Home / Romansa / Ketika Suami Mulai Bosan / Kenapa Tak Kau Izinkan Saja?

Share

Kenapa Tak Kau Izinkan Saja?

Author: ERIA YURIKA
last update Last Updated: 2022-01-12 22:09:45

“Aku laki-laki Nisa, jangan membuatku seperti ini. Kamu menyiksaku tanpa alasan,” lirihku, walau amarah ini sudah naik sampai ke puncak melihatnya serapuh ini, hatiku tak kuasa melampiaskan kekesalan ini padanya.

“Maaf sudah bikin Abang menunggu selama ini,” lirih Nisa sambil terisak. Kulepaskan pelukannya dengan kasar. Dia sedikit tersentak ke belakang. Tak tahan rasanya berada dalam satu ruangan dengan wanita yang sudah jadi mahramku, tapi tak bisa kusentuh.

“Mau ke mana, Bang?” tanya Nisa ketika aku sudah sampai daun pintu.

“Panggil aku kalau kamu sudah siap!” Kututup pintu dengan kerar. Biarkan saja kalau gebrakannya membuat terkejut seisi rumah. Aku tak peduli. Apa kurangku, aku sudah tak menarik lagi bagimu?

“Papah?” Kutengok ke arah sumber suara. Ternyata Reina berada tepat di depanku, dipeluknya kaki kananku dengan kedua lengannya.

“Kenapa Papah marah? Kata mamah, enggak boleh tutup pintu keras-keras nanti pintunya rusak.” Bocah polos itu malah menasihatiku. Aku sengaja berjongkok menyejajarkan tinggiku dengan Reina.

“Iya Sayang, Papah lupa.”

“Papah, bajuku bagus enggak?” Reina malah memutar badannya, sepertinya baju yang Reina kenakan baru. Aku belum pernah melihat bocah itu memakainya.

“Bagus banget Sayang, Reina cantik.”

“Reina enggak kuno ‘kan, Pah?”

“Hah?” Aku bukan tak mendengarnya, tetapi kenapa anak sekecil itu malah bertanya hal semacam ini.

“Iya kata Papah, aku kuno. Jadi mamah belikan aku baju ini hihi aku beneran cantik ‘kan?” Gadis kecil itu tertawa kecil lagi-lagi. Dia berputar sembari memegangi ujung roknya yang seperti mayung.

“Cantik, sini! Memangnya kapan Papah bilang Reina kuno?” Kutarik lengan anak kecil itu agar berhenti berputar-putar dan mendekat padaku.

“Waktu di Cafe pas kita mau beli kue buat Papah.” Jantungku rasanya hampir saja terjatuh, kulepaskan genggamanku pada lengan kecil Reina.

“Memangnya kuno itu apa sih?”

“Hah? Hmm kuno itu…. Ah sudahlah, enggak usah di bahas, yang pentingkan sekarang Reina sudah punya gaun cantik begini.” Kualihkan pembicaraanku ke hal lain. Lagi pula anak sekecil ini tidak baik juga terlalu tahu banyak hal tentang urusan orang dewasa.

“Ya sudah, aku panggil Raina dulu ya. Soalnya kata mamah, kita bakal merayakan ulang tahun Papah di kamar. Kuenya jangan di potong dulu ya hihi nanti Reina aja yang potong,” ucapnya malu-malu.

“Reina mau potong kuenya? Boleh dong, belum di potong kok.”

“Hihi soalnya Reina belum pernah potong kue. Lilinnya juga jangan di tiup dulu. Nanti biar Raina aja yang tiup, oke pah?” Anak kecil itu lagi-lagi mendiktekan tugas untukku. Aku memang belum pernah mengadakan pesta ulang tahun untuk mereka. Kurasa membuat pesta hanya membiasakan anak-anak menagihnya tiap tahun. Ini juga kali pertama ulang tahunku dirayakan sampai seperti ini. Entah apa yang Nisa rencanakan. Bukankah dia juga tak suka perayaan.

Reina sudah pergi. Demi menghilangkan pusing di kepala, mandi sepertinya lebih baik, untuk mendinginkan badan dan otakku yang mulai berasap. Saat aku keluar dari kamar mandi, Reina dan Raina rupanya berada tak jauh dari sini.

“Ayo, Papah?” Mereka menarik lenganku agar segera beranjak keluar dari kamar mandi.

“Duluan saja Sayang, nanti Papah nyusul.”

