Share

kedatangan ibu

Aku mengusap kedua mataku, rasanya berat untuk membuka, hampir semalaman aku menangis, menghentikan mas damar pun aku tak mampu. Hanya penyesalan yang aku rasakan sedikit banyak keputusan yang diambil mas damar juga karna ku. Untuk memenuhi semua keinginkanku dan raisa.

“ Buk, ada sepatu bagus nih, beli ya” raisa baru keluar dari kamarnya.

Ia masih fokus menghadap layar ponselnya seingatku belum ada sebulan yang lalu ia juga memesan sepatu di marketplace orange dan itu masih beberapa kali pakai. Aku masih menunduk tanpa melihat, berusaha menyembunyikan mata sembabku.

“ Lihat deh buk” raisa kini duduk di sebelahku ia menyodorkan ponselnya aku bahkan tak tertarik untuk melihatnya.

“ Bukanya sebulan yang lalu baru beli sepatu yaya?” suara parau ku terdengar olehnya ia sibuk menatap wajahku yang masih tertunduk.

“ ibu kenapa?, ibu abis nangis?” netra kami saling menatap. Mata beningnya masih mengawasiku dengan wajah yang penuh tanya. Aku mengusap hidungku yang berair mengalihkan pandangan kearah lain. Tak pernah terlihat olehnya kesedihanku aku tak pernah terus terang memperlihatkan padanya.

“ ibu, ini bukan gara gara raisa mau beli sepatu baru kan?” aku menangis sambil tertawa, Ia membuatnya begitu. Raisa cepat sekali tumbuh besar belasan tahun yang lalu aku bertaruh nyawa untuk bisa bersamanya menyaksikan tumbuh kembangnya. Ia mirip mas damar juga sifatanya mirip denganku.

“ atau ibu kangen ayah makanya sampai nangis-nangis” aku menghembuskan nafas perlahan raisa bahkan tak tahu kalau semalam mas damar pulang. Aku juga tak ingin mengatakan apapun dulu padanya.

Dia sibuk dengan ponselnya bisa ku tebak ia bakal menelpon mas damar untukku. Sebelum ponselnya berdering aku meraih dari tanganya. Aku tak ingin raisa tahu lebih cepat dari seharusnya.

“ nanti aja nelponya sekarang makan dulu” aku menggeletakan ponselnya di sampingku meggeser piring berisi telor di depannya.

“ telor lagi” protesnya, aku menghela nafas dalam-dalam.

“ katanya kesukaan yaya” aku mengembangkan senyum padanya memang kesukaannya tapi sudah seminggu ini ia sarapan pakai telor, kadang di dadar kadang telor mata sapi.

“ Bu raisa kangen kehidupan kita yang dulu, serba ada, raisa pengen ini itu cukup. Nggak kayak sekarang rasanya mau ngelulusin sampai SMP aja ayah keberatan, kenapa ayah nggak ngurus toko kakek lagi sih” aku menghembuskan nafas perlahan bagaiman menjelaskan ke raisa bahwa kehidupan berputar dan silih berganti. Kesenangan tak akan abadi juga dengan kesedihan.

“ atau kita pindah saja ke rumah kakek, bagus luas lagi” raisa berbicara dengan mulut penuh terisi nasi dan telor goreng

Raisa menghabiskan isi piringnya lalu meneguk air dalam gelas sampai tandas tak lama ia berpamitan berangkat sekolah dengan ojek online.

Aku tahu raisa cukup besar untuk mengetahui pernikahan mas damar dan aruna. Tapi aku belum siap memberitahunya terlalu cepat mengetahui kebenaranya.

“Laila” suara keras dari luar. Aku masih duduk kursi, sedari tadi aku malas melakukan apapun.

“la”imbuhnya lagi, aku bergegas melangakah menuju pintu ruang tamu membukanya perlahan.

“ ibu” suaraku tertahan, terkejut mendapati perempuan yang tengah berdiri halaman rumah ia bahkan tak mendekat di teras. Perempuan berumur tapi penampilanya masih terlihat ayu di tunjang dengan baju branded dan perhiasan tak ketinggalan tas brandednya.

“ Mana raisa aku ingin menjemputnya” pungkasnya.

“ibu, masuk” aku memepersilahkan perempuan yang berstatus sebagai mertuaku. Selama aku menikah dengan mas damar baru kali ini ibu datang kerumah kami.

“aku nggak ngunjungi kamu, kedatangan saya ke menjemput raisa. Dimana dia?” ibu widya menyilangkan tanganya ke depan dada memperlihatkan gelang emas yang berjajar di lengannya bahkan sepanjang dia berbicara tak sama sekali tak melihat kearahku.

