Share

Ketika Mantan Jadi Kakak Posesif
Ketika Mantan Jadi Kakak Posesif
Author: Elga Cadistira dR

Bab 1 - Dia Kembali

last update Last Updated: 2025-03-30 10:57:02

"Victor, aku mau kita putus." Pernyataan Vella bagai bom yang meledakkan seisi hati pria itu menjadi kepingan hancur.

"Apa?" Keterkejutan melanda Victor dengan ekspresi tercengang. Wajahnya memucat seketika.

"Kita sudah berhubungan selama tiga tahun, dan kau ingin kita putus? Jangan bercanda! Ini bukan April mop!" 

Victor tidak bisa menerima dengan lapang dada. Kemarahan menguasai wajahnya yang mengeras menahan emosi.

"Maaf, Victor. Aku pikir aku tidak bisa bersamamu lagi." Penegasan Vella membuktikan perkataannya yang serius.

"Tapi, kenapa?" Matanya menunjukkan kekecewaan yang mendalam. Victor bertanya dengan suara nyaris tercekat.

"Aku sudah bosan padamu. Kuharap kau baik-baik saja. Selamat tinggal, Victor." Vella berbalik pergi. Langkahnya yang menjauh, seakan membawa energi kehidupan Victor.

Victor ambruk dengan lemas di tanah.

Ironisnya, hari ini adalah hari yang Victor siapkan untuk berlutut di hadapan Rachel dengan penuh cinta sambil menyerahkan cincin. 

Namun, kini kotak beludru itu hanya tersimpan di dalam sakunya, tanpa sempat dia tunjukkan pada gadis itu.

Marah, kecewa, dua emosi yang menyatu di dalam hatinya sekarang telah menciptakan kebencian di benak Victor. Tangannya yang gemetaran, mengepal kuat. 

"Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, Vella," gumamnya dengan sorot mata penuh tekad.

Kemudian dia menelepon seseorang dan memberi perintah. "Buat mereka menikah dengan segera!"

Dia langsung menutup teleponnya. "Vella, tunggulah, aku tidak akan membiarkanmu pergi dariku selamanya."

***

Satu tahun kemudian.

Vella berdiri di sudut ballroom yang megah, jemarinya menggenggam gelas sampanye yang isinya bahkan belum ia cicipi. Cahaya kristal chandelier di langit-langit memantulkan kemewahan ke seluruh ruangan, mengilap di atas gaun-gaun mahal dan jas-jas berkelas yang dikenakan para tamu. Aroma anggur merah dan parfum mahal bercampur di udara, memberi kesan eksklusif yang seharusnya membuatnya terkesan—tapi justru menyesakkan.

Pernikahan ibunya bukanlah acara yang ia harapkan. Ini bukan pesta keluarga yang hangat, melainkan sebuah ajang pameran untuk para sosialita dan elite industri hiburan. Para tamu yang hadir bukan sekadar kerabat, tetapi para investor, eksekutif perusahaan besar, serta wajah-wajah yang sering muncul di majalah fashion dan layar kaca.

Di meja sebelah, seorang aktris terkenal tertawa anggun, menggoyangkan gelas anggurnya sambil berbincang dengan seorang produser. Di sisi lain, seorang model internasional tengah berpose untuk fotografer dari media ternama. Setiap sudut ruangan dipenuhi percakapan bisnis yang terselubung dalam basa-basi, senyum yang terlalu sempurna, dan tatapan menilai yang membuat Vella merasa seperti orang luar.

Ia melirik ke arah pengantin—ibunya, dengan gaun pengantin yang elegan, dan pria yang kini menjadi ayah tirinya. Ayah tirinya yang baru adalah seorang pengusaha sukses, sosok yang selama ini hanya ia dengar namanya di berita. Vella tidak benar-benar mengenalnya, sama seperti bagaimana ia merasa semakin jauh dari ibunya.

Saat pelayan melintas menawarkan nampan berisi minuman, Vella tersadar dari lamunannya. Ia menghela napas dan meneguk sampanye pelan, berusaha mengabaikan perasaan aneh yang menggelayuti dadanya. Tapi sebelum ia bisa benar-benar merasa nyaman, ia menangkap suara bisikan samar di antara para tamu.

“Dia datang….”

“CEO Alves Entertainment ada di sini?”

Vella tidak terlalu memperhatikan, mengira itu hanya sekadar tamu penting lainnya. Tapi kemudian, atmosfer ruangan berubah. Percakapan mereda, beberapa orang menoleh ke arah pintu masuk, seolah sedang menyaksikan kedatangan seseorang yang tidak bisa diabaikan.

Dan saat itulah Vella melihatnya.

Seorang pria tinggi dengan setelan hitam sempurna melangkah masuk dengan percaya diri. Tatapannya tajam, auranya mendominasi ruangan. Beberapa orang menyapanya dengan penuh hormat, beberapa wanita tersenyum menggoda, tapi pria itu tampak tidak peduli.

Lalu matanya bertemu dengan Vella.

Senyum samar muncul di bibirnya—senyum yang begitu familier, begitu berbahaya.

Darah Vella membeku. Itu Victor.

Dunia seakan berhenti berputar saat Vella menatap pria itu. Waktu terasa melambat, suara riuh rendah pesta menghilang, dan hanya ada tatapan itu—tatapan Victor yang dingin dan tajam, seperti predator yang baru saja menemukan mangsanya kembali.

Victor Alexander.

CEO Alexander Entertainment.

Sebuah nama besar di industri hiburan, seseorang yang selama ini hanya ia dengar dari berita atau gosip di kalangan model dan artis. Tapi tidak mungkin—tidak mungkin itu Victor yang sama. Tidak mungkin mantan kekasihnya yang dulu hanya mengaku sebagai seorang manajer biasa di sebuah perusahaan kecil, kini berdiri di sini sebagai pria paling berkuasa di ruangan ini.

Tapi kenyataan begitu kejam.

Victor melangkah maju dengan tenang, posturnya tetap tegap dan anggun. Orang-orang memberi jalan untuknya, seolah kehadirannya sudah cukup untuk membuat semua orang menunduk. Detak jantung Vella berdentum kencang di dadanya, napasnya tercekat.

Dia ingin berpaling. Dia ingin pergi. Tapi tubuhnya membeku di tempat.

Lalu, Victor berhenti tepat di hadapannya.

Senyum itu masih ada di wajahnya—sama seperti dulu. Tapi ada sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang membuat bulu kuduknya berdiri.

“Sudah lama, Vella,” katanya pelan, suaranya dalam dan halus, namun membawa ketegangan yang menusuk.

Suara yang pernah ia kenal begitu baik. Suara yang pernah membisikkan janji-janji manis di telinganya, sebelum akhirnya berubah menjadi sesuatu yang mengikat dan menyesakkan.

Vella menelan ludah. “Victor…?”

Pria itu mengangkat alisnya, seolah menikmati keterkejutannya. “Aku penasaran,” lanjutnya, “kenapa kau terlihat begitu terkejut? Seolah kau baru saja melihat hantu.”

Vella menggeleng pelan, mencoba mengatur napasnya. “Aku hanya tidak… menyangka.”

“Tidak menyangka aku ada di sini?” Victor menyeringai, mengambil satu langkah lebih dekat. “Atau tidak menyangka aku adalah seseorang yang lebih dari sekadar ‘manajer biasa’?”

Jantung Vella berdegup semakin kencang. Selama tiga tahun mereka pacaran, Victor tidak pernah sekali pun memberitahunya tentang latar belakangnya. Vella percaya bahwa dia hanya pria sederhana yang bekerja di kantor biasa, seseorang yang selalu ada untuknya, mencintainya dengan cara yang hampir obsesif—tapi tetap saja, hanya pria biasa.

Tapi semua itu bohong.

Victor Alexander bukan pria biasa. Dia pria yang bisa memiliki segalanya. Pria yang punya kuasa untuk membangun… atau menghancurkan.

Senyum di wajah Victor tidak luntur saat ia melanjutkan dengan nada santai, seolah ini hanya obrolan ringan di pesta.

“Kau terlihat lebih baik dari terakhir kali kita bertemu.”

Ucapan itu membawa Vella kembali ke satu tahun lalu—hari di mana ia memutuskan Victor secara sepihak. Hari di mana ia memilih pergi tanpa melihat ke belakang. Hari di mana ia berpikir ia telah terbebas.

