Nah benar kan, kemarahan Sintya pasti sudah mereda, buktinya kini dia menghubungiku. Karena sudah dua hari ini aku tidak pulang ke rumah, pasti Sintya akan memohon dan memintaku untuk pulang. Hatiku tersenyum bangga.Segera Aku geser tombol hijau."Halo, Sin! Ada apa?" tanyaku basa basi."Mas, Rizki sakit dari kemarin nadanya panas, dan dia terus memanggil-manggil kamu, apa kamu bisa pulang sebentar untuk menemui Rizki."Degh!Aku terhenyak mendengar ucapan Sintya dari seberang sana, ternyata dia menghubungiku bukan karena yang aku pikirkan tadi, melainkan Rizki anakku sakit."Kamu sudah bawa ke dokter?" tanyaku."Sudah, tapi panas nya belum juga turun, sore tadi sempat turun, tapi sekarang naik lagi." Terdengar jelas dari suaranya, Sintya sedang di landa kekhawatiran. Aku sempat terdiam beberapa saat."Mas, bisakah kamu pulang sebentar, aku tidak mengharap apapun, selain demi Rizki. Dia terus panggil-panggil nama kamu," ucapnya lagi."Siapa, Mas!" tanya Eva yang tiba-tiba keluar kam
POV Sintya.Aku melangkah keluar kamar, danberikan mereka waktu untuk bersama.Sejak kemarin Rizki demam, entah pertanda atau apalah itu, ia demam tepat ketika Ayah kandungnya mengucap ikrar akad dengan wanita lain. Dan sepanjang ia sakit ia terus memanggil kata Ayah.Pagi tadi sudah aku bawa ia berobat ke dokter, tapi malam ini demamnya kembali naik, membuatku mau tak menghubungi Ayahnya untuk pulang. Aku duduk termenung di sofa ruang tamu. Menatap lurus ke awang-awang, berharap dengan kehadiran Mas Yudi, kondisi Rizki bisa segera membaik.Ddrrrttt. Ddrrrtttt.Suara getar ponsel mengagetkanku, aku cari-cari sumber getaran itu, sedangkan ponsel milikku ada di samping televisi sedang aku charge, masih kuingat aku mematikan ponselku sebelum aku charge.Ternyata bersumber dari ponsel milik Mas Yudi yang tersimpan di saku jaketnya. Jaket yang aku belikan saat kami jalan-jalan dulu, tergeletak di sofa.Tertera nama Eva di layar benda pipih itu, seketika membuatku sebal, pasti ia meminta M
Akhirnya malam ini Mas Yudi tidur di rumah ini, kami bertiga tidur dalam satu ranjang, di kamar utama. Yah, kamarku dan Mas Yudi dulu, dengan Rizki tidur di tengah.Alhamdulillah, demam Rizki sudah turun, aku lega kondisinya sudah mulai stabil. Semalaman aku tidur tak nyenyak, sesekali terbangun untuk cek kondisi anak semata wayangku, ada rasa takut kalau-kalau tiba-tiba panas tinggi saat tengah malam.Usai sholat subuh aku berkutat di dapur, memasak sop ayam. Mas Yudi tampak sedang bersiap-siap, entah ia akan langsung pergi ke galeri, atau pergi ke rumah istri mudanya, sejak semalam ia samasekali tak memegang gawainya, entah sudah berapa kali wanita itu mencoba menghubungi Mas Yudi.Mungkin ia lebih memilih fokus menemani Rizki, yang sedang membutuhkannya."Sintya, duduklah! Aku ingin bicara," ucap Mas Yudi, yang entah sejak kapan duduk di bangku meja makan.Aku menghela napas panjang."Ada apa lagi sih, Mas!" Sahutku ketus."Sin, Mas butuh uang, bisakah kamu transfer balik uang yan
"Iya, Sayang. Tapi Mas minta kamu sabar sebentar ya! Mas akan usahakan untuk bisa segera beli mobil."Aku tersentak, benar dugaanku dia ingin beli mobil semata-mata karena permintaan perempuan sia*an itu! Membuat aku muak, ingin segera mengakhiri semuanya sebelum wanita itu semakin bertingkah.Braakk! Aku menutup pintu dengan kasar, sengaja agar Mas Yudi tau kalau aku mendengar percakapannya. Benar-benar perempuan Sia*an! umpatku dalam hati.Hari ini Alhamdulillah kondisi Rizki semakin membaik, ia terlihat lebih ceria dan suhu tubuhnya normal. Namun masih harus banyak istirahat agar cepat pulih.Waktu masih menunjukkan waktu jam sebelas siang, tapi Rizki sudah tertidur di kamar utama. Aku merebahkan tubuhku di sampingnya.Drrrtt. Ddrrrttt.Suara panggilan masuk, aku raih ponselku, tertulis nama Hana di layar. Segera aku geser tombol hijau."Halo, Han!" "Halo, Sin. Gimana kondisi Rizki sekarang?" tanya sahabatku, di seberang sana. Memang aku kemarin sempat memberitahu Hana jika Rizk
