Beranda / Romansa / Kemilau Senja / Sikap yang Berubah-Ubah

Share

Sikap yang Berubah-Ubah

Penulis: Oktafia Ningsih
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-07 19:39:21

Aku menanggapi semua itu dengan tenang dan tetap lembut dalam bertutur kata, menghormati dia sebagai suamiku. Ya, meski aku tidak dianggap dan dihargai. Setelah dirinya merasa tenang, kemudian Mas Nando pun mencoba untuk berbicara lagi.

"Apa ada yang ingin kamu tanyakan lagi?"

"Tidak Mas, Nandini nurut," sahutku

"Ya sudah, ini sudah malam, kamu istirahat saja," ucapnya sambil melangkahkan kaki ke luar.

"Mas Nando mau ke mana?" tanyaku.

"Keluar sebentar, ke depan rumah," singkatnya.

"Oh ya, Mas. Nanti Mas Nando tidur di mana? Di kamar Nandini juga tidak ada sofa," sahutku memberanikan diri untuk bertanya seperti itu.

"Ya, tidur di sini, bolehkan?" Dia mengucapkannya sambil tersenyum. Aku ingin kamu selalu memberikan senyuman itu Mas Nando

"Hmm, maksudnya Mas?" jawabku yang merasa bingung, karena dia tadi menegaskan kalau tidak akan tidur dalam satu kamar denganku, kenapa sekarang dia berkata sebaliknya.

"Untuk sementara waktu, sebelum kita pindah ke rumahku, aku akan tidur seranjang dengan kamu. Apa kamu merasa keberatan?" ujarnya dengan tampang datar, yang kali ini tidak terlihat lagi senyum di wajah.

"Mmm, enggak kok, Mas, tidak keberatan," ucapku dengan malu menanyakan hal tadi yang tidak seharusnya aku tanyakan. 

"Tenang saja, saya tidak akan melakukan macam-macam, mungkin juga hanya pelukan, karena biasanya jika tidur, saya selalu peluk erat guling," ucapnya dengan senyuman yang sangat manis.

"Jadi aku cuma dijadiin guling nih," gerutuku dalam hati.

"Iya Mas, Nandini nurut," ucapku sembari tersenyum malu.

"Saya hanya tidak ingin membuat kamu takut, karena sebenarnya saya tidak sejahat yang kamu pikirkan," ujarnya sambil menatapku begitu dalam. 

"Iya, Mas. Terima kasih sudah berusaha menghargaiku," ucapku dengan lembut.

"Iya sama - sama, saya salut sama kamu, karena kamu orangnya tidak mudah terpancing emosi, kamu tadi cukup membuat saya malu karena tidak bisa menahan emosi yang ada dalam diri saya," ucapnya dengan senyum yang semringah.

"Dasar orang aneh, tadi marah-marah, sekarang tebar pesona," gerutuku dalam hati.

"Iya, Mas. Karena Nandini sudah terbiasa menahan amarah, lagian untuk apa juga meluapkan emosi, kita sendiri juga akan merasa rugi," ucapku dengan tutur kata yang lembut. Membuat Mas Nando menatapku lekat.

"Iya, Nandini. Maafkan ucapan saya yang kasar ke kamu tadi ya, saya juga telah salah menilai kamu," ucapnya yang kali ini ia bicara dengan lembut, membuat hatiku senang, seolah luluh dengan semua ucapannya.

"Iya, Mas, tidak apa-apa, Nandini memakluminya," sahutku dengan senyuman.

"Ya sudah, saya keluar sebentar ya, kamu bisa istirahat dulu kalau memang kamu sudah ngantuk," katanya dengan lembut.

"Iya Mas, terima kasih ya," sahutku dengan lembut.

"Terima kasih buat apa lagi?"

"Sudah mau menjadi temanku." Spontan saja aku mengucapkan kata teman, ya memang dia sendiri tidak menganggap aku sebagai istri, tapi tidak masalah kalau teman dulu, aku dan Mas Nando juga baru saling mengenal.