“Bener ya, Pah? Jangan lama-lama!” ucap Raina padaku. Dua gadis kecil itu pun setengah berlari berlalu pergi dari hadapanku. Aku berjalan pelan menuju kamar tapi ketika di ruang tamu. Langkahku terhenti melihat gawai yang tiba-tiba saja berdering. Kubuka dengan cepat, ternyata hanya notifikasi grup chat yang tidak penting. Aku masih penasaran kenapa juga Nisa tak mau kusentuh. Kuketikan di aplikasi pencarian.

Kenapa istri enggak mau di sentuh.

Kurang Dapat Feel

Aku tiba-tiba tersenyum membacanya. Sungguh artikel ini hanya mengurangi kepercayaan diriku. Lagi pula rasanya tak mungkin juga Nisa bukan tipe wanita yang seperti itu kurasa.

Istri Terlalu Lelah.

Benarkah Nisa terlalu lelah, apakah mengasuh Khalid ditambah lagi dengan kedua kakaknya sangat melelahkan baginya? Bukankah sudah ada ART, meskipun dia tak tinggal seharian? Tapi ‘kan ada yang membantunya meskipun aku tak pernah ikut turun tangan langsung.

Dia Merasa Jelek, Sebagai Suami Anda harus Sering Memujinya.

Sebentar mungkinkah Nisa yang justru merasa minder padaku? Aku memang tak pernah lagi memujinya semenjak melahirkan Khalid. Istriku memang sedikit berubah. Masa sih dia sampai tidak percaya diri begitu? Tapi tunggu dulu, dia dulu pernah bilang kalau perutnya jadi keriput, dan menghitam. Mungkinkah dia malu karena hal itu? Aku masih ingat saat aku mengatakannya aura bahagia yang terpancar dari wajah Nisa langsung meredup seketika. Sepertinya aku memang harus minta maaf.

Sakit

Nisa sakit, tapi sakit apa?

“Papah kok malah main hape? Ayo udah ditunggu mamah.” Suara Raina yang nyaring hampir saja membuatku menjatuhkan ponsel.

"Oh iya Sayang, ayo kita ke kamar!” Kuabaikan pencarian tentang Nisa. Biarlah nanti saja kuteruskan lain waktu yang penting aku akan meminta maaf kali ini. Begitu masuk kamar, Nisa terlihat begitu berbeda kalau biasanya dia memoles wajahnya dengan make up lagi.

“Dik, masyaallah cantik sekali.” Aku sungguh terpukau dengan penampilannya.

“Abang berlebihan, tapi terima kasih.” Setelah itu acara potong kue dan tiup lilin pun berlangsung. Setelah anak-anak memakan kuenya mereka pun pergi keluar, menyisakan kami berdua di ruangan ini.

“Maaf membuat Abang menunggumu begitu lama, hari ini aku sudah siap.”

“Maaf Dik, mungkin Abang yang salah, pernah mengatakan sesuatu yang membuatmu sakit hati. Sekali lagi Abang minta maaf.”

“Itu memang kenyataannya Bang, semua yang ada pada diriku telah berubah. Diperjelas olehmu atau tidak, keadaannya memang sudah seperti itu.”

“Benarkah sudah siap?” tanyaku memastikan. Dia hanya mengangguk. Aku berjalan pelan menuju pintu, menguncinya lalu menekan saklar lampu. Ruangan mulai redup, kemudian berubah gelap tanpa cahaya lampu.

Mungkin karena kelelahan sepertinya aku tertidur cukup lama. Begitu mataku terbuka Nisa sudah tak ada di sampingku, ke mana dia? Aku segera bangkit dari tempat tidur. Kususuri setiap ruangan sembari memanggil namanya, tapi tak kunjung ada sahutan.

“Bapa cari ibu?” tanya Bi sumi, ART di rumahku.

“Iya ibu ke mana?”

“Tadi ibu bilang mau pergi sebentar, tapi sudah sekitar empat jam belum pulang juga.”

“Empat jam, ibu bilang pergi ke mana?” tanyaku.

“Ibu enggak  bilang mau pergi ke mana, Pak. Saya juga bingung Khalid sudah rewel banget nyariin ibunya.” Bi Sumi terlihat sangat kerepotan. Khalid memang lebih sering menghabiskan waktu dengan Nisa. Tugas Bi Sumi di sini hanya membantu membersihkan rumah, sedangkan anak-anak sepenuhnya tanggung jawab Nisa. Kuraih Khalid dalam gendongan Bi Sumi. Aku mencoba menenangkannya sebisaku.