“ raisa belum sekolah buk” ucapku lirih, raisa jarang sekali Pergi kerumah orang tua mas damar kalau nggak bersamaku, hanya beberapa kali dalam setahun bisa di hitung dengan jari. Waktu lebaran dan terakhir pernikahan lita enam bulan yag lalu.

“ halah jangan bohong kamu laila” ibu menyeringai, bagi ibu apapun yang aku ucapkan adalah kebohongan dan apapun yang aku lakukan ialah kesalahan.

aku begitu mengenal ibu, ibu akan berusaha keras agar keinginannya tercapai mungkin saat ini ibu masih berusah memisahkan aku dan mas damar setalah bertahun tahun pernikahan dan setelah raisa hadir melengkapi kehidupan pernikahan kami.

“ Saya bersyukur damar sudah sadar dan mengambil keputusan menikah dengan aruna, dia tak akan berlarut dalam kesusahan bersama kamu” aku semakin menunduk, ibu tahu kalau mas damar menikahi aruna.

“ Simpan air matamu, perempuan matre seperti kamu tak ada lama bertahan dengan damar yang bangkrut, mendadak kere dan kamu pasti cepat cari laki-laki lain yang banyak harta” Aku tak menjawab ucapan ibu. Percuma saja ibu ingin mendominasi pembicaraan ini.

Aku mengusap sudut mataku yng sudah berair, tak ingin memperlihatkan tangisku pada ibu baginya aku penjual air mata.

Sorot mata raisa memperhatikan kami, ia masih berada si pinggir jalan membayar ojol online yang mengantarkanya.

Ia mengerutkan kening memastikan seseorang yang bersamaku setelah itu melihat kearah mobil putih milik ibu.

Langkahnya mendekat padaku, melewati ibu, tak sepatah katapun yang ia ucapkan padaku juga ibu, ia langsung masuk rumah tanpa memperdulikan kami.

“ raisa” suara keras ibu membuatku sedikit terperanjat. Raisa menghentikan langkahnya membalik badan ia menengok kearah ibu meski sudah di ruang tamu tak lama ia kembali melangkah menuju kamar.

“ La, kamu ajarin apa anak kamu, nggak sopan sama orang tua, ngajarin anak satu aja nggak becus” ibu membulatkan matanya, ibu tak pernah menerima baik raisa, sejak kecil bahkan raisa pernah tak di anggap sebagai cucunya.

“ Bu, mungkin raisa lagi capek. Nanti saya bicara sama raisa”

“ nggak perlu, besok saya datang kesini buat jemput dia. Saya nggak mau cucu saya terlantar kalau sama kamu” ibu mengangkat sudut bibirnya setelah menyelesaikan kata-katanya ibu langsung bergegas pergi supir bayaranya setia menunggu dan membukakan pintu mobil untuk ibu.

“ raisa, sayang. Buka pintunya sebentar ibu mau bicara” aku berdiri di depan pintu kamarnya sesekali menekan handle pintu belum ada jawaban dari dalam.

“ Raisa buka ya sebentar aja” masih tak ada jawaban, aku mendengar ia lirih terisak hingga terdengar sesak.

“ raisa kamu nggak papa kan sayang” aku semakin tak sabar menunggunya untuk membuka pintu handle pintu aku tekan berkali kali badanku sudah aku condongkan ke depan bersiap untuk mendobrak, percobaan pertama belum berhasil, percobaan kedua raisa lebih dulu membuka kunci aku hampir tersungkur.

Wajah lelahnya dipenuhi sisa air mata yang sebagian sudah ia hapus, ia menatapku lekat mengembuskan nafasnya perlahan-lahan.

“ yaya nggak papa kan”. Tanganya mengangakat ponsel menghadapkan layarnya kearahku. Aku menyempitkan mata disana foto mas damar dengan mengembangkan senyum berdiri bersebelahan dengan aruna dan tak hanya satu jari raisa menggeser layar ada foto mas damar mengucapkan ijab kabul.

Aku menutup mulutku yang menanga, tak kalah terkejutnya dengan raisa.

“ ayah menikah lagi bu” bulir air matanya mulai jatuh di pipi, hidungnya sudah memerah. Tangisnya tak terbendung.

“ siapa yang mengirim ini, ia tak menjawab langsung aku raih ponselnya kontak mas damar pengirimnya. Mas damar keterlalua. ia memberitahu pernikahannya dengan cara seperti ini.

“ jadi ini alasan ayah nggak pulan-pulang, ayah menikah lagi. Ayah benar-benar tega” raisa meraih ponselnya dari tanganku gerakan cepat menutup pintu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status