"Iya, Nandini, maaf ya kalau kita hanya bisa menjadi teman," ucapnya dengan nada gelisah.

"Tuh 'kan, benar dia menganggapku hanya sebagai teman," gumamku dalam hati.

"Iya, tidak apa-apa kok Mas, menjadi teman juga sudah cukup membuatku bahagia, terima kasih." ucapku yang kali ini dengan lebih lembut.

"Iya, kita teman, teman serumah, teman tidur, teman segala aktivitas. Terima kasih juga karena kamu sudah mengerti keadaanku, Nandini, kamu adalah wanita yang baik, bahkan yang paling baik yang pernah saya temui," ujarnya dengan lembut membuatku kagum .

"Apa tidak salah Mas Nando bilang begitu, aku wanita paling baik yang pernah dia temui, lalu bagaimana dengan pacarnya yang bernama Alesha itu, apa dia tidak baik ya?" gumamku dalam batin.

"Katanya mau ke luar Mas?" sahutku mengingatkan Mas Nando yang tadinya bilang ingin ke luar ke teras, tapi tidak kunjung keluar, malah duduk mendekatiku.

"Tidak jadi deh, Nandini. Saya kok merasa nyaman bicara sama kamu, kenapa dari tadi enggak gini aja ya, malah saya yang terpancing emosi," ucapnya sembari duduk mendekatiku.

"Iya, Nandini paham kok, ngerti gimana perasaan Mas Nando," ucapku dengan lembut.

"Suara kamu lembut banget, hampir aja aku terpesona sama nada bicara kamu."

Masyaallah langsung meleleh deh.

Menurutku Mas Nando ini sikapnya memang aneh, kadang ngeselin, nyebelin, tapi kalau sudah berkata lembut aku bisa langsung tunduk padanya.

"Mas Nando bisa saja. Nah, ngobrol begini kan enak Mas, tidak bikin emosi," ujarku sembari melempar senyum

"Iya, kamu benar, Nandini, bicara kamu itu bikin tenang, emosiku saja langsung hilang, saya jadi khawatir kamu bisa membuat saya takluk. hehe," candanya yang bikin dag dig dug

"Ya, kalau seumpama bisa sih, aku ingin membuat kamu takluk Mas," ujarku yang kini mulai terbiasa tidak merasa canggung lagi.

"Tapi sepertinya tidak akan bisa deh."

"Kenapa begitu Mas? Selagi ada usaha 'kan pasti bisa," ucapku dengan senyum semringah. Kali ini Mas Nando bisa meluluhkan hatiku, emosiku pun tiba-tiba langsung hilang begitu saja.

"Saya juga tidak tahu, kenapa saya bisa jadi seperti ini, Nandini," ucap Mas Nando sambil menunduk berpikir.

"Kenapa Mas?" ucapku lembut, seraya menepuk pundaknya. Aku tersadar dan langsung menurunkan tangan,

"Duh, bener-bener aku ini, kenapa bisa kelepasan begini, diperhatikan sedikit saja sudah langsung bertindak aneh." Pikiranku yang mulai tidak karuan.

"Maaf ya, Mas, kelepasan." Aku langsung minta maaf pada Mas Nando, khawatir membuatnya marah atas tindakanku ini, yang langsung saja refleks menepuk pundaknya pelan.

"Iya tidak apa-apa kok, Nandini, sepertinya kamu refleks, tapi tangan kamu lembut juga ya," ucapnya dengan lembut dan tersenyum nakal.

"Mas Aldo bisa saja, sudah ah, Nandini jadi malu," ucapku sambil nunduk. Spontan saja Mas Nando menengadahkan daguku dan mengarahkannya di dekat wajahnya. Dekat sekali, dadaku pun merasakan degupnya yang sangat kencang.

"Kamu cantik, tapi kecantikan kamu sangat alami," ucapnya dengan lembut sambil menatapku sangat dalam. Hingga dengan spontan aku memejamkan mata.

Tanpa kusadari tiba-tiba Mas Nando  mengecup bibir mungilku, sontak saja aku kaget dan membuka mata.