Ternyata, dia salah besar.

Vella meneguk ludahnya, berusaha menguatkan diri. “Kupikir kita tidak akan pernah bertemu lagi.”

Victor menatapnya sejenak, lalu tertawa kecil. “Oh, sayang…” Ia mencondongkan tubuhnya sedikit, suaranya merendah, hampir seperti bisikan. “Kau benar-benar berpikir aku akan membiarkan itu terjadi?”

Vella membeku.

Sebelum ia bisa mengatakan apa pun, Victor menyelipkan tangannya ke dalam saku jasnya dan meliriknya dengan ekspresi penuh arti. “Kau tidak penasaran kenapa kariermu tiba-tiba merosot setelah kita putus?”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Mantan Jadi Kakak Posesif   Bab 14

    Mobil akhirnya sampai di penthouse. Hujan masih rintik-rintik ketika mereka bergegas masuk ke lobi, menghindari udara dingin yang mulai menggigit. Victor mendorong pintu kaca dengan bahunya, kedua tangannya masih setia memegang kantong belanjaan yang berat.Mereka berjalan menuju lift dalam kesunyian yang nyaman, hanya diiringi suara sepatu mereka yang basah menyentuh lantai marmer. Saat pintu lift tertutup, memisahkan mereka dari dunia luar, Vella memandangi pantulan diri mereka di dinding kaca yang mengilap. Victor berdiri di sampingnya, terlihat begitu perkasa namun juga menyimpan kesendirian yang tak terucap."Aku membaca tentangmu," ucap Vella tiba-tiba, suaranya lirih di dalam ruang sempit itu. "Tentang Alves Entertainment. Aku tidak pernah menyangka."Victor menatap pantulannya di kaca, bertemu dengan mata Vella yang penuh tanya. "Menyangka apa?""Bahwa kau adalah Victor Alexander. CEO dari salah satu agensi terbesar. Selama ini, selama kita... pacaran, aku mengira kau hanya se

  • Ketika Mantan Jadi Kakak Posesif   Bab 13

    Supermarket mewah itu sepi di penghujung hari. Lampu neon putih menyinari lorong-lorong panjang yang berisi rak-rak penuh barang. Vella berjalan beberapa langkah di belakang Victor, wajahnya masih dibuat-buat cemberut, meski hatinya sedikit meleleh melihat pria tinggi tegap itu dengan serius mendorong keranjang belanja."Lihat yang ini," ucap Victor tiba-tiba, berhenti di depan rak daging olahan. Dia mengangkat sebungkus sosis bakar premium merek favorit. "Ini merek yang kau suka. Dulu kita selalu membelinya untuk barbeque di balkon. Kita beli satu paket, ya?"Vella memalingkan muka, berusaha keras tidak terlihat terlalu antusias. "Ambillah sesukamu. Toh ini uang dan kulkasmu."Victor tidak terpengaruh. Dengan senyum kecil yang memahami, dia melemaskan bungkusan sosis itu ke dalam keranjang. Keranjang yang perlahan-lahan mulai penuh dengan barang-barang pilihannya."Kau lihat?" gumam Victor sambil terus berjalan, matanya menyapu rak-rak seolah sedang merencanakan strategi. "Aku membel

  • Ketika Mantan Jadi Kakak Posesif   Bab 12

    Mobil hitam mewah itu berhenti tepat di depan gedung futuristik yang di puncaknya terpampang besar nama "Alves Entertainment". Begitu kaki Vella melangkah keluar, dunia yang serba cepat langsung menyambutnya. Lobi yang megah dipenuhi oleh para trainee dengan wajah masih polos namun penuh ambisi, diselingi sosok-sosok familiar—model papan atas yang sedang berbincang dengan agen, hingga aktor pemenang penghargaan yang lalu lalang dengan aura bintangnya."Selamat datang, Nona Vella. Saya Alex, asisten pribadi Mr. Victor." Seorang pria muda dengan kacamata frameless dan setelan jas sempurna menyambutnya dengan senyum profesional.Namun, matanya yang tajam mengamati setiap detail tentang Vella, seolah mencoba memecahkan teka-teki mengapa wanita ini begitu istimewa di mata bosnya."Mr. Victor sudah menyiapkan jadwal pemotretan untuk iklan parfum 'Eternité' hari ini juga. Mari saya antar ke ruang make-up."Vella mengikuti Alex, merasakan ratusan pasang mata menatapnya. Bisik-bisik berdesir se

