengan Jenderal Ramses.”

Jack mengedarkan padangannya ke arah kapal yang terlihar akan segera berangkat.

“Ayo, kuantar kalian masuk!”  Jack membantu membawa barang Danu meskipun beberapa kali ditolak namun Jack tidak peduli.

Dalam hati Jack merasa iba dengan kondisi Danu, jika ini semua adalah benar seperti yang pernah disampaikan oleh Ramses maka terlalu jahat sekali sosok pengkhianat ini.  Jack sudah kehilangan sang ibu, dan dia tidak tega jika melihat Danu harus kehilangan istrinya.

Untuk menghadapi pecundang, adakalanya perlu mengikuti permainan licik mereka.

***

Marissa terkejut ketika sedang mengawal istri Ramses, ponselnya berbunyi.

“Siapa, Cha?”  tanya Mella – istri dari Jenderal Ramses.

“Icha tidak tahu Bu, ijin mengangkat.”  Mella menganggukkan kepala.  Kemudian Marissa pun mengakat  panggilan dari nomor asing.

“Selamat siang,”  sapa Marissa sopan.

Sedetik kemudian mata wanita manis tersebut terbelalak dan ada pijar bahagia di pupil matanya.

“Baik, Kapt.  Akan saya kirim via pesan –“

“Hah?  Siap bagaimana, Kapt?  Oh – baiklah, nanti saya hubungi Anda saat sudah sampai kediaman.  Terima kasih sudah menghubungi,”  ucap Marissa segera.

Mella memperhatikan interaksi tersebut seraya tersenyum.  Sebab sudah lama Mella ingit melihat pancaran bahagia singgah kembali pada sosok prajurit wanita tersebut.

Mella masih ingat kehancuran dan kesedihan Marissa saat kehilangan suami dan anak dalam waktu bersamaan.  Sejak itu hidup Marissa fokus pada pekerjaan hingga Ramses mengambil Marissa sebagai anak angkat sekaligus untuk melindungi sang istri.

“Wah siapa hayo,”  goda Mella setelah sambungan telepon berakhir.

“Itu Bu, Kapten Barra –“

“Ohh, pria gagah yang terluka dan kamu rawat hingga sembuh ya?”  Mella berseru ikut gembira, terlebih saat melihat semu merah merona menjalari pipi Marissa.

“Kenapa?  Ingin bertemu Bapak?”  tanya Mella lebih lanjut.

“Siap, betul Bu.”

Mella melemparkan senyum penuh arti.  Sudah menganggap Marissa sabagai anak, tentu wanita istri Jenderal bintang tiga tersebut mempunyai rencana tersendiri.

Tiga puluh menit berlalu, Jack atau Barra kini sudah berganti pakaian.  Dia sabar menunggu Marissa akan menghubungi dirinya. Matanya melihat ponsel lama miliknya, di mana alat komunikasi tersebut hanya mampu menerima panggilan sementara tidak mempunyai aplikasi pesan sebagaimana sebelumnya.

Jack tersenyum tipis ketika melihat nama Marissa memanggil.

“Ya,”  jawabnya singkat.

Jack terlihat mendengar dengan seksama dan tak lama menutup panggilan tersebut kemudian lekas berlalu pergi.

Marissa memberikan alamat serta penunjuk jalan yang mudah untuk ditemukan oleh Barra, wanita tersebut yang menjemput Barra ketika sudah sampai di gerbang perumahan khusus perwira tinggi militer Darlan.

Kini Jack sudah berhadapan dengan Ramses di dalam ruang pribadi jenderal tersebut.

“Jadi apa keputusanmu?” tanya Ramses seraya menyunggikan senyum tipis namun tetap terlihat berkarisma.  Auranya memang laksana pemimpin yang sedang mendengarkan anaknya.

“Apa benar saya masih tercatat sebagai Militer Negera Darlan?”

“Tentu saja,” jawab Ramses cepat.

“Lantas di mana saya akan bertugas?”

“Pasukan rahasia.”

“Apakah bisa saya mengajak serta anak buah saya yang sama-sama di korbankan saat tragedi tahun lalu?”

“Tentu saja, pilih anggota terbaikmu. Karena kamu akan bertindak sebagai komandan timnya.”

Jack yang adalah seorang porter kini sudah tidak ada, Barra sang prajurit siap beraksi.