"Tutup aja lagi mata kamu, boleh 'kan saya--" Belum dilanjutkan ucapannya, Mas Nando kembali mencium bibirku. Aku yang baru pertama kali melakukannya, membuat jantungku berdetak kencang. Hal ini membuatku nyaman. Namun, penuh pertanyaan.

"Maaf, sepertinya saya juga telah kelepasan," ucapnya.

Aku hanya bisa diam menata lagi hatiku, baru saja aku merasakan sakit hati sekaligus perasaan yang sulit untuk diterjemahkan, entah ini cinta atau apa, tapi aku merasa nyaman dengan perasaan ini, aku berharap bisa terus seperti ini.

Ternyata Mas Nando tidak segalak yang aku pikirkan, bahkan dia bisa lembut. Ayah pernah bilang kalau Mas Nando memang tidak pernah bisa marah sama perempuan, Mas Nando adalah pria yang selalu menghargai dan menghargai wanita, sikapnya lembut dan penuh perhatian. Mungkin benar apa yang ayah katakan

Namun, rasanya belum puas kalau Mas Nando belum bisa menjadi milikku seutuhnya. Bayangan-bayangan akan Alesha pacar Mas Nando sering membuatku cemas, akankah rumah tangga kami bisa membaik atau malah semakin buruk ke depannya.

"Kamu berhasil membuat saya takluk, Nandini, padahal baru pertama kali saya berinteraksi dengan kamu, apalagi kalau setiap hari saya harus bertemu kamu, dengan status kamu yang menjadi istri saya, hal ini membuat saya cemas, Nandini," ujarnya dengan ekspresi cemas.

"Cemas kenapa Mas, apa yang Mas Nando khawatirkan?" ucapku dengan lembut dan sesekali menatap matanya yang tertunduk.

"Tidak, Nandini. Saya hanya mengingat Alesha, perempuan yang telah saya kenal cukup lama, saya mencintainya dan dia juga mencintai saya, tapi dia juga belum bisa membuat saya takluk seperti ini, jujur Nandini, barusan itu ciuman pertama saya," ujar Mas Nando sembari menatapku dengan penuh kelembutan.

"Jadi, Mas Nando belum pernah ciuman, meski sudah memiliki pacar yang dia bilang mencintainya," gumamku dalam hati.

"Heran juga ya, kenapa dia bisa kelepasan gitu langsung cium aku, padahal aku 'kan baru ia kenal, apalagi dia sempat emosi tadi," gumamku dalam hati seakan bingung dengan perilaku Mas Nando barusan.

"Nandini, kok malah bengong sih. kamu dengerin saya bicara tidak sih?" tanyanya dengan nada kesal.

"Iya, dengar kok, Mas," ucapku agak kaget, karena barusan aku telah memikirkan yang tidak-tidak.

"Saya itu hanya menjelaskan saja, biar kamu tidak berpikir macam-macam mengenai diri saya," ucapnya dengan kembali lembut.

"Tidak kok, Mas. Nandini sama sekali tidak berpikir macam-macam kok, bukan hak Nandini juga mengurusi kehidupan Mas Nando dengan memikirkan yang belum tentu kebenarannya," ujarku.

"Meski saya dan Alesha telah lama berpacaran, kurang lebih sekitar lima tahun. Saya mulai menyukainya dulu saat kami masih kuliah di kampus yang sama. Namun, berbeda jurusan,  pada saat itu Alesha adalah adik semester saya. Meski sudah pacaran lama, kami hanya sering mengobrol biasa, paling juga cuman pegangan tangan, hanya itu yang kami lakukan, saya tidak ingin menciumnya bahkan memeluknya juga belum pernah saya lakukan, meski terkadang Alesha menginginkannya. Namun, saya mencoba untuk menjelaskan baik-baik. Saya sangat menghormati wanita, Nandini, saya tidak mau melakukan hal yang belum berhak saya lakukan, saya inginkan itu saat saya sudah menikah nanti, eh malah saya langsung lakukan itu ke kamu, enggak tahu juga kenapa bisa begitu. Maaf ya, Nandini," ucapnya dengan nada bersalah telah kelepasan menciumku.

