Maaf persidangan atas nama Eliana dan Satria jam berapa Pak?" tanya Satria cemas.
"Maaf, Pak. sudah satu jam yang lalu."
"Apa ... ?"
"Astaga ... apa ini. Ini terjadi padaku." Lirih Satria kesal.
Satria berjalan tanpa tenaga tubunya lunglai ke lantai. Geram, rasanya ingin sekali menumpahkan rasa panas yang menggelegak di dalam hati. Akan tetapi Satria bisa apa? Semuanya sudah terlambat.
Jantung Satria berdegub lebih kencang dari sebelumnya. Satria tahu jika ia salah ini salah. Namun, ia terlanjur terjebak semakin dalam. Dalam rasa yang tak ia mengerti apa namanya.
Entah kini cintanya telah menghilang, hal sepele yang dia lakukan Satria kadang membuat pipinya memanas. Rasanya mengenaskan sekali nasib Satria ini. Ia tertawa dalam hati. Permainan hidupnya ini sungguh membuatnya entah. Ingin menangis, ingin melampiaskan semua amarah yang ada.
"Pak, Kenapa baru ke sini?
Satria dengan cepat berdir
Berusaha tegarEliana menatap bunga Lili yang begitu indah, putih bersih, bunga Lily nan cantik ... butiran embun melekat di kelopak mata membiarkan mentari bebas untuk berkaca. Kaulah lambang keindahan alam semesta, bunga yang sangat cantik Eliana menyukai bunga lili yang berwarna putih, begitu menakjubkan ibarat cinta yang tanpa ternoda.Walaupun terkadang kesedihan itu diutarakan dengan tangisan, tapi Eliana kuat akan bangkit dengan segera. Eliana mampu menghadapi ujian hidup, tidak suka sembarang mengeluh, dan pantang menyerah. Adanya semangat membuat Eliana tetap bisa bertahan hingga saat ini.Eliana akan bersyukur dan lebih percaya diri lagi. Dengan begitu ia bisa melangkah maju dan menghadapi setiap masalah yang datang silih berganti."El, ini untukmu...." Reindra memberikan bingkisan kotak untuk Eliana."Apa ini, Mas?" tanya Eliana penasaran."Bukalah...!"Eliana menaikkan satu alisnya, tak tahu a
"Bang, jika Mama kamu kesini bagaimana? El takut dari dulu beliau kurang suka sama El?"Sesaat pandangan Reindra ke arah Eliana dan tersenyum."Kan itu dulu El ... siapa tahu sekarang berubah."Sebenarnya Reindra juga merasakan hal yang sama, namun ia berusaha untuk membuat hati Eliana tenang."Iya juga sih, Mas."Lagian juga Eliana tertawa dalam hatinya, kalaupun beliau tak suka ya sudahlah. Tak mungkin kan Reindra akan menikahinya. Ini hal konyol yang diucapkan Eliana ke Reindra saat ini."Kau ini El terlalu berhalusinasi."Eliana mengulum senyum, terlihat gigi putihnya yang rata. "Hehe ... Iya, Mas."Reindra mengatur degub jantungnya yang tak beraturan. Menatap wanita disampingnya yang makin hari makin cantik."Ayo berangkat?""Iya."Mobil. Mengantarkan Reindra juga Eliana menuju Elindra florist, terlihat toko sudah dibuka dan terlihat sangat rapi. Reindra dan Eliana terke
"Mas!"Reindra menghela napas barat, lalu menatap wajah sahabatnya yang begitu pucat."Kita hadapi bersama, El."Sesaat Eliana merasa seperti ada yang hilang. Entahlah begitu berat jika ia harus berpisah dengan Reindra kali ini."Ayo turun kita sudah sampai," ucap Reindra menenangkan Eliana.Eliana mengangguk. "Iya, Bang."Namun, ada rasa resah yang bersemayam dihati Eliana. Kemudian ia mengingatkan dirinya bahwa memang sudah seharusnya ia mulai membiasakan diri. Agar nantinya tak terlalu sakit saat harus melepas sahabatnya ini.Eliana masuk bersama Reindra suara degub jantung yang tak beraturan menemani mereka berdua, sesaat Reindra menggenggam tangan Eliana yang begitu dingin. Reindra tahu jika Eliana begitu takut dan trauma bertemu dengan Mamanya.Wanita setengah baya sudah menuggunya beliau duduk di atas kursi furniture jati asli tebal berwarna coklat clasic. Memakai jilbab besar
Tiga minggu berlalu, tinggal beberapa hari lagi pernikahan mereka. Baru kali ini, Reindra merasa menyukai seseorang dengan begitu dalam. Tak pernah muncul perasaan main-main, meski Reindra tidak tahu apa alasannya. Berbanding terbalik dengan dulu, masih sama sampai saat ini hanya nama Eliana yang terukhir di dalam hatinya.Rutinitas kesibukan keduanya, sehari-hari mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan masing masing membuat Reindra jarang berkomunikasi dengan Eliana. Reindra agak gelisah, takut terjadi sesuatu dengan pernikahan mereka yang tinggal menghitung hari. Dan, lebih gelisah lagi saat Satria masih begitu menginginkan Eliana, ia membayangkan saja sudah membuatnya sangat cemburu.Senja akan selalu seperti itu. Datang dengan keindahannya, dan lalu akan pergi begitu saja dengan sangat cepat, tergantikan dengan kehampaan malam yang sunyi. Reindra menghembuskan nafas dan mengeluarkanya dengan begitu kasar. Persiapan pernikahan hampir delapan puluh