“Pak hati-hati, jangan didudukkan seperti itu! Kasihan belum waktunya." Bi Sumi justru menyalahkan cara menggendongku. Aku memang tidak pernah menggendong Si Bungsu karena kesibukanku di kantor. Sepulang kerja biasanya dia sudah tidur.

“Loh bagaimana memangnya, Bi?” Wanita itu pun mengajariku menggendong Khalid dengan benar. Aku menuruti perintahnya. Hampir setengah jam Khalid berada dalam gendonganku. kutimang-timang dia, kunyanyikan lagu anak, tetapi tetap saja tangisnya tak kunjung reda. Diberi ASIP pun tidak mau. Kalau sudah begini kepalaku rasanya ingin meledak. Ke mana Nisa. Hari semakin larut pun dia belum juga sampai rumah, ponselnya pun tak dia bawa. Bisa-bisanya dia pergi seperti ini. Apa dia lupa tanggung jawab. Baru saja satu masalah selesai kenapa kamu buat masalah baru Nisa? Kenapa kamu begitu menyebalkan. Kalau sudah bosan jadi istri, kenapa tak kau izinkan aku poligami?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Roroh Siti Rochmah
hh syukurin hrusny bgtu dtinggl ngurus ank biar nyaho gimn repotny ngrus bayi & balita, malah dicemoohkan sakitny tu disini didlm hti.
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Babi loe loe kata ngurus bayi sama anak2 balita itu urusan gampang? Liat aj loe aj ndak bs gendong anak loe ndiri
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ketika Suami Mulai Bosan   Tak Ada Cinta yang Sempurna

    “Aku kan udah bilang Abang gak perlu lakuin ini! Kenapa Abang malah nekat? Sekarang aku sama siapa? Aku bener-bener sendirian.”Samar-samar kudengar suara perempuan terus mengoceh. Sepertinya letaknya tak jauh, tetapi karena telingaku yang sedikit berdengung jadi membuyarkan segalanya. Benarkah kamu takut kehilanganku, Sa? Sebagai apa, papahnya anak-anak atau suamimu? Aku masih berusaha membuka mata yang asih terasa berat sedang wanita di sampingku masih saja terus menangisi diriku, ah dia pikir aku selemah itu, hanya donor darah saja akan membuatku kehilangan nyawa.Rendah sekali penilaianmu padaku Nisa!“Abang jahat tahu gak, di saat aku benar-benar ingin...hiks hiks hiks.”Akhirnya aku berhasil membuka mataku pelan-pelan, bisa kulihat dengan jelas kalau wanita itu benar-benar Nisa, dia tengah duduk di sampingku sembari menunduk ke dekat lenganku.Kuusap pucuk kepalanya den

  • Ketika Suami Mulai Bosan   Cuma ini yang Bisa Kulakukan

    Baru saja kaki ini melangkah beberapa kali, tiba-tiba sosok laki-laki dengan perawakan tinggi datang mendekat ke arah Nisa, dari kejauhan bisa kulihat laki-laki itu seolah tengah memberi kekuatan pada Nisa. Entah apa yang mereka bicarakan terlalu sakit untuk mendekat bahkan jika itu hanya satu langkah.Kau tak butuh aku kah Nisa? Jika memang kamu bahagia bersama dia, aku ikhlas!“Bang Irwan, tunggu!” Baru saja kuputar tubuh ini untuk kembali ke mobil. Suara perempuan yang amat akrab di telinga, malah berteriak memanggilku. Gegas kuputar kembali badanku menghadap ke arah sumber suara.“Abang!” Kenapa, ada apa sebenarnya mata Nisa mengembun, lalu tak lama dia malah berlari ke arahku.“NISA!” Hampir saja dia tertabrak motor yang melintas dengan cepat.Bukannya segera menghindar Nisa malah tetap berdiri mematung di tengah jalan. Dia ini kenapa, raut wajahnya kenapa begitu frustasi? Bahunya bahkan sampai naik turun. Pengend

  • Ketika Suami Mulai Bosan   Asalkan Kamu Baik-baik Saja

    Sejenak kami menikmati saat kedua mata itu saling menatap. Kami sama-sama rindu, tetapi kenapa rasanya sulit sekali bersatu. Aku tahu bukankah kamu juga rindu Sa, dari sorot mata aku bisa tahu ada kerinduaan yang mendalam.Kenapa malah memilih jalan yang sulit, kalau kita bisa kembali? Masih ada waktu sebelum sidang keputusan itu di gelar seminggu lagi.“Masih ada waktu Sa, pikirikan semuanya baik-baik! Datang ke persidangan sekali saja, aku pamit. Jaga kesehatan ya!” ucapku.“Boleh kucium keningmu sekali Sa ....”“Enggak, berhenti jadi orang yang enggak tahu diri!”“Kenapa memangnya? Aku bakal lakuin apa pun selagi itu bisa membuatmu kembali.”“Anda pikir saya akan luluh dengan semua perlakuan anda, enggak semudah itu.”“Mudah, selama masih ada cinta di hatimu, aku gak akan menyerah.”“Terserah, hiduplah semau Anda!”Nisa pun pergi meneruskan langkahnya yang sempat t

  • Ketika Suami Mulai Bosan   Andai Saja Dapat Memutar Waktu

    “Bangun!” Suara lembut Nisa membangunkan tidurku, bisa-bisanya aku tidur di sini“Anda mau bangun atau mau saya panggilkan satpam?”“Astaghfirrullah Sa, kamu kok jadi kejam begini?”“Kenapa memangnya? Ini rumah saya, saya berhak menentukan siapa yang boleh masuk,” ucapnya.Aku tahu Sa, kamu hanya sedang berpura-pura kejam. Lihatlah dirimu! Kau bahkan tak berani menatap wajahku, kalau memang benar-benar membenci harusnya kau melihat ke arah mataku memandang, agar aku tahu dengan jelas kalau kamu tengah menantang. Kalau begini, kamu hanya membuatku gemas saja Nisa. Kamu tak cocok berperan jadi wanita jahat.“Kenapa Anda tersenyum?”“Kamu lebih cocok akting jadi bidadari." Dia sedikit mendecak, lalu tak lama mengerlingkan matanya malas, tangannya kini mulai bergerak membuka gembok.“Mau ke mana?” tanyaku.“Macul!”“Hahhaha." Dari sekian banyak kata kenapa juga dia harus

  • Ketika Suami Mulai Bosan   Aku cuma Mau Kita Pisah

    Kata-katanya itu, yang dia ucapkan barusan kenapa begitu menusuk, kalau kamu bisa mempercayaiku sedalam itu lalu kenapa kamu malah jatuh cinta lagi pada wanita lain.“Benar kan kamu yang menyuruhnya ke sini!”Ah perasaan ini kenapa juga mataku tiba-tiba menghangat, kubanting daun pintu dengan keras, menutupnya tanpa peduli dia masih berdiri di luar sana.Tapi tangan Bang Irwan secepat kilat menahan agar pintu itu tak cepat tertutup.“Pergi saya bilang! Anda gak mengerti bahasa manusia! Kalau saya bilang pergi ya pergi!”“Saya akan pergi, kalau kamu berhenti berpura-pura, untuk apa merendahkan dirimu demi membuatku cemburu Nisa?”“Iti hakku! Anda tidak punya hak mengatur hidup saya!”“Cukup Nisa!” Bang Irwan menarik tubuh ini, menenggelamkan pada dada bidang miliknya.“Mau sampai kapan

  • Ketika Suami Mulai Bosan   Sarapan

    Luka ini belum pulih seutuhnya, tapi kamu malah hadir membawa belati, menusuknya semakin dalam, mengoyak hingga perih kembali mendera.~~Aku menyerah pada takdir, kalau hanya aku yang berjuang bagaimana bisa rumah yang tiang-tiangnya sudah rapuh di makan usia tetap kokoh berdiri. Apalagi yang kamu lakukan dengan sengaja merobohkan satu persatu tiang itu tanpa kenal ampun pada akhirnya rumah itu akan runtuh, tinggal menunggu waktu. Terlalu banyak kata maaf yang terucap. Sejenak biarkan aku menyendiri, merenungi nasib diri yang juga berhak bahagia. Tak ada pernikahan yang sempurna, akan datang masa di mana kesakitan menyelimuti hari. Memang menyesakkan, tetapi selagi raga mampu di gerakkan maka kehidupan akan terus berjalan.Aku pernah meyakini, ini hanya tentang ujian, bukan akhir sebuah ikatan suci. Sekali lagi, pasti bisa di perbaiki tentu saja harus bisa di kembalikan seperti semula. Kuulangi kalimat itu setiap hari, jam , hingga waktu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status