Kedua kaki Kinara terasa bergetar hebat, bersamaan dengan detak jantungnya yang berpacu melebihi kecepatan pada umumnya. Ia beranjak dari posisinya, dan mulai terlihatlah siluet seorang pria yang tengah bertelanjang dada, dengan membawa sebuah botol minuman di tangan kirinya.
"Jesica, kamukah itu, Sayang? Akhirnya kamu kembali padaku." Pria itu meracau tak jelas, entah siapa yang sedang dipanggilnya dengan sebutan Jesica. Kinara mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kamar, untuk mencari tahu barangkali ada orang selain mereka berdua di dalam kamar tersebut. Namun, tak ada seorang pun yang terlihat di mata Kinara, dan memang hanya ada dirinya serta pria bertubuh kekar itu saja di dalam kamar. "Jesica, jangan marah-marah terus seperti itu. Aku sedih kalau kamu selalu bersikap seperti itu kepadaku," racau pria itu lagi sambil melangkah semakin mendekati Kinara. Ia berjalan dengan sempoyongan, mungkin karena pengaruh alkohol yang sudah dikonsumsinya, dan sepertinya pria itu sudah menenggak minuman haram itu dengan porsi yang cukup banyak. Kinara tak dapat lagi menyembunyikan perasaan takutnya. Dadanya bergerak naik turun mengikuti deru napasnya yang juga tersengal-sengal, menahan rasa cemas karena takut kalau pria itu akan memarahi, bahkan mungkin menyiksanya lebih dari yang ia bayangkan sebelumnya. "Jesica, kenapa kamu hanya berdiri di situ? Kemarilah, Sayang. Ayo kita lalui malam ini bersama-sama." Pria mabuk tersebut melambaikan tangannya kepada Kinara, dengan kedua mata yang nyaris terpejam. Mengetahui bahwa pria itu sudah salah mengira dan menganggap bahwa dirinya adalah Jesica, tentu membuat tubuh Kinara semakin gemetar ketakutan. "Ma …. Maafkan saya, Tuan. Sa…. Saya hanya mengantarkan makanan Tuan saja," suara gadis itu tersendat, seakan tercekat di tenggorokan tanpa ia mampu meloloskannya. Kinara berniat untuk menunjukkan baki di atas meja yang tadi sempat dibawanya. Namun, sebelum ia berhasil menunjukkannya kepada pria bersuara garang tersebut, Kinara telah lebih dulu merasakan tangannya ditarik paksa, hingga membuatnya merintih kesakitan. "Aaa, apa yang Anda lakukan?" pekik Kinara ketika ia melihat bayangan pria itu semakin mendekati tubuhnya, bahkan dengan kasar menarik pergelangan tangan Kinara. Pria yang sedang berada dalam pengaruh alkohol itu segera menarik tubuh Kinara ke dalam pelukannya, hingga gadis cantik itu bisa merasakan tubuh kekar dengan otot-ototnya yang begitu liat, berada dalam balutan kulit yang terasa begitu halus saat tangan Kinara tak sengaja menyentuh dada yang tak mengenakan penutup tersebut. "Jesica, kembalilah padaku, Sayang. Aku sangat mencintaimu. Tolong jangan tinggalkan aku," bisik pria itu tepat di telinga Kinara, hingga hembusan napas hangatnya yang bercampur aroma alkohol itu menguar, membuat Kinara tiba-tiba merasa pusing. "Ma …. Maaf, Tuan. Saya bukan Jessica, tapi saya Kinara, dan hanya seorang pelayan di sini," balas Kinara dengan gugupnya, sebab ia merasa takut jika sampai pria yang nampak temperamen itu tiba-tiba saja mengamuk padanya. Namun, diluar dugaannya tiba-tiba saja pria itu justru tertawa terbahak-bahak mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Kinara. "Hahaha. Jesica, apa yang kamu katakan? Kamu adalah Jesica milikku, dan malam ini akan menjadi malam yang sangat berkesan untuk kita berdua." Pria itu menyeringai dengan kedua mata yang menatap intens kepada Kinara. Melihat tatapan lapar yang seakan siap untuk menerkamnya, membuat lutut Kinara kembali bergetar hebat. Debaran kencang di jantungnya sudah tak bisa ia kontrol lagi, terlebih ketika pria itu secara tiba-tiba meraih tengkuk Kinara dan menekannya dalam. Sebelum Kinara menyadari apa yang telah terjadi, pria itu sudah menautkan bibirnya terlebih dahulu pada bibir manis dan ranum milik Kinara. Gadis cantik yang tak mengerti apa-apa itu berusaha untuk berontak dan melepaskan diri. Namun, usahanya itu sia-sia saja, karena tenaga kecilnya tak bisa membuat tubuh kokoh itu bergeser sedikit pun. Ia tetap saja terkungkung dalam pelukan pria yang secara tiba-tiba memagut bibirnya dengan kasar. Air mata Kinara lolos begitu saja, ketika si pria kekar dengan rakus mengeksplor seluruh