Eliana tahu dasarnya cinta bukanlah sesuatu yang kotor dan hina. Manusialah yang seringkali mengotori dan menghinakan cinta dengan perilakunya atas nama cinta yang sesungguhnya tidak sesuai dengan nilai norma. Eliana akan mentaati untuk menjaga kesucian cinta itu meski entah perjalanan pernikahannya nanti seperti apa.Hari pernikahan tiba, Eliana merasakan gugup yang luar biasa, menikahi sahabatnya akankah nanti ia akan bahagia. Ya setidaknya dulu ia sangat bahagia ketika mau menikah dengang Satria namun nyatanya endingnya bikin semuanya menyakitkan. Mudah mudahan untuk saat ini meskipun hatinya masih ragu Rein akan menjaganya hingga mereka menua.Eliana menatap cermin ada seorang MUA yang merias wajahya. Eliana itu yang tadinya terlihat biasa menjadi semakin cantik setelah dirias. Penampilannya semakin cantik dengan balutan kostum nikah dengan kebaya putih tulang, serta tiara menawan sebagai hiasan di kepalanya.Dagub jantung Eliana ya
Eliana mendengar suara azan menggema dari sudut kamar, tangannya melingkar kesebuah benda yang tebal, ia kaget saat ia bangun ternyata hanya sebuah guling, kemana perginya suaminya? Ternyata Eliana melihat punggung suaminya sedang berada di atas sajadah. Eliana beringsut ke kamar mandi dan mengikuti di belakang suaminya menjalankan dua rakaat salat subuh sudah di tunaikan.Reindra mengaji sementara Eliana membantu Simbok beres-beres. Di ruang makan, Mama Hani sama kakaknya Gio sudah menunggu sambil minum teh. Di piring ada beberapa potong pisang goreng juga singkong rebus yang di beli si Mbok dari pasar, yang sudah disiapkan beserta teh hangat juga kopi. "Minum teh dulu, Reindra."Reindra mengangguk sambil menarik kursi di sebelah Mamanya."Mas, kapan pulang? Di sini dulu ya jangan buru-buru pulang."Gio mengangguk. "Mungkin kalau ngak besuk lusa, aku masih kangen sama kamu juga, Reindra," jawab Gio. "Benar ya? Nanti temani aku ke toko bunga aku," pinta Eliana."Oke.""Memang kalian
"Satria ... tolong augh...!" Panggil Yolanda dari kamar mandi. Satria berlari ke arah dimana panggilan itu. Sesaat Satria terhenyak melihat kaki Yolanda penuh darah, ia panik langsung mendekati Yolanda yang terjatuh di kamar mandi. "Astaga, Yolanda," dengan cepat Satria mengangkat tubuh Yolanda masuk ke dalam mobil. "Aduh sakit, Satria."Satria mengangkat tubuh Yolanda menuju mobilnya. "Gimana sih ceroboh banget bisa sampai jatuh." Satria mengomel sepanjang jalan. HeningHanya terdengar rintihan Yolanda sambil memegangi perut. "Aghh ... sakit cepatlah sedikit, Satria," ucap Yolanda tak tahan. Nyeri sakit, itulah yang dirasakan Yolanda. Saat ini Yolanda sedih merasakan jika Satria tak tulus menolongnya. Tangis pecah saat rasa sakit makin menyerang perutnya. Satria memarkirkan mobilnya dan menggendong tubuh Yolanda masuk ke dalam IGD yang langsung dibantu oleh pihak perawat rumah sakit. Sebenarnya Satria merasa hidupnya setengah hancur sejak kepergian Eliana istrinya. Namun hidup
Yolanda sudah boleh pulang, Satria membawa Yolanda pulang karena kondisinya juga sudah membaik, hening hanya terdengar suara deru mesin mobil, tak ada pembicaraan dalam mobil. Mobil sudah sampai di rumah mewah Yolanda. "Lo dari mana kalian? Kenapa wajah Non pucat?" tanya Bibi cemas. "Yolanda keguguran, Bi. Habis di kuret." "Astaga, Non hamil selama ini, kenapa tak memberi tahu, Bibi.""Aku juga baru tahu Bi." Bibi ikut menuntun Yolanda masuk ke dalam rumah dan mendudukkan Maureen di atas sofa, wanita itu iba melihat majikannya kenapa bisa kecolongan tak tahu jika hamil. Padahal seminggu yang lalu Yolanda mengajak Bibi berburu kuliner Sushi, bukankah di trimester awal biasanya dipenuhi dengan gejala morning sickness seperti tak boleh memakan daging mentah. Pantas saat itu Yolanda langsung mual dan muntah. Bibi sangat cemas jangan-jangan kemarin salah makan, yang Maureen makan malah bisa menggugurkan kandungan. Bukannya harus mengonsumsi makanan yang bergizi dan tidak berpotensi men