Share

tak akan lagi sama

last update Last Updated: 2024-05-03 23:15:07

Damar

Berat meski hanya untuk menampakkan wajahku padany,a laila terlanjur sakit hati. aku beranikan melangkah menuju rumah, mungkin saja laila masih mengis seperti yang ia lakukan saat terakhir aku kerumah ini.

Aku menatap atap rumah yang sudah tak kokoh hanya tinggal beberapa bulan lagi rumah ini bisa di tempati aku menyewanya hanya satu setengah tahun tanpa sepengetahuan laila.

Atas keinginan ibu aku menjemput raisa, berusaha berbakti padanya dengan mengikuti semua yang ia katakan termasuk menikahi aruna.

“ Raisa” tak ada sahutan dari dalam, pintu langsung terbuka saat aku mendorongnya. Sepi dan lengang. Tak terdengar suara ribut benturan wajan dan spatula saat laila masak, atau teriaknya saat membangunkan raisa.

“Laila” ucapku lirih, menuju kamar kami tak kudapati ia disana, semua terlihat rapi bantal yang sudah tertata dan mukena yang terlipat di letakan kursi kayu dan di nakas alquran yang terbuka, aku menutupnya. Setelah membaca laila lupa menutup dan meletakan dengan benar.

Aku duduk di bibir ranjang, menatap cermin yabg tepat didepanku . Ada ruang di hati yang terasa sepi, meski katanya aku masih begitu mencintai aruna tapi laila memiliki ruang sendiri di hatiku.

“ Kenapa, ada apa?” aku langsung menengok kearah pintu, raisa tengah berdiri disana,

ia tak menyembunyikan rasa kecewanya padaku dengan menampakan wajah masamnya.

“ Ibu kemana?”

“ ibuku maksudmu?” jawabnya ketus. Aku baru melihat sisi lain darinya tak ada manja atau muka kasian yang sering ia perlihatkan padaku.

Aku hanya mengangguk, lalu ia menggeleng.

“ raisa kita liburan yuk” aku mendekat padanya berbicara lembut padanya, ia tetap menggeleng lalu melipat tanganya kedepan dada.

“ sehari saja, kita pergi kepincak malamnya langsung pulanhg” ia menggelengkan kepala, apapun yang aku katakan sekarang tak ia dengarkan. Aku kehilangan gadis keciliku yang manjala. dering notifikasi berbunyi berirama aku meraihnya dari kantong celana, raisa mengawasi ia melihay ponsel yang aku gunakan berlogo buah ia membuang wajah.

Langsung aku menekan tanda gangang telpon berwarna hijau ibu berbicara di balik sambungan, ia masih memaksaku untuk membujuk raisa.

Aku menghadapkan layarnya pada raisa, ku biarkan ia berbicara langsung pada raisa.

“Raisa, denger nenek ya. Sehari kita kepuncak ibumu nggak bakal marah, kamu jangan takut sama ibumu” ucapnya ibu pada raisa bertatap muka lewat panggilan video.

“ tapi nek, ibu nggak di rumah” raisa bicara lembut. Kemarin mungkin laila langsung menasihatinya atas sikapnya pada ibu, ibu bercerita padaku sikap raisa yang tak sopan.

“ kamu tenang aja nanti nenek yang bicara sama ibu kamu” handpone aku ambil kembali sebelum ibu bicara yang lebih banyak lagi, bicara yang tidak-tidak pada raisa.

“ sehari kita nggak nginep” setelah mendengarkan ucapanku raisa berjalan malas menuju kamarnya.

Entah apa sebenarnya mksud ibu, katanya biar raisa luluh dan mau mau menerima pernikahanku.

Cukup larut aku kembali pulang, saaf di puncak raisa juga tak begitu semangat, ia bahkan terus menurus menanyakan kapan pulang. Sudah jam sepuluh malam rumah dalam keadaan lengang aku tebak laila masih menangisi raisa yang tiba tiba menghilang. Ini juga tak meneati ucapanya untuk meminta izin ke laila.

“ Terus ibu mau ngubunginya laila gimana handphone aja nggak punya, mau telepati” kemudian suara ibu bergelak mengejek. Setelah itu aku tak mengingatkan apapun lagi padanya.

Raisa melangkah cepat masuk kerumah, ia terlihat begitu lelah. aku berdiri diambang pintu dengan membawa plastik penuh di kedua tanganku barang milik raisa,

Mata laila begitu sembab ia menatapku, belum sempat aku memberikan an barang-barang milik raisa ia menutup pintu dengan kasar.

Laila

Aku baru bangun, sendi sendiku rasanya pegal semua mata beratku juga susah untuk di buka, aku tak sempat menanyai raisa semalam ia langsung mengunci pintu kamarnya tanpa mengatakan apapun padaku.

Hari-hari akan tetap berjalan ada atau tiada mas damar, aku meletakan telur goreng kepiring tinggal dua butir untuk sarapan pagi ini aku dan raisa.

Aku menatap ke pintu, raisa sudah siap dengan seragamnya tanpa aku harus meneriakinya sejak subuh tadi ia sudah bangun. Aku menatapnya aneh, ini di luar kebiasaanya.

Ia sudah duduk di meja makan,

“ maaf sayang, ibu punya ung untuk memebeli lauk yang lain. Raisa nggak bosan kan makan telor” ia menyunggingkan senyum tanpa protes ia menyantap telor sampai habis.

“ ini uang dari ayah” ia merogoh kantong bajunya mengeluarkan uang pecahan seratus ribuan dua lembar.

“ simpan untukmu” aku memajukan tanganku saat ia akan memberikanya, pandangan kearahku penuh tanya. Mungkin aku enggan, tapi raisa butuh ini lagi pula itu juga tanggung jawab mas damar.

“ ibu sekarang kerja, pergi pagi pulang sore. Kamu nggak papa kan kalau pulang sekolah sendirian di rumah?” Aku menyelesaikan kunyahanku, raisa langsung mengangguk.

“ Ibu nggak marah aku sama ayah?” menatapnya lalu menghembuskan nafasku. Enggan menjawab.

Saat raisa berangkat sekolah ku juga berangkat membutuhkan sepuluh menit untuk sampai kesana dengan berjalan kaki, menghemat biaya sampai aku mendapatkan bayaranku, sampai di depan gerbang rumah mobil sedan bergaya sporty terparkir disana, seorang keluar dari dalam rumah bergaya rapi dan formal mengenakan jas warna muave memasuki mobil dan mulai melajukanya. Aku masih berdiri di depan gerbang melihat ia semakin mendekat lalu membukakan gerbang untuknya.

Tak bisa melihatnya dengan jelas seseorang yang barusan menjadi tamu bu soraya, hanya bisa melihat wajahnya dari samping dan yang jelas gagang kacamata yang berada di belakang telinga karna kaca mobil sedikit terbuka.

Setalah menutup kembali gerbang aku bergegas masuk rumah.

“ buk, saya terlambat?” ucapku pelan sambil nyengir tak enak

Mata bu suroya sibuk kearah jam dinding, ka menggeleng cepat.

“ nggak kok, kenapa?”

“ ada tamu tapi, saya belum disini untuk membantu ibu menjamu”

“ Tamunya yang kepagin, nggak papa. Kamu bisa memulai ja kerjaan kamu”

“ iya bu, anak ibu ya” aku bertanya karna penasarnaku, ibu soraya yang berada di rumah saja tapi hidupnya berkecukupan lebih dari kecukupan, pasti ia orang berada.

Bu soraya tak Langsung menjawab ja malah senyum menyeringai.

“ bukan lagi” ucapnya singkat, aku langsung berfikir bukanya tak ada mantan anak apapun keadaanya anak tetaplah anak.

Tak mau bertanya lebih banyak lagi aku bergegas dengan segala pekerjaanku yang akan menghabiskan waktu seharian.

Jam empat sore, sejam lagi biasanya bu soraya akan menyuruh pulang, pekerjaan rumah juga sudah selesai.

Aku duduk di kursi dapur tak ada yang aku kerjakan menunggu waktu pulang saja.

“ la, tolong masakin makanan rumahan karna cucu saya mau kesini” perintah soraya.

Tak hanya satu masakan bu soraya juga meminta masakan yang lain, sup daging, cah kangkung, udang asam manis.

“ Mungkin cucu saya nggak bakal suka makan begianian” ucap bu soraya sambil memasukan kangkung dalam wajah. Aku mengerutkan kening menatapnya,

“kalau tak suka kenapa dibuatin seperti ini bu”

“ biarin aja, papanya terlalu memanjakan” pungkas bu soraya, aku sempat berfikir lelaki yang tadi pagi itu yang di sebut papa dari cucunya

Aku mengangguk-angguk mengerti, tak ingin tahu lebih lanjut keluarga bu soraya.

Masakan sudah tersaji, aku melihat jam dinding jam lima lebih hampir setengah enam, meremat tanganku untuk mengurangi rasa gelisahku.

“ bu boleh saya pulang”

“ Nanti siapa yang bantuin saya beresin setelah makan malam” ucapnya benar juga, ia tak mungkin melakukannya sendiri.

“ tapi kasian anak saya pasti nungguin”

“ kamu telpon dulu nggak sampe jam tujuh kamu nanti pasti sudah pulang” bagaimana cara menghibungi kalau ponsel saja aku tak punya.

“ Saya nggak punya handpone buk”. Bu soraya berdercih

“ Laila laila jaman kayak gini kok nggak punya handpone” ia menyodorkan ponselnya padaku, beruntung aku ingat nomor raisa. Setelah berpesan untuk raisa menunggu dan jangan lupa makan aku memutus sambungan telponnya.

“ makasih buk” aku mengembalikan ponselnya padanya lagi. Ia mengangguk.

Sudah dari beberaa menit yang lalu suara bu soraya gembira menyambut cucunya sendau gurau kadang terdengar aku yang sedari di dapur hanya mendengarkan saja.

“ La bantuin sajiin di meja makan” bu soraya sudah di belakangku, aku hanya mengangguk dan bergegas membantunya.

Dua orang sudah berada disana remaja perempuan dan seorang laki-laki yang aku lihat tadi, semakin mendekat aku seperti mengenali wajahnya lelaki itu, rambut clean rapih. Aku semakin mendekat padanya aku tidak sedang salah lihat mengerjapkan mata cepat.

“ Mas barra”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Suamiku Menikah Lagi   kukira kau rumah

    happy reading jangan lupa kasih luv💖“raisa” ucapku, raisa masih betah di kamar meskipun aku sudah pulang, ia selalu sibuk dengan ponselnya hanya gelak tawa yang aku dengar. Bukan karna mengobrol denganku tapi ia tertawa karna melihat ponsel pintarnya.“ oiya hampir lupa, tadi ada yang kesini nyariin ayah, raisa bilang nggak ada terus nyariin ibu?”“ siapa, raisa kenal?” ia menggeleng.“katanya mau kesini kalau ibu pulang” ucapnya lagi.Aku tak pernah membuat janji dengan siapapun apa lagi laki-laki, kalaupun teman mas damar bukannya mereka tahu kalau mas damar sudah menikah lagi dan tk tinggal disini.Aku sudah selesai sholat magrib dan membaca belembar mushaf alquran, raisa lebih dulu makan, ia lebih suka memesan dari pada yang aku masak, mas damar menghujaninya uang.Aku mengunyah satu suap capcay, buk soraya selalu membawakan sayur yang aku masak sebagian untukku. Suapan terakhir lalu aku meminum air putih. Membawa piring kotor kedapur untuk langsung mencuci.“Tok tok” aku segera

  • Ketika Suamiku Menikah Lagi   takdir

    Bab 11Sepanjang hari berlarut dalam kesedihan, ayah tak pernah mendapat simpatiku seteah menikah lagi. Meski kadang ia membujukku dengan berbagai hal, memberiku barang barang mahal yang aku suka, mengajaku jajan atau mengajakku belanja ke mall.Menurutku istri baru ayah cukup cantik. Kulitnya bening seperti kaca dan pakain-pakaiam modis dan terlihat mahal. Begitukah sifat alami laki laki ia akan cepat bepaling dengan mengemukakan berbagai alasan padahal alasan sebenarnya ibu tak cantik lagi seperti dulu. Kata ayah begitu, ibu primadona. “ hai cantik, mataku mengerjap menoleh kearahnya tante aruna mendekat padaku menyodorkan eskrim coklat.Aku memperhatikan setiap detail yang ia kenalkan baju santai tapi tetap modis dan sepatu bagus miliknya berwarna putih sporty nan casual.“ Instagram kamu apa? Nanti tante follow” ia mendekatiku yang sedari berkutat dengan handponeku, tak penting yang kulakukan hanya melihat reels lucu-lucu, itu hanya pengalihan untuk membuatku terliahat sibu

  • Ketika Suamiku Menikah Lagi   sepuluh

    Bab 10 Damar Kehidupan yang berbeda jauh dengan yang aku jalani dulu tak ada aktivitas pagi yang begitu menyibukkan. Aruna selalu meminum kopi dan duduk santai di ruang santai Tak ada riuh aktivitas memasak atau keriwehan lain. Hanya hening di pagi hari di rumah besar aruna. “ ternyata kita aja nggak cukup mas” aku yang mendekat mencium bahunya kini mendongakkan kepalaku. “ aku nggak mau hamil diusiaku yang segini mas” perlahan aku melepasakan tangan yang aku lingkarkan pada pinggangnya. “ kamu bisa menjemput raisa, mengajaknya tinggal bersama kita disini, pasti menyenangkan punya anak perempuan yang sudah besar” " tak perlu mendengarkan orang lain, aku kamu cukup. lagi pula tak semudah yang kita fikirkan raisa, tetep memilih hidup bersama ibunya meski kehidupanya kekurangan. Belum lagi rasa bencinya padaku belum hilang” Aruna juga tahu bagaimana raisa tak bersemangat saat liburan bersamanya. “ kamu ini ayahnya, kamu punya hak atas dia” aruna bicara penuh penekan. " lagi pul

  • Ketika Suamiku Menikah Lagi   barra

    Pov Barra Mataku cepat beralih saat melihat sesorang berdiri di depan gerbang. Wajahnya tak asing untukku hanya sekarang lebih terlihat tirus. Ia tak sempat melihatku karna sengaja mebuka kace sedikit. Tak menyangka di pertemukan dengan keadaan yang begitu berbeda laila perempuan yang dulu aku dambakan .[laila kalau kamu gelapnya malam biarkan aku jadi barra sampai terang tiba]Laila mengembangkan senyum usai mendengarkan itu Aku menggelengkan kepala mengingat bagaimana dulu omong kosong itu keluar dari mulutku. Hari ini seperti permintaan Mama, aku mengajak lintang ke rumah mama, sebenarnya aku malas menuruti keinginan mama mertuaku tapi ia terus memaaksa kadang ada perdebatan perdebatan antara kami Rumah mama terlihat begitu sepi, hari hari di laluinya seperti itu, tak ada alya, lintang atau aku membersamainya. Lintang berlari bersemangat masuk kerumah. Menghamburkan pelukan pada mama, perempuan yang disebutnya nenek itu memeluk lama nan penuh kehangatan ia mengusap punggung d

  • Ketika Suamiku Menikah Lagi   ada kebencian

    semakin menunduk, agar mas barra tak menyadari .Aku bisa bernafas lega, mas barra tak mengenaliku, karna aku yang jauh berbeda dengan dulu tak ada jilbab, tak ada wajah kusam dan tak juga telihat tua.Tak bisa membayangkan bagaimana menertawakan dengan keadaanku sekarang. Harusnya dari dulu aku menyadari bahwa roda berputar, kehidupan akan berganti. Aku meninggalkan mas barra demi mas damar yang mengejarku dan dengan harta yang lebih banyak. Aku menunggu beberapa saat sampa makan malam keluarga selesai. aku tak lapar, hanya lelah aku ingin segera pulang.Langah kaki terdengar teratur, aku menengok ada gadis berambut menutupi bahunya, tangannya penuh dengan piring kotor yang tertumpuk.“ Biar saya saja, nona”Aku meraih piring-piring yang di bawanya tapi ia memertahan. Dan memasukan ke wastafel.“Nggak papa saya saja, disana masih ada bekas sayur tante” dengan ramah ia mengatakan.Mas barra masih duduk disana, Aku menghindari bertatap muka dengannya aku khawatir ia mengenaliku, me

  • Ketika Suamiku Menikah Lagi   tak akan lagi sama

    DamarBerat meski hanya untuk menampakkan wajahku padany,a laila terlanjur sakit hati. aku beranikan melangkah menuju rumah, mungkin saja laila masih mengis seperti yang ia lakukan saat terakhir aku kerumah ini.Aku menatap atap rumah yang sudah tak kokoh hanya tinggal beberapa bulan lagi rumah ini bisa di tempati aku menyewanya hanya satu setengah tahun tanpa sepengetahuan laila.Atas keinginan ibu aku menjemput raisa, berusaha berbakti padanya dengan mengikuti semua yang ia katakan termasuk menikahi aruna.“ Raisa” tak ada sahutan dari dalam, pintu langsung terbuka saat aku mendorongnya. Sepi dan lengang. Tak terdengar suara ribut benturan wajan dan spatula saat laila masak, atau teriaknya saat membangunkan raisa.“Laila” ucapku lirih, menuju kamar kami tak kudapati ia disana, semua terlihat rapi bantal yang sudah tertata dan mukena yang terlipat di letakan kursi kayu dan di nakas alquran yang terbuka, aku menutupnya. Setelah membaca laila lupa menutup dan meletakan dengan benar.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status