Share

Bab 3

Penulis: Adeeva
Saat sedang menyiapkan dokumen rapat untuk Navish, Cassia merasa perutnya mulai sakit. Dulu, kalau sudah dalam kondisi seperti ini, dia akan terus menahannya.

Namun kali ini, dia langsung membuka aplikasi rumah sakit untuk membuat janji. Dia memutuskan untuk mengambil cuti dan pergi ke dokter.

Di ruang rapat, Navish sudah tidak bisa fokus.

Pikirannya dipenuhi oleh Cassia. Tatapannya yang tajam terus mengarah pada Cassia. Namun, sejak awal hingga akhir rapat, Cassia bahkan tidak melirik ke arahnya sekali pun.

Usai rapat dan memasuki waktu makan siang, Navish berniat mengajaknya keluar makan. Namun begitu mencarinya, Cassia ternyata sudah tidak ada di kantor.

"Mana Cassia?"

"Pak Navish, Bu Cassia nggak bilang ya? Dia ambil cuti siang ini."

"Cuti? Pergi ke mana?"

Cuti? Selama bertahun-tahun bersamanya, Cassia tidak pernah mengambil cuti sekali pun. Bahkan saat demam tinggi dan nyaris pingsan pun, dia tetap berada di posisinya dan tetap bekerja. Lalu sekarang tiba-tiba minta cuti? Selain itu, Cassia bahkan tidak memberi tahu dirinya?

"Nggak tahu, Pak."

"Selidiki. Cari tahu dia ke mana."

Di rumah sakit, dokter mengatakan bahwa Cassia mengalami gangguan lambung karena tidak makan dengan teratur dalam jangka waktu panjang.

Benar juga, selama bertahun-tahun menjadi budak kerja bagi Navish, dia hampir melupakan bagaimana rasanya makan dengan tenang.

Selesai dari rumah sakit, Cassia tidak langsung kembali ke kantor. Dia memilih mencari tempat untuk duduk santai sejenak.

Matahari siang menyinari jendela dengan hangat dan terik. Cassia duduk di dekat jendela sambil menyeruput kopi perlahan. Sudah lama sekali rasanya sejak terakhir kali dia bisa menikmati secangkir kopi dan memandangi dunia luar dengan tenang.

Selama ini, dia telah menguras dirinya habis-habisan dengan mengikuti langkah Navish. Yang paling menyedihkan adalah, semua pengorbanan itu tidak berarti apa pun bagi Navish. Kalau begitu, mungkin memang sudah waktunya untuk mulai hidup demi dirinya sendiri.

Ponselnya tiba-tiba bergetar. Nama Navish terpampang di layar. Cassia hanya meliriknya sekilas, lalu membiarkannya berdering tanpa menjawab.

Navish panik. Dia menelepon Cassia berkali-kali. Cassia merasa terganggu, lalu langsung mematikan ponselnya.

"Berani-beraninya dia menolak panggilanku! Cassia, kamu makin berani saja!" Begitu tahu ponselnya tidak bisa dihubungi, Navish hampir melempar ponsel ke dinding karena marah.

Selama tujuh tahun ini, ponsel Cassia tidak pernah dimatikan. Kali ini, ada apa sebenarnya?

Cassia menghabiskan sepanjang sore di kafe. Untuk pertama kalinya, dia merasa waktu sepenuhnya miliknya sendiri.

Saat hari mulai gelap, barulah dia menyalakan kembali ponsel. Puluhan panggilan tak terjawab dan pesan memenuhi layar.

[ Kamu ke mana? ]

[ Aku tunggu di rumahmu. Segera pulang. ]

[ Cassia, aku kasih waktu setengah jam. Segera kembali sekarang juga. ]

Pesan terakhir dikirim pukul tiga sore. Sekarang sudah jam enam.

Cassia memandangi pesan-pesan itu sambil tersenyum sinis. Hanya dari kata-kata itu saja, dia sudah bisa membayangkan betapa marahnya Navish sekarang. Dia berjalan-jalan sebentar, makan makanan kesukaannya, lalu pulang dengan santai ke apartemennya.

Ruangan apartemennya gelap gulita. Setelah menunduk untuk mengganti sepatu, Cassia menyalakan lampu dan melihat pria itu duduk di sofa.

Melihat Cassia baru pulang selarut ini, Navish langsung meledak.

"Kamu ke mana saja? Tahu nggak, sudah berapa lama aku menunggumu di sini?"

