Share

Bab 4

Degh! Jantung Alif seolah berhenti berdetak saat itu juga. Nafasnya seakan tercekat di tenggorokan, peluh sebesar biji jagung mulai keluar dari pori-pori kulitnya.

"Pa, palsu? Kok bisa Mbak?" tanya Alif sambil tergagap.

"Ya mana saya tahu!"jawabnya dengan tatapan sinis.

Alif pun mengambil uang itu dengan kedua tangannya yang bergetar, kedua netranya mulai berkaca-kaca pandangannya pun berkabut.

"Udah sana pergi! Banyak pelanggan yang lagi antre tuh!" kasir itu mengusir Alif sembari membentaknya.

Alif pun berjalan dengan kedua lututnya yang terasa sangat lemas, ia menatap uang 100 ribuan itu dengan tatapan yang nanar dan memilukan.

"Bagaimana bisa ini palsu ya Allah ... tega banget sih orang yang udah nipu Alif ya Allah ..." Alif kembali terduduk di ats trotoar. Alif menyusut kedua pelupuk matanya, ia tidak ingin menangis dan terlihat lemah di tempat umum seperti ini.

"Heh, bocah kamu nggak boleh jualan disini!" Suara bariton seorang pria dewasa tiba-tiba mengagetkan Alif yang sedang bersedih meratapi nasibnya yang habis ditipu orang.

"Astaghfirullah!" gumam Alif, ia buru-buru menyusut kedua sudut matanya.

"Heh, kamu! Denger nggak apa yang barusan saya omongin?" ucapnya setengah berteriak.

"De, denger Pak!" jawab Alif, badannya bergetar dengan hebat.

"Ini tempat jualanku! Gara-gara kamu jualan disini, para pelangganku jad pada kabur. Mereka nggak jadi membeli buah jeruk milikku! Karena mereka sudah lebih dulu membeli buah salak dari kamu!" Pria itu memegang kerah baju Alif dengan kedua tangannya.

"Ma, maaf Pak. Saya nggak tahu kalau Bapak jualan buah jeruk disini ..." jawab Alif ketakutan.

"Sekarang kamu sudah tahu kan, bocah! Sekarang juga kamu pergi dari sini! Atau kamu akan tahu sendiri akibatnya!" Pria itu melepaskan genggamannya dari Alif dengan kasar. Hampir saja tubuh Alif terjatuh, tapi Alif berusaha untuk segera menyeimbangkan tubuhnya dan tangannya menopang pada tembok.

"Ba_baik Pak. Saya akan segera pergi dari sini!" ucap Alif dengan terbata-bata.

"Cepat pergi dari sini bocah si*lan!" Jangan pernah kamu untuk jualan disini lagi!" Bentaknya dengan berapi-api.

"I_iya Pak." Alif pun kembali menenteng dagangan salak miliknya dan pergi meninggalkan trotoar tempat ia berdagang dengan membawa perasaan yang tak menentu bercampur aduk jadi satu.

"Huh." Alif menghela nafasnya. "Bismillah ..." Alif berjalan dengan tergopoh-gopoh sembari menenteng dua kerangjang buah salak, dagangannya.

"Jangan pernah jualan lagi disini, dasar bocah!" umpat pria paruh baya tersebut, ia berteriak karna Alif sudah mulai menjauh darinya.

Beberapa pasang mata menoleh pada Alif, ada yang menatap sinis ada juga yang menatapnya iba.

*****

Alif sudah melangkahkan kakinya meninggalkan tempat tadi setelah ia diusir dengan kasar.

"Allahu Akbar, Allaahu Akbar, terdengar suara adzan dzhuhur menggema begitu syahdu di telinga.

Setelah jauh berjalan, akhirnya Alif tiba juga di depan sebuah masjid di pinggir jalan raya.

"Ah, sholat dulu aja ah, udah masuk waktu dzhuhur. Sebaiknya sholat itu dilakukan tepat pada waktunya jangan ditunda-tunda, biar Allah pun segera memberikan kebaikanNya kepada kita," gumam Alif.