“Apa yang menyebabkanmu berubah pikiran?”  Ramses penasaran, sebab keteguhan lelaki muda di hadapannya ini terlihat begitu sulit untuk ditembus.  Jika tiba-tiba dia sendiri datang menerima tawaran ini pasti ada yang sudah mengetuk jiwa patriotismenya.

“Saya sudah kehilangan ibu setelah tragedi itu, kemarin saya bertemu Danu dan melihat bagaimana istrinya mengalami gangguan sebab adanya konspirasi jahat yang dilakukan oleh sosok besar.”

“Sosok besar?”

“Siap, dan sosok itu adalah orang yang terakhir menjadi tempat saya untuk mencoba membela anak buah saya.  Bukankah Anda mempunyai kekuatan yang besar juga, Jenderal.”

Ramses tertegun mendengar penuturan Barra.  Jenderal bintang tiga tersebut segera mengetahui bahwa Barra dan anak buahnya mengetahui suatu bukti tentang keterlibatan sosok besar yang bisa ditebak adalah petinggi militer juga.

“Siapa dia?”  tanya Ramses pada akhirnya.

“Sekarang saya belum mengetahui identitasnya tapi saya akan segera mengetahuinya ketika saya kembali pada kesatuan saya.”

Prok. Prok. Prok.

Ramses bertepuk tangan bangga.

“Selamat datang di kesatuanmu anakku.  Negara ini membutuhkanmu dan juga prajurit terbaik lainnya.  Kejahatan akan selalu merajai jika tidak ada yang menghentikannya.  Mari kita hentikan keangkaraan dan pengkhianatan terhadap negara.”

“Siap, Jenderal.  Kapten Barra Sena Dirgantara siap mengemban tugas bersama demi bangsa.”

“Marissa, bawakan semua perlengkapan Kapten Barra.”  Ramses berbicara melalui alat komunikasi antar ruangan.

Tak lama kemudian, masuklah Marissa dengan membawa koper besar dan juga sebuah kotak.  Lantas wanita itu menyerahkan pada Barra.

“Apa kamu tidak pensaran mengapa kamu masih hidup setelah penembakan tersebut?”

Barra yang sibuk memeriksa barang apa saja yang diberikan padanya seketika berhenti dan memandang pada Ramses.

“Dia, dialah yang membawamu padaku setelah tanpa sengaja mendengar seseorang memerintahkan membunuhmu.”

Barra tercekat kemudian mengalihkan padangannya pada Marissa.

“Dan dia juga yang merawatmu sampai dengan siuman,”  ucap Ramses penuh arti.

Melihat ekspresi Barra, Ramses dapat menduga lelaki itu tidak membaca seksama berkas yang pernah dia baca sebelumnya.

“Terima kasih,”  kata Barra setelah terdiam beberapa lama.

Tapi mengapa semua perlengkapan pribadi ada pada wanita ini pikir Barra,  masih banyak yang mengganjal di benaknya namun dia enggan bertanya lebih lanjut. Saat ini yang menjadi fokus utama adalah membalaskan dendamnya pada sosok yang sudah berani mengkambinghitamkan dirinya bersama kesepuluh anak buahnya.

Entah bagaimana kabar mereka, yang pasti dia kembali untuk menegakkan kebenaran.

“Kapt, ini kartu ATM Anda, selama ini Anda masih menerima gaji bulanan.”  Marissa memeberikan sebuah kartu.

“Bagaimana bisa kartu ini ada padamu?”  akhirnya Barra meluapkan rasa penasarannya.

Ramses tertawa melihat interaksi keduanya, sementara Barra bergantian memandang antara Ramses dan Marissa bergantian.

“Aku mengaturnya, yang penting sekarang adalah persiapkan dirimu untuk kembali.”

“Siap Jenderal. Darah merahku dan putih tulangku sudah siap untuk kembali.”

“Demi apa?”

Barra mengepkan tangannya, “Demi ayah, ibu dan juga negeri Darlan ini.”

Ramses berdiri, melangkah mendekati Barra, kemudian memeluk tubuh lelaki yang bisa dikatakan adalah anaknya juga, sebab dia putra dari sahabat terbaiknya.

“Wah ternyata gagah sekali anak menantuku ini,”  seru seorang wanita tiba-tiba.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status