"Iya, tidak apa-apa kok, Mas, 'kan memang Nandini telah menjadi istri Mas Nando, agama saja tidak melarangnya Mas, bahkan mewajibkannya," ucapku dengan lembut sambil menatapnya dengan malu.

"Wajib ya?"

"Iya, 'kan memang hukumnya wajib Mas," ucapku dengan heran, masa iya Mas Nando tidak paham akan kewajiban dalam pernikahan.

"Kalau wajib boleh dong diulangi sekali lagi?" ucapnya dengan lembut sambil terus saja menatapku.

Aku terdiam, dan menundukkan pandangan, gejolak di hatiku memang menginginkannya lagi, tapi aku sendiri masih sangat malu untuk mengakuinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nery Li
kok ceritanya jd ga jelas gini......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kemilau Senja    Suamiku Lebih Mementingkan Aleesha

    Makanannya telah ia habiskan,aku menuangkan air minum di gelas dan aku berikan padanya."Ini Mas, minumnya.""Iya, makasih ya, sayang, kamu sudah melayaniku dengan baik," ujarnya sembari menerima segelas air minum dari tanganku."Iya, sama-sama, Mas. Meski rumah tangga kita tidak bisa berjalan dengan lama, setidaknya aku bisa membuat Mas Nando bahagia bersamaku, itu sudah cukup membuatku puas kok, Mas," jawabku dengan menunduk."Iya, makasih ya, Nandini. Maaf kalau aku belum bisa bahagiain kamu. Saat ini belum bisa mencintai kamu, tapi entah dengan perhatian kamu selanjutnya, mungkin saja bisa membuat hatiku luluh," ujar Mas Nando sembari menatapku lembut dan memberikan senyuman manisnya.Berarti aku masih ada kesempatan untuk memenangkan hatinya karena Mas Nando sendiri yang telah memberikan aku kesempatan itu."Aku akan pergunakan kesempatan itu dengan baik, Mas," jawabku sembari tersenyum manis."Iya Nandini.""Mana tadi kat

  • Kemilau Senja    Soto Betawi Menghangatkan Suasana

    "Sudah azan Maghrib nih, Bi, sholat dulu yuk.""Iya Mba Nandini, ini Bibi juga mau ambil air wudu."Aku telah selesai menyetrika pakaian, sambil ngobrol nggak terasa capeknya. Aku pun bergegas mengambil air wudu dan menjalankan ibadah salat Maghrib, dilanjut dengan muroja'ah hafalan Al-Qur'an, sejak masalah menghampiriku aku tidak fokus untuk memuroja'ah hafalan. Sekarang aku ingin lebih fokus lagi untuk muroja'ah hafalanku, agar tidak terlupa.Setelah salat dan muroja'ah hafalan Al-Qur'an, aku bersiap untuk memasak makan malam. Mas Nando pasti suka aku masakin soto betawi, pulang kerja pasti dia belum sempat makan. Aku beinisitif untuk membuatkan soto betawi yang super lezat. Khusus untuk suamiku.Aku memasaknya sendiri, sebenarnya sih Bi Inah ingin membantuku tapi aku mencegahnya. Ini saatnya aku melaksanakan tugas-tugasku sebagai istri yang baik. Karena sejak masalah ini menghampiriku aku merasa aku belum melakukan tugasku sebagai seorang istri, yaitu

