Share

Bab 3

"Hm," Alif mendengkus kesal, ia mencebikkan bibirnya.

Rasanya ingin sekali agar ia cepat-cepat pergi dari rumah si Ibu. Tapi si Ibu yang cuma beli satu kilo salak itu, ia belum selesai memilih buah salak sedari tadi.

"Cih, si Ibu ini sudah nawarnya mepet, banyak omong, milihnya lama banget lagi!" Alif merasa kesal di dalam hatinya.

"Astaghfirullah, Alif lupa kalau Alif lagi saum, maafin Alif Ya Allah ..." Alif mengusap dadanya pelan.

"Yang ini ... banyak sih. Tapi, buah salaknya kecil-kecil. Yang ini buah salaknya besar-besar. Tapi, salaknya sedikit! Aduh jadi bingung, yang mana ini ya?" Si Ibu membandingkan bungkusan salak yang satu dengan bungkusan salak yang lainnya.

"Pegalnya, duduk dulu ah ... dari pada lama dan bete nungguin si Ibu." Alif menjatuhkan bobot tubuhnya di atas keramik teras si Ibu.

"E_eh ... mau ngapain kamu?" tanya si Ibu mengagetkan Alif.

"Mau ikut duduk disini Bu, saya pegel berdiri terus dari tadi!" jawab Alif denga santai.

"Heh, ini tuh keramik mahal ya, udah saya sapu dan pel bersih! Kamu nggak boleh sembarangan duduk disini!" Ibu itu berteriak dengan sangat lantang.

"Iya Bu, maaf." Alif pun bangkit seraya mecebikkan bibirnya.

"Nih, saya udah dapet salaknya, dua bungkus sekilo kan ya? Awas, kalau timbangannya kurang!" Ibu itu kenyerahkan 2 lembar 2 ribuan serta uang logam 500 2 biji kepada Alif.

"Makasih, Bu." Alif pun menerimanya dengan tatapan nanar. Ia lantas memasukkan uangnya ke dalam saku celananya.

Si Ibu langsung mesuk ke dalam rumahnya.

Bruk!

Ia menutup pintu rumahnya dengan sangat keras. Lebih tepatnya dibanting.

"Ya Allah, mimpi apa Alif bisa ketemu sama Ibu-ibu yang seperti itu, astaghfirullah." Alif menggelengkan kepalanya.

Tak lama kemudian, Alif pun segera mengangkat kembali dua keranjang buah salaknya.

"Alhamdulillah," gumamnya.

Ia kembali berjalan sambil terus menawarkan buah salak kepada siapa pun yang ada di jalanan kampung tempat tinggal Alif.

"Salak ... salak ... salak ..." teriak Alif menawarkan jualannya.

Setelah berjalan agak jauh dari kampung tempatnya tinggal, tak terasa pagi sudah berlalu dan segera menuju siang.

"Istirahat dulu ah, Ya Allah udah puter-puter dari tadi cuma baru laku sekilo! Mudah-mudahan hari ini jualan salak Alif laku semua Ya Allah, aamiin." Alif duduk di samping trotoar tepat di depan sebuah minimarket.

Jarum jam menunjukkan pukul setengah 11 siang. Alif menyusut peluh yang sudah membanjiri keningnya.

"Ya Allah mudah-mudahan disini banyak yang beli salak Alif." Alif celingak-celinguk melihat ke sekeliling jalan siapa tahu, ada orang yang sedang berjalan di trotoar ini lalu tertarik untuk membeli salak jualannya.

"Dek, berapa buah salaknya?" Tanya seorang Ibu muda yang memakai hijab.

"Hm, ini 10 ribu sekilo, Bu," