Mereka keluar hotel untuk sarapan. Eliana hanya memakai pashmina dan rok juga baju atasan dengan pashmina senada, memakai flatshoes sudah membuat hati Reindra berdebar hebat, entah pesona Eliana membuatnya makin mencintainya. Saat terasa lapar mereka duduk di bangku resto masakan laut di samping hotel. Dan menunggu pesanan datang. Reindra tersenyum ia tahu jika istrinya sangat lapar, bahkan ia mendengar jelas suara cacing dalam perut Eliana terdengar dengan jelas. Akhirnya pramusaji datang membawa dua porsi makanan. Pagi itu mereka habiskan dengan bercanda sambil menikmati makanan yang berada di depan mereka. Sesekali Eliana menatap ke arah orang berlalu lalang lalu kembali makan. "El, habiskan makanlah yang banyak," ujar Reindra seraya menyodorkan beberapa menu makanan untuk Eliana. "Iya aku, lapar boleh aku habiskan." Reindra mengangguk. "Enggak apa-apa, sayang. Kau harus makan banyak," sahut Reindra sambil mengulas senyum. Eliana tersenyum mendengar perkataan Reindra dan kemba
"Bagaimana, kita pulang sekarang sayang?" tanya Reindra yang masih dalam posisi memeluk tubuh istrinya. Eliana mengangguk. "Iya aku rindu, Bian juga, Daffa. Mas," jawab Eliana. Reindra membantu Eliana mengemasi bajunya dalam travel bag. Selesai mereka keluar kamar hotel dan berjalan menuju parkir mobil. Sesaat Eliana tahu jika Yolanda sedang berjalan dengan seorang laki-laki dengan cepat Eliana merekam mereka tanpa sepengetahuan Reindra. Eliana menelan saliva yang begitu pahit, lalu menggeleng pelan. Eliana merasa serba salah meskipun ini bukan urusannya, namun semua sudah suratan takdir mantannya Satria memiliki istri seperti itu. Eliana memasukkan ponsel di dalam tas. Dan kembali menggandeng lengan suaminya dengan mesra. "Sayang yakin mau pulang? gak ingin ke pantai lagi?""Pulang saja, Mas, kapan-kapan saja deh."Mereka saling pandang. Hingga mereka memasuki parkiran hotel, mereka berjalan dan hanya diam. Namun, tangan Eliana menggandeng erat lengan Reindra saat melewati ramai
"Sayang, kenapa senyam-senyum sendirian?" tanyanya mencubit hidung istrinya. "Eh ... iya, Mas ngagetin saja sih."Reindra tersenyum ia tahu jika istrinya pasti malu saat ia menggodanya. "Gimana suka kan dikagetin!" tekannya mengedipkan satu matanya. Eliana tersenyum. "Ih, sejak kapan, Mas jadi genit gini?""Tapi suka kan? Mau dipeluk?" rayunya lagi pada Eliana. Eliana masih sibuk membikin pisang goreng tersenyum dan merasa geli. "Malu sama, Bian. Mas.""Papa kenapa di dini?" tanya Bian curiga. Reindra gugup. "Papa ambil air sayang,""O, Mama, sudah matang belum pisang gorengnya?" tanya Bian. "Sudah sayang ini bawa kedepan ya," jawab Eliana menyerahkan satu piring pisang goreng hangat. -Satu minggu berlalu. Eliana berada di depan cermin, ia sedang menyisir rambutnya, dan membersihkan make up tipisnya. Karena Eliana rajin mencuci muka setiap mau tidur kulitnya terlihat kencang juga bercahaya. Embusan napas teratur Reindra menerpa kulit leher Eliana. Tangannya melingkar erat di pin
Eliana menatap Dafa dan Bian yang sedang tertidur. Tatapan dan sorot mata teduh yang dulu selalu membuat Eliana terpaku karena rasa bahagia. Perlahan rasa hangat menjalar, mengusik sekelumit kenangan beberapa tahun silam. Dulu bersamanya Eliana selalu nyaman. Eliana selalu merindu saat ia jauh. Ada debar di dalam sini saat jemari saling menggenggam. Atau tanpa sengaja saling bertukar tatap. Dia Reindra pria tampan kakak kelasnya dulu, teman sekelas wanita Eliana banyak yang suka kala itu. Kala itu ia marah saat pernah tanpa sengaja melihat Satria bersama gadis lain. Dan bahkan saat itu Eliana mendiamkannya hingga berhari-hari dan meninggalkannya dengan sepeda mini kesayangannya. Eliana sadar bahwa ia jatuh cinta padanya. "Masuklah El, udaranya sangat dingin lo." Reindra menyadarkannya dari lamunan. la mendekati Eliana dan memeluknya dari belakang. Entah perasaan apa yang di rasakan Eliana tenggorokannya tercekat, jantungnya naik turun, rasa yang selama ini hilang telah kembali lagi.