  • Kemilau Senja    Bi Inah Membongkar Semua Rahasia

    Tugas mengajar hari ini telah terselesaikan. Aku mencoba mengubungi Mas Nando. Ya, barangkali suamiku mau menjemputku, tapi lagi-lagi tidak diangkat olehnya. Aku pun mengirimkan pesan whatsapp.[Mas, aku akan pulang bersama Mas Aditia ya, aku harap kamu tidak marah padaku] isi pesan dariku.Aku langsung menghubungi Mas Aditia, dan langsung saja tersambung, memang orang ini selalu sigap jika aku membutuhkan bantuannya."Assalamualaikum Mas Aditia.""Wa'alaikumussalam, Iya, Mbak Nandini.""Bisa jemput saya sekarang, Mas?""Bisa kok Mbak, segera meluncur.""Baiklah, terima kasih banyak ya* Mas Aditia, saya tunggu di dekat gerbang kampus," ujarku."Iya sama-sama, Mbak Nandini, ini saya langsung meluncur ke sana.""Iya Mas Aditia, hati-hati ya. "Wassalamu'alaikum.""Iya, Mbak Nandini. Wa'alaikumussalam."Aku pun menutup teleponnya dan berjalan ke dekat gerbang kampus untuk menunggu Mas Aditia di sana.

  • Kemilau Senja    Sulit Untuk Berbohong

    "Tenang, Nandini. Kamu harus tetap semangat, alihkan dulu masalah yang membebani pikiran, konsentrasilah untuk mengajar," gumamku dalam hati, menyemangati diriku yang mulai down."Assalamualaikum Naharukis sa'id thalibul ilmi." Aku mengucapkan salam kepada para Mahasiswa."Wa'alaikumussalam, said mubarok Ustazah, Nandini." Mereka menjawab salamku dengan serempak, seperti biasanya."Kayfa halukuma?" Aku menanyakan kabar mereka."Alhamdulillah ala kulli hal.""Kayfa haluk Ustazah Nandini?" tanya salah satu mahasiswi yang bernama Zakia."Alhamdulillah ana bi khoir," jawabku sembari melempar senyum manis."Sudah bisa kita mulai proses belajarnya?" ujarku menanyakan kesiapan mereka."Sudah siap, Ustazah." Mereka menjawabnya dengan serempak."Baiklah mari kita mulai proses belajarnya hari ini kita awali dengan bacaan basmalahya.""Bismillahirrohmanirrohim ... selanjutnya kita berdoa agar diberikan ilmu yang berman

  • Kemilau Senja    Kembali Mengajar

    Aku masuk ke ruang kerjaku. Di ruangan itu telah banyak dosen yang sudah datang. Ya, memang aku agak kesiangan, biasanya aku selalu datang lebih dulu dari mereka semua. Aku yang datang kesiangan pun menjadi bahan candaan mereka. Ya, maklum aku 'kan pengantin baru."Assalamualaikum." Aku masuk ke ruang kerjaku dengan mengucapkan salam."Wa'alaikumussalam." Para dosen menjawab salam dengan serempak.Mereka semua langsung saja menatapku, aku yang berdiri di antara tatapan mereka pun menjadi sangat malu, bagaikan aku ini seorang artis saja yang penuh sorotan dan tatapan penggemar."Eheeemm, pengantin baru sudah mulai masuk kerja nih?" goda salah satu rekan kerjaku yang bernama Bu Yulistya,"Iya, nih, apa jangan-jangan maksain kerja nih," sahut Pak Nawawi dosen paling Killer di sini, tetapi kali ini malah bisa bercanda."Nandini, kamu minta perpanjang cuti kerja juga pasti dibolehin kok, mengingat pasti lagi asyik-asyiknya menikmati b

  • Kemilau Senja    Gagal Ngambek

    "Jika kau akan pergi, mengapa kau datang, jika aku mencintaimu apakah itu salahku?"***Keesokan harinya, aku sengaja tidak ke luar kamar terlebih dahulu, hari ini aku bersiap untuk mengajar, aku sudah rindu dengan para mahasiswi, aku berangkat kerja akan tetap meminta tolong Mas Aditia untuk mengantar.Keegoisan Mas Nando sungguh tidak wajar, dia terlalu posesif, tak seharusnya dia cemburu dengan Mas Aditia, dia tidak mencintaiku kenapa dia harus cemburu? Aneh bukan?Aku masih menunggu di kamar, aku tidak akan keluar dari kamar sebelum Mas Nando berangkat kerja. Aku malas untuk membahas hal yang sama, yang bisa membuat moodku hilang, aku harus semangat lagi untuk mengajar, harus fokus. Jangan karena masalah ini membuatku jadi sulit berkonsentrasi penuh pada pekerjaanku. Aku harus kembali bersemangat, demi masa depanku dan kebahagiaanku sendiri. Apa aku egois? Aku rasa tidak.Terdengar suara langkah kaki seperti sedang berjalan ke arah