Tidak pernah ada yang berani membuatnya menunggu selama itu. Cassia adalah yang pertama dan ini adalah pertama kalinya terjadi.

Cassia tidak menjawab. Dia berjalan ke arah bar kecil dan menuang segelas air untuk dirinya sendiri.

Dulu, orang yang selalu duduk menunggu di sana adalah dirinya. Selarut apa pun Navish mengatakan dia akan datang, Cassia pasti akan selalu duduk menunggu di sofa.

Kalau dia bilang akan datang jam sepuluh, Cassia sudah mulai menunggu sejak jam enam. Kalau dia bilang akan datang esok hari, Cassia akan mengganti seprai dan bahkan menjemur selimut di luar sebelum meletakkannya kembali.

Namun sekarang, Cassia sudah lelah. Dia tidak akan menunggu Navish lagi.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ketika Cinta Tak Mendapat Musimnya   Bab 26

    "Maksudmu ... kita pernah bertemu sebelumnya?""Waktu wisuda sebagai lulusan terbaik, aku pernah melihatmu. Saat itu, aku kehilangan naskah pidatoku dan kamu yang membantuku mencarinya."Cassia menatap pria di depannya, pikirannya melayang ke masa kuliah.Saat itu, sebagai perwakilan lulusan terbaik, dia harus berpidato. Saat sedang menghafal naskah di belakang panggung, dia memang bertemu dengan seorang mahasiswa laki-laki yang juga sedang bersiap untuk pidato.Naskah pidato pria itu hilang, jadi Cassia membantunya mencarinya cukup lama. Akhirnya, mereka menemukannya di salah satu sudut.Namun, saat itu Cassia terlalu gugup, jadi dia sama sekali tidak ingat seperti apa wajah pria itu. Ternyata itu Jarvis?"Pria itu ... kamu?""Kamu ingat sekarang?"Jarvis tersenyum. "Sayangnya, saat itu kita sudah lulus. Setelah itu, aku mencari kabar tentangmu, tapi nggak bisa menemukan apa pun. Sampai beberapa tahun kemudian, di sebuah acara proyek, aku melihatmu lagi. Aku baru tahu kamu jadi sekret

  • Ketika Cinta Tak Mendapat Musimnya   Bab 25

    Sebelum Navish sempat menjawab, tiba-tiba beberapa polisi muncul dari kejauhan."Dengan Bu Amanda?"Jantung Amanda langsung berdetak kencang. Tanpa pikir panjang, dia berbalik untuk kabur, tetapi polisi langsung menangkapnya dan menahannya di dinding."Bu Amanda, 'kan? Kami menduga Anda terlibat dalam kasus penghasutan dan percobaan penganiayaan. Silakan ikut kami untuk membantu penyelidikan!""Aku nggak bersalah! Aku nggak melakukan apa-apa!" Amanda panik. Padahal semuanya sudah diatur dengan rapi. Apa mungkin Jarvis benar-benar ikut campur dalam urusan ini?"Pak Jarvis, terima kasih atas informasinya. Kami akan menyelidiki kasus ini sampai tuntas!"Cassia mengernyit. Dia mengira masalah ini sudah selesai sejak lama. Tak pernah terbayangkan bahwa Jarvis diam-diam masih menyelidiki semuanya.Hatinya menghangat. Cassia menggenggam tangan Jarvis lebih erat.Navish bertanya dengan bingung, "Kasus penganiayaan? Amanda, apa yang sudah kamu lakukan?""Apa yang dia lakukan?" Cassia tersenyum

  • Ketika Cinta Tak Mendapat Musimnya   Bab 24

    "Na ... Navish ...." Pria itu tidak menyangka Navish akan tiba-tiba muncul, sampai terkejut setengah mati."Kamu bilang, Jarvis dan Cassia cuma pura-pura nikah?""Aku punya teman yang sangat dekat dengan asistennya Jarvis, katanya memang begitu."Mendengar itu, hati Navish langsung berbunga-bunga. Semangatnya bangkit seketika. Dia baru saja hendak pergi, tetapi teringat pria ini sempat menyebut Cassia sebagai barang bekas. Dia langsung mengambil ember air di samping dan menyiramkannya ke pria itu."Navish! Apa yang kamu lakukan?""Kalau aku dengar sekali lagi kamu menyebut Cassia barang bekas, ganjaran yang bakal kamu terima bukan sekadar air kotor!"Ketika Navish keluar, Cassia juga baru keluar dari toilet wanita. Melihat pria itu, Cassia hanya bisa memutar bola mata dengan pasrah. Dia seharusnya menunggu sampai Navish pergi dulu sebelum keluar.Navish langsung mengadang jalannya, senyuman di bibirnya jelas tidak bisa ditahan. "Cassia, kamu dan Jarvis cuma pura-pura nikah, 'kan? Kalia