Bagaimana, mau mandi sekarang sayang? sudah aku siapkan air hangatnya bangunlah?" tanyanya yang masih dalam posisi memeluk tubuh istrinya. Eliana mengangguk. "Iya dingin malas bangun.""Ayolah keburu habis waktunya Subuh sayang.'"Hu um.""Ayo."Eliana menggeleng. "Kenapa lagi?''"Gak mau maunya di gendong. Mas."Reindra membantu Eliana berdiri, lalu menggendong tubuh istrinya ke arah kamar mandi. Eliana membawa bajunya ke dalam kamar mandi. Selesai ia mengganti baju, lalu menjalankan Shalat Subuh berjamaah. karena Reindra menunggu Eliana keluar kamar mandi dengan keadaan bersih. Eliana bahagia, lalu menggeleng pelan. Eliana merasa serba salah. Seandainya dulu ia tahu jika suaminya memanjakannya, namun semua sudah suratan takdir. dengan perceraian itu membuat Eliana menemukan cinta baru juga kebahagiaan baru. "Sayang aku mau ke kampus? ga ingin nitip apa gitu? "Tidak, Mas, kapan-kapan saja.""Yakin?''"Hu um."Mereka saling pandang, mata Reindra menunjukkan kebahagiaan. Hingga me
"Ayah...." Panggil Daffa dan langsung memeluk Ayahnya. Satria berdiri menyambut pelukan putranya. "Jagoan Ayah gimana sehat.""Ayah, Daffa bangga, Ayah adalah yang terbaik.""Jangan berlebihan, sayang!""Tidak, Ayah, Daffa hanya kagum sama Ayah. Terus menjadi Ayah yang hebat untukku dan keluarga kita Ayah."Sementara ini rasa was-was Dafa begitu mendalam, karena ia tak ingin jika keluarganya kembali terpecah. Daffa sangat mencintai sang mama. Hingga ia tak rela jika ada orang yang menyakitinya. Namun tidak bagi Daffa. Ia sangat berharap bahwa hari-hari ke depannya akan lebih indah lagi. "Cika mana Ayah?''" Di dalam sayang."Satria terharu dan menitikkan air mata. Ia bisa merasakan kasih sayang dari semuanya dari anaknya. Eliana orang baik yang sudah menganggapnya seperti mantan terbaik. Justru dari Eliana, saat ini ia merasakan kehangatan sebuah keluarga.Satria memandang ke arah keluarganya, Tak terasa ia sudah memiliki anak yang sudah remaja. Satria menatap bahagia kedua anaknya
Mereka sudah siap dengan pakaian batik, mereka semua menunggu rombongan pengantin dari keluarga Sonya, akad nikah dan temu manten sudah digelar kemarin. Semua sudah berkumpul di luar halaman menanti arakan pengantin datang, Reindra berada di dekat Eliana. Sementara anak-anak berada di tak jauh dari tempat Eliana berada. Eliana tersenyum, Bian sudah bisa berbaur dengan yang lain, juga Daffa yang selalu mengajak Bian berkomunikasi. Membuat Bian jadi lebih percaya diri, Eliana tersenyum melihat keluarganya berkumpul menjadi satu dan satu hal yang Eliana selalu bersyukur bahwa kata maaf itu sudah ia dapatkan. Arakan pengantin sudah datang, keluarga Eliana menyambut kedatangan pengantin. Sesaat pengantin sudah berada di pelaminan sederhana, berbagai acara telah dilaksanakan, rasa syukur dalam diri Eliana kembali ia rasakan. Sahabatnya Sonya yang sekarang menjadi kakak iparnya. Takdir telah membuat Eliana bahagia. "El, Mbak rindu. Apa kabarmu selama ini?" tanya kakaknya Laras. Eliana ter
Apa kabar, Rein?" sapa seseorang yang menghampirinya."Mas Gio. Alhamdulillah, selamat ya semoga samawa," sahut Reindra sambil memeluk lelaki berwajah sendu itu.Gio duduk di samping Reindra. "Makasih," candanya yang mendapat pukulan di lengannya. Lalu mereka tertawa bersama."Sudah sembuh, benar?""Alhamdulillah, sudah, Mas."Tak ada satu pun manusia bisa menentukan ukuran panjang atau pendek perjalanannya. Tak ada satu pun dari kita mengetahui rahasia umur kita. Dan Reindra berterima kasih saat ini karena masih di beri umur panjang. Tak selayaknya Reindra sia-siakan waktu untuk memburu yang fana juga nafsuIa pun takut pernah menjadi manusia yang merugi kala harus berada di pengadilan sang Ilahi. Menjadi manusia yang berhati-hati karena kehidupan hakiki itu adanya pasti. "Sayang." Suara seorang wanita reflek membuat mereka menoleh bersamaan."Mas, selamat ya." Gio berdiri lalu merangkul adik wanita kesayangannya itu.Gio tersenyum kecil, sambil menepuk punggung, adiknya. "Kau bahag