  • Kemilau Senja    Mas Nando Egois

    Belum sempat aku masuk ke rumah, Mas Nando tiba-tiba menghampiriku di luar yang masih ngobrol dengan Mas Aditia."Nandini, kamu sudah pulang sayang?" ucapnya sembari merangkul pundakku."Iya sudah kok, Mas.""Eh lo rupanya, Dit?" tanya Mas Nando yang kaget melihat Mas Aditia yang mengantarku pulang."Iya, Mas Nando," jawab Mas Aditia sembari membuka mobilnya lalu ke luar dari mobil."Nandini, kamu kok diantar pulang sama nih anak?" tanya Mas Nando sembari menatapku sinis, sepertinya dia marah."Iya, Mas. Mas Aditia ini kan sopir grab car," jawabku sembari tetap tersenyum padanya."Oh jadi lo sekarang jadi sopir grab car, Dit?" tanya Mas Nando pada Mas Aditia.Aku heran, mereka 'kan tetangga, Mas Aditia aja kenal baik, bahkan tahu semua tentang Mas Nando, tetapi Mas Nando malah tidak tahu kalau Mas Aditia kerjanya jadi sopir grab car, kan aneh aja gitu."Iya, Mas," jawab Mas Aditia singkat dan eksresinya agak gugup.

  • Kemilau Senja    Belanja ke Pasar

    Diteras kulihat Mas Aditia tengah duduk di kursi yang semalam dia tempati buat tidur."Assalamualaikum Mbak Nandini.""Wa'alaikumussalam warahmatullah. Sudah sedari tadi di sini ya, Mas?""Barusan kok, Mbak. Oh ya, ini bubur ayamnya, saya belikan dua, barangkali Mba Nandini suka nanti bisa nambah lagi.""Makasih ya, Mas, jadi ngerepotin," ucapku dengan lembut"Iya sama-sama* Mbak, nggak ngrepotin kok.""Mas Aditia nanti bisa antar saya ke pasar sebentar untuk membeli keperluan memasak, sudah habis semua.""Bisa kok, Mbak, sekarang?""Saya mau sarapan dulu, Mas, nanti saya hubungi kalau sudah siap berangkat""Oh baik, Mbak. Saya permisi pulang ya, mau sarapan juga sekalian mau cuci mobil dulu, " ujar Mas Aditia yg pamit pulang."Iya, Mas. Hati-hati, sekali lagi makasih ya, buburnya.""Iya dihabiskan ya!"Aku mengangguk."Ya sudah, Mbak. Saya pulang dulu. Assalamualaikum.

  • Kemilau Senja    Perhatian Mas Aditia

    Pagi yang cerah, aku Nandini, aku akan membuat suamiku sadar betapa berartinya diriku."Aku akan membuat kamu lupa dengan masa lalu kamu yang pahit itu Mas Nando," gumamku dalam hati."Astagfirullah, aku sampai lupa, bukankah tadi malam Mas Aditia telah menolongku, dan tidur di teras," gerutuku.Aku pun bergegas ke luar rumah untuk melihat apakah Mas aditia masih berada di sana ataukah sudah kembali ke indekos.Aku ke luar rumah, tidak ada siapa pun di sana, bantal dan selimut masih ada di kursi, lalu di mana Mas Aditia?"Mbak Nandini sudah bangun?" tanya Mas aditia menghampiriku."Iya, sudah sejak Subuh tadi, Mas, Mas Aditia dari mana?""Oh ini loh, Mbak, tadi itu saya pulang dulu, untuk sholat Subuh di masjid, karena saya masih ngantuk ketiduran deh di kamar indekos, bangun tidur saya inget, kalau saya pulang tadi belum pamit sama Mbak Nandini, saya berpikir pasti Mbak Nandini nyariin, makanya saya ke sini lagi Mbak," ujar Mas

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status