  • Ketika Cinta Tak Mendapat Musimnya   Bab 23

    Setelah Jarvis memposting sesuatu di media sosial, teman-temannya di lingkaran sosial langsung mengajaknya keluar untuk minum. Mereka bahkan secara khusus meminta agar Cassia dibawa juga.Jarvis tahu Cassia tidak suka acara seperti itu, jadi awalnya dia tidak berniat mengajaknya. Namun, Cassia justru mengambil inisiatif. "Aku ikut. Toh kita sudah menikah, bertemu teman-temanmu juga wajar."Yang paling penting, saat ini dia ingin bersama Jarvis. Bertemu dengan teman-temannya, mengenal lebih jauh tentang Jarvis, itu juga hal yang baik.Blue Lounge adalah kelab paling mewah di Kota Jerada. Di ruang VIP lantai dua, Navish datang lebih awal. Begitu dia muncul, semua orang langsung menggodanya."Eh, bukannya Navish biasanya nggak pernah nongol bareng Jarvis? Kok hari ini datang juga?""Amanda mana? Jangan-jangan tahu hari ini mau ketemu Cassia, jadi sengaja nggak dibawa?"Navish sudah menenggak beberapa gelas alkohol. Dia hanya melirik tajam, semua orang langsung diam."Kak Navish ...." Aman

  • Ketika Cinta Tak Mendapat Musimnya   Bab 22

    "Sepertinya dia benar-benar menyesal." Jarvis melihat kesedihan di mata Cassia dan mengira Cassia masih belum bisa melupakan Navish. Dia tak bisa menahan diri untuk bertanya, "Kamu nggak apa-apa?"Cassia mengalihkan pandangannya, lalu memeriksa luka di sudut bibir Jarvis dengan cermat. Setelah yakin darahnya sudah berhenti, barulah dia merasa lega. "Aku nggak apa-apa."Jarvis senang melihat Cassia begitu peduli padanya. "Kamu khawatir padaku?""Kamu suamiku. Kalau aku nggak peduli sama kamu, terus peduli sama siapa?" Cassia mengerutkan dahi dengan kesal. "Navish benar-benar gila. Dia sampai berani memukulmu.""Dia benar-benar ingin memperjuangkanmu kembali." Jarvis penasaran dengan isi hati Cassia. Dia takut Cassia akan menyesali pernikahan mereka."Mustahil." Cassia menolak tanpa ragu sedikit pun. "Perasaanku untuknya sudah lama mati.""Hmm." Jarvis menunduk, senyuman tipis tersungging di sudut bibirnya.Cassia menyadarinya. "Kamu sudah dipukul orang, masih bisa senyum?""Kalau dengan

  • Ketika Cinta Tak Mendapat Musimnya   Bab 21

    Jarvis tak sempat menghindar dan menerima pukulan itu secara langsung. Tubuhnya mundur beberapa langkah karena hantaman keras tersebut.Melihat Jarvis dipukul, Cassia panik dan langsung berlari menghampirinya. "Kamu nggak apa-apa? Jarvis, kamu baik-baik saja?"Pukulan tadi dilayangkan Navish dengan sekuat tenaga. Mulut Jarvis sampai mengeluarkan darah. Cassia yang tidak tahu harus berbuat apa, buru-buru mengeluarkan tisu dari saku dan menyeka darah di bibirnya."Sakit nggak?""Nggak apa-apa, aku nggak merasa sakit."Jarvis menerima tisu dari tangannya dan tersenyum padanya.Saat itulah, pertahanan terakhir di hati Cassia runtuh. Dia berbalik, menatap Navish dengan sorot mata penuh amarah. "Navish, kamu gila? Kamu sadar nggak apa yang baru saja kamu lakukan?""Kamu begitu peduli sama dia?" Melihat raut wajah Cassia yang penuh kepedulian pada Jarvis, hati Navish terasa seperti disayat-sayat.Dulu, tatapan penuh perhatian itu hanya diberikan untuknya. Sejak kapan Cassia mulai menatap pria

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status