rongga mulut Kinara dengan lidahnya, bahkan bibir dari pria itu juga beberapa kali memberikan tanda berwarna merah muda pada leher Kinara. "Tu …. Tuan, ampun! Saya bukanlah wanita yang Anda maksud." Dada Kinara terasa sesak karena menahan tangisnya, meratapi nasibnya karena kini tubuh sucinya telah dijamah dengan begitu mudah oleh seorang pria yang bahkan sama sekali tak dikenalnya. Akan tetapi, rupanya pria tersebut semakin berhasrat ketika melihat gerakan dada Kinara yang naik turun, tampak sangat menggoda di matanya. "Kamu diam saja, Sayang. Dan kita nikmati malam ini, berdua saja. Tanpa adanya pengacau itu," bisik pria itu lagi. "Tuan, tolong jangan lakukan ini. Saya mohon, Tuan." Kinara bagaikan seorang pengemis yang tengah meminta belas kasihan, dan itu memang benar adanya. Bagaikan kesetanan, pria itu sama sekali tak mau menghiraukan permohonan gadis malang tersebut. Bahkan dengan kasar ia mulai mengangkat tubuh ramping Kinara, dan segera menghempaskannya ke atas ranjang. Kinara pun segera berteriak dan meronta-ronta meminta pertolongan. Namun, tampaknya tak ada seorang pun yang mendengar teriakannya, dikarenakan suasana hotel yang memang sedang sangat ramai. Tiba-tiba saja pria itu melepaskan ikat pinggang yang melingkar di celana bagian atasnya, kemudian mulai menurunkan celana panjangnya itu, lalu melemparkannya ke sembarang arah. Sembari menatap liar pada Kinara yang sedang terbaring dan menangis di atas ranjang, pria itu justru menyeringai dengan lebih mengerikan. Kedua mata Kinara terbelalak sempurna, saat pria itu berjalan mendekat dan langsung merangkak naik ke atas ranjang. Secepat mungkin Kinara berusaha untuk bangkit dan berlari, tetapi terlambat karena pria itu sudah lebih dulu mencengkeram ujung bajunya. "Tidak, Tuan! Jangan lakukan ini! Tuan akan menyesal nantinya," pekik Kinara dengan kedua kaki yang terus menendang ke tubuh pria tersebut, tetapi pria kekar itu sangat pandai mengelak. Dengan sigap, pria mabuk itu kemudian menindih tubuh Kinara, dan mengunci kedua tangan gadis itu dengan mengangkatnya di atas kepala sang gadis. Lalu secara paksa ia mulai melepaskan kancing kemeja yang dikenakan oleh Kinara, dan melemparkannya ke sembarang arah. Kinara terus saja berteriak dan berontak, sampai akhirnya ia merasa sangat kelelahan dan begitu lemas. "Arrghh, sakit," pekik Kinara sembari memejamkan kedua mata, hingga air matanya jatuh meleleh membasahi pipinya.10"Kinara? Apa ini benar-benar kamu?" tanya gadis bernama Hanna itu. Wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut tapi juga senang."Iya, Hanna. Ini aku, dan ini adikku, Karina." Kinara mengangguk.Hanna mendekat dengan langkah cepat, memandang Karina yang sedang terkulai lemah dengan ekspresi penuh rasa khawatir.“Iya, Kinara. Aku ingat dia. Dulu dia sering bermain sama aku saat aku berkunjung ke rumahmu. Apa yang terjadi dengan Karina?” Hanna bertanya, nada suaranya mengandung rasa penasaran yang dalam.Kinara menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata."Karina sedang sakit parah, Hanna. Kami harus pergi dari rumah karena ada masalah di rumah, dan sekarang kami tidak tahu harus pergi ke mana." Kinara mengatakan semua permasalahannya kepada Hanna.Hanya saja, dia sengaja tak mengatakan tentang masalah apa yang sudah menimpanya. Kinara tak ingin mengingat itu lagi, karena saat ini yang terpenting adalah ia dan Karina bisa pergi sejauh mungkin
Hiruk pikuk kendaraan seakan menyambut dua kakak beradik yang kini sedang melangkah pergi semakin jauh dari rumah mereka.Kinara mengajak Karina menuju ke halte bis dan menunggu di sana. Cukup lama mereka menunggu, bahkan Karina sudah terlihat sangat kelelahan."Karina, kamu capek?" tanya Kinara khawatir pada keadaan sang adik."Iya, Kak. Perut aku sakit," rintih Karina sembari memegangi perutnya yang kian terasa sakit.Air mata Kinara mulai menitik, menatap penuh kasihan pada adiknya itu. Kinara segera mendekap tubuh Karina dengan sangat erat, lalu mendaratkan kecupan di puncak kepala sang adik. Gadis itu tak hentinya menitikkan air matanya."Maafkan kakak, Karina. Kamu harus jadi seperti ini karena kakak," sesal Kinara dalam hatinya, sambil tetap memeluk Karina.Cukup lama mereka menunggu dengan saling berpelukan. Hingga selang beberapa menit kemudian, bis pun berhenti di halte tersebut.Wajah Kinara nampak riang saat melihat kedatangan bis tersebut."Karina, bisnya datang. Ayo kita