Alif pun menaiki setiap anak tangga di depan masjid. Lalu, Alif meletakkan dua keranjang dagangannya di teras masjid di samping dinding.

"Ah, sebaiknya aku segera ambil air wudu, takutnya nanti nggak keburu sholat berjama'ah bersama Imam dan para jama'ah yang lain." Alif bergegas menuju ke tempat wudu masjid.

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar.

Iqomat sudah dikumandangkan, Alif bergegas memasuki shaf sholat.

Saat Alif sedang melaksanakan sholat berjama'ah ....

"Hey, lumayan ada buah salak nih, kita cobain dulu. Coba buka satu bungkus!" ucap seorang pria asing yang memakai jaket kulit di teras mesjid, ia berbisik kepada temannya.

"Oke Bro!" Sahut kawan pria asing itu yang memakai jaket jeans.

Mereka berdua membuka satu bungkus salak, mengambil buahnya lalu mulai mengupas kulitnya.

"Am, nyam, nyam, nyam. Enak bro! Manis bin legit!" ucap pria yang memakai jaket jeans.

"Ya bener!" timpal pria yang sedang memakai jaket kulit.

"Kalau gitu kita ambil aja, Bro! Mayan buah salak gratis!" Mereka berdua mengambil semua buah salak tersebut.

"Heh, jangan semuanya banget bro, sisain aja satu bungkus mah!" imbuh pria yang memakai jaket kulit.

"Oke, Bro! Kita sisain satu ya!" pria berjaket jeans itu menimpali.

"Ya udah Bro, keburu para jama'ah itu kelar sholatnya. Gimana kalau kita cepet-cepet cabut dari sini?" Pria yang sedang memakai jaket kulit itu lari terbirit-birit bersama kawannya, masing-masing mereka membawa 8 bungkus buah salak, dengan cara memeluknya.

25 menit kemudian, Alif telah selesai melaksanakannya kewajibannya sebagai umat muslim yang beriman. Alif bergegas untuk kembali berjualan. Tak lupa, Alif pun memasukkan uang 5 ribu ke dalam kencleng masjid.

"Ya Allah walaupun Alif udah ketipu sebanyak 100 ribu, tapi Alif ikhlas ya Allah. Semoga rezekinya diganti dengan yang berkali-kali lipat dan jauh lebih baik dari uang 100 ribu ini ya Allah aamiin," doa Alif di dalam hatinya.

Alif pun berjalan cepat menuju ke teras. "Aku harus lebih semangat lagi! Semua ini Alif lakuin demi Emak,biar Emak bisa masak ketupat opot sama gamis baru buat lebaran!" ucap Alif berapi-api.

Saat ia sudah berada di teras masjid ....

Alif menghampiri keranjang jualannya.

"Astaghfirullah!" lirih Alif.

Ia mengelus dadanya, "hm." Alif menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Ya Allah, kenapa buah salak tinggal 2 bungkus lagi ... itu artinya ... sisa buah salakku hanya sekilo lagi ...." tanpa terasa tetesan bening sudah mengalir di kedua pelupuk mata Alif.

"Hu, hu, hu, bagaimana ini ya Allah, aku harus bilang apa sama Emak ... padahal Alif udah janji mau ngasih Emak duit bakal beli ketupat buat lebaran, hu hu hu ..."

Alif menangis tersedu-sedu di pojokan teras masjid.

Matanya menatap nanar 2 keranjang dagagannya yang sudah kosong dari buah salak, yang hanya tinggal sisa sekilo saja.

"Udah mah ketipu 100 ribu, sisa buah salak Alif ada yang nyuri ya Allah, astaghfirullah ..." Alif terduduk lesu di pojokan sembari menyenderkan punggungnya ke dinding.

Karena terlalu lelah berjalan saat berjualan, tak terasa Alif pun ketiduran di atas teras masjid.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status