  • Ketika Mantan Jadi Kakak Posesif   Bab 11

    Vella terbangun dari tidurnya oleh sebuah melodi yang merangkak masuk ke dalam mimpinya. Sebuah lagu yang terlalu dikenalnya, yang pernah menjadi pengantar tidur dan juga pembangkit jiwa. Their song. Dengan kaki yang masih limbung, ia terbawa keluar kamar, mengikuti denting piano yang seperti mantra.Dan di sana, di ruang tengah yang hanya diterangi oleh cahaya bulan Paris yang pucat, duduk Victor. Punggungnya tegap, bahunya membentuk siluet yang tegas namun sendu di tengah kegelapan. Jemarinya, yang dulu biasa menelusuri tubuhnya dengan penuh klaim, kini menari dengan lincah dan penuh perasaan di atas tuts-tuts piano, memainkan kenangan yang sama-sama mereka pahami."Victor," suara Vella serak, terpecah antara kantuk dan gejolak perasaan. "Ini sudah tengah malam. Kenapa kau belum tidur?"Lagu itu terhenti. Udara seketika menjadi pekat. Victor menoleh perlahan, matanya yang kelam menangkap bayangannya di balik cahaya remang."Aku tidak bisa tidur," jawabnya pendek, namun terasa sepert

  • Ketika Mantan Jadi Kakak Posesif   Bab 10 - Kurungan Emas

    5 Tahun Lalu.Langit sore Paris saat itu berwarna oranye keemasan, menyelimuti gedung kaca Alves Entertainment yang menjulang megah di distrik bisnis Champs-Élysées.Victor berdiri di depan jendela besar ruang kerjanya, menatap kota yang gemerlap tapi terasa sunyi.Di belakangnya, suara langkah sepatu terdengar perlahan.“Jadi akhirnya kau kembali ke sini,” suara berat seorang pria paruh baya terdengar, disertai nada yang nyaris seperti helaan napas lega.Victor menoleh, melihat Daniel Alexander, ayahnya — pria yang masih tampak berwibawa di usia lima puluh tujuh tahun, dengan rambut perak rapi dan mata kelam yang mirip dengannya.“Aku tidak pernah benar-benar pergi, Ayah,” jawab Victor datar.“Tapi aku hanya menunggu waktu.”Ayahnya tersenyum samar. “Dan waktu itu datang, rupanya.”Ia berjalan ke arah meja besar dari kayu mahoni, mengusap permukaannya yang mengilap. Di sana tertulis ukiran kecil: Alves Entertainment — Legacy of the Alexander Family.“Perusahaan ini… dulu mimpi kakakm

  • Ketika Mantan Jadi Kakak Posesif   Bab 9 - Rencana Ke Paris

    Malam itu, rumah besar itu seperti bernafas dengan lambat. Lampu-lampu koridor menyala redup, dan dari kamar di lantai atas, cahaya biru layar laptop menembus celah pintu.Vella duduk di meja kerja yang biasanya dipakai Victor untuk rapat daring. Jemarinya menari cepat di keyboard, mencari sesuatu yang tidak pernah berani ia tanyakan secara langsung:Victor Adrian Alexander — background, family, business, scandal.Setiap hasil pencarian menampilkan nama besar, perusahaan entertainment raksasa, proyek film, kontrak model. Tapi ada sesuatu yang aneh — bagian masa lalunya hampir kosong. Tak ada catatan universitas, tak ada catatan keluarga sebelum sepuluh tahun lalu.Semakin ia membaca, semakin dingin udara di sekitarnya terasa.Seolah seluruh hidup Victor dimulai dari titik tertentu — titik yang sengaja dibuat oleh seseorang.Vella menggigit bibirnya. Ia membuka tab baru, mencari arsip berita lama. Di salah satu forum gelap, ia menemukan foto pria muda dengan wajah mirip Victor — tapi n

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status