Kinara sama sekali tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, ketika Gina tak sengaja mengingatkannya pada kejadian tadi malam. Kejadian yang sudah menghancurkan hidupnya dan mungkin seumur hidup tak akan pernah bisa dia lupakan.Begitu mendengar tentang nomor 2305 itu, membuat tangan Kinara tiba-tiba gemetar. Sendok besar yang tadi digunakan untuk mengaduk sayur tiba-tiba terjatuh di lantai begitu saja. Bahkan sebagian kuah sayur yang panas itu tumpah dan mengenai kakinya.Trangg!"Aaaa." Kinara menjerit kecil, ketika dia merasakan kakinya begitu panas terkena cipratan kuah sayurnya."Kinara, kamu kenapa?" Gina bertanya dengan paniknya.Gadis itu pun juga merasa terkejut ketika sendok besar jatuh dari tangan Kinara. Lebih terkejut lagi ketika dia melihat Kinara yang merintih kesakitan sambil memegangi kakinya."Kinara, kaki kamu melepuh?" pekik Gina seraya membungkam mulutnya sendiri.Baik Gina maupun Kinara sama-sama terkejut dan refleks menoleh ke arah kaki Kinara, di mana kaki gadis
Wajah tampan William terlihat begitu bahagia dan berseri-seri ketika ia telah mendapatkan alamat rumah Kinara dari Gina. Dengan cepat pria itu segera melajukan mobilnya menuju ke alamat yang baru saja diperolehnya itu."Tunggu aku, Kinara. Aku datang," gumam Wiliam sembari tetap memfokuskan pandangannya pada jalanan yang ada di hadapannya.Besar keinginan dalam hatinya untuk meminta maaf kepada Kinara atas kesalahan yang sama sekali tak dia sengaja. Biar bagaimanapun juga William akan tetap bertanggung jawab atas perbuatannya kepada Kinara.Pria itu bahkan sudah menyiapkan sejumlah uang yang sangat besar, jika nanti Kinara akan meminta pertanggungjawabannya."Berapa pun yang gadis itu minta, pasti aku akan memberikannya sebagai bentuk dari tanggung jawabku." Pria itu berkata kepada dirinya sendiri.Namun, baru beberapa menit ia berkendara meninggalkan kawasan hotel, tiba-tiba saja ia mendapatkan telepon dari asisten kepercayaannya.Kring, kring, kring.Suara dering ponselnya berbunyi
"Ka … kamu?"Kedua mata Kinara membelalak tak percaya. Seluruh tubuhnya mendadak terasa gemetar, saat ia melihat sosok pria itu berada tepat di belakangnya dalam cahaya yang remang-remang, sehingga ia sama sekali tak bisa melihat wajah pria itu dengan jelas."Kamu sangat cantik, Kinara," puji pria itu dengan suara baritonnya yang masih terngiang jelas di telinga Kinara."A … apa yang kamu lakukan di sini?" Kinara bertanya dengan bibirnya yang bergetar.Namun, pria itu sama sekali tak menjawab pertanyaan dari Kinara. Tanpa diduga, kedua tangan kekarnya segera melingkar di perut ramping Kinara yang masih tertutup handuk. Seluruh tubuh Kinara meremang, ketika ia merasakan hangatnya lengan pria itu memeluk tubuhnya."Apa … apa yang kamu lakukan?" Tubuh Kinara terasa membeku. Sungguh dia sangat membenci pria yang kini tengah memeluknya itu, tetapi entah kenapa tubuhnya seakan tak bisa bergerak dan malah membiarkan tangan pria itu menjamah tubuhnya."Tolong, jangan lakukan ini," pinta Kina
Kejadian malam tadi bersama dengan pria asing yang sudah menghancurkan kehormatannya, sungguh tak bisa dilupakan begitu saja oleh Kinara. Semejak keluar dari kamar hotel yang menjadi saksi kehancuran hidupnya itu, Kinara tak hentinya terus menitikkan air matanya.Dengan lutut yang terasa begitu lemas, Kinara melangkah gontai menuju ke luar gedung hotel tersebut. Suasana masih terlalu pagi, sehingga belum terlalu banyak tamu dan pegawai hotel yang berlalu lalang di sana.Sebenarnya Kinara juga sudah harus pulang pagi nanti, tapi kini dia memutuskan untuk pulang lebih awal. Rasanya ia tak ingin berlama-lama di tempat itu, karena bayangan buruk malam tadi akan kembali hinggap di pikirannya.Tangan mungilnya tampak membuka pintu gerbang hotel itu perlahan. Jam yang masih terlalu pagi, membuat kendaraan belum banyak berlalu lalang. Kinara memutuskan untuk naik bis saja.Tak lama, terlihat sebuah bis yang berhenti tepat di depannya. Kinara melangkah dengan lemah, dikarenakan bagian inti tub