Sementara Ferdi memilih duduk menunggu di ruang tamu, sambil mengeluarkan beberapa berkas dari dalam tasnya."Alhamdulillah Rizki sudah membaik, Sin!" ucap Hana duduk di tepi ranjang, melihat Rizki yang tengah tidur pulas."Iya Alhamdulillah, Han! Aku ke dapur sebentar ya, Han!" pamitku pada sahabatku,Aku ke dapur mengambil minuman dan pisang cokelat yang tadi aku bikin, dengan nampan aku berjalan ke depan di ruang tamu, aku lihat Hana sudah kembali duduk di samping Ferdi."Minum dulu, Hana! Ferdi!" ucapku menyuguhkan makanan dan minuman yang aku bawa dan meletakkanya di meja, berkas-berkas yang Ferdi keluarkan, ia letakkan di meja sudut, memang ruang tamuku ada meja kecil di sudut."Permisi" ucap seseorang dari luar pagar rumah. Pesanan makananku sudah datang rupanya. Aku segera keluar untuk mengambil makanan yang kupesan melalui aplikasi online.Aku kembali masuk ke dapur dan mengeluarkan makanan itu, kemudian memasukkannya ke dalam piring saji."Hana, Ferdi! Ayo kita makan dulu,"
Besok aku akan ke galeri, dan mulai memantau semuanya. Aku tak ingin sampai kecolongan, apalagi Mas Yudi pasti sedang butuh uang untuk membeli mobil atas permintaan jalangnya itu.Pagi hari aku berencana akan ke galeri hari ini, setelah mengantar Rizki berangkat ke bimba, tentunya.Selepas subuh, aku sudah selasai mencuci dan memasak, aku bangun lebih pagi, karena mulai hari ini aku akan kembali terjun mengurus galeri.Aku sedikit memakai bedak dan mengoles tipis lipstik di bibirku, entah mengapa aku lebih suka memakai make up natural dan tidak berlebihan atau menor. Setelah selesai sarapan kami berangkat.******Aku sudah duduk di ruang kerja Mas Yudi sekarang, ruangan yang akan menjadi ruang kerjaku sekarang.Untuk Mas Yudi, aku sudah menyiapkan ruangan sebuah ruangan yang lebih kecil untuknya, sekarang pekerjaannya ada di bawah pengawasanku, jadi ia tak bisa seenaknya apa lagi mengenai dana operasional di galeri ini.Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi, Mas Yudi belu
"Bagaimana dengan Rizki? Apa kamu nggak kasihan?" pertanyaan Hana membuatku sedikit terdiam, memang ada sedikit kesedihan, jika mengingat anak yang menjadi korban atas sebuah perceraian."Han, kamu lihat aja sekarang, Mas Yudi lebih banyak waktunya untuk perempuan murahan itu ketimbang untuk Rizki, bukankah itu sama saja, dia sudah tak peduli dengan Rizki. Keputusanku sudah bulat, toh juga nanti setelah kami resmi bercerai, aku tak kan menghalangi Mas Yudi untuk bertemu anakna," cerocosku."Iya kamu benar Sin! Baiklah jika itu keputusan yang terbaik. Aku hanya bisa bantu doa semoga semua berjalan lancar.""Aamiin..." Aku menutup sambungan telepon, usai berpamitan sebelumnya.Di saat Hana sahabatku akan memulai hidup baru dengan pernikahannya, keadaanku justru sebaliknya, rumah tanggaku hancur karena orang ketiga, aku hanya bisa mendoakan semoga rumah tangga sahabatku tidak mengalami nasib yang sama.Ting! Sebuah notifikasi pesan masuk dari Hana.Kontak Nomor yang dikirimkan Hana, Pa
Aku melajukan kendaraanku menuju kantor pengacara, sesuai arahan yang telah di kirimkan Pak Budi, tak lupa aku membawa semua berkas-berkas yang diminta."Permisi! Selamat Siang, Mbak! Saya mau bertemu dengan Pak Budi," ucapku pada seorang wanita cantik petugas resepsionis."Selamat siang, Bu! Maaf dengan ibu siapa?" jawabnya dengan ramah, senyum manisnya tersungging di bibirnya, menampakkan deretan gigi putihnya."Saya, Sintya!" sahutku."Oh, Ibu Sintya! Mari Bu, saya antar ke ruangan Pak Budi, beliau sudah menunggu."Aku mengikuti langkah wanita yang aku taksir bernama Tia itu, terlihat dari nametag yang tersemat di dada kirinya.Tok! Tok! Tok! Permisi.Tia mengetuk pintu ruangan, yang bertuliskan nama Budi Hermawan, S.H. yang aku yakini ini ruang kerja Pak Budi."Masuk." Suara sahutan seseorang dari dalam ruangan."Tunggu sebentar ya, Bu!" ucap Tia dan kemudian dia masuk ke dalam meninggalkan aku di depan pintu. Kemudian tak berapa lama ia keluar dan mempersilahkan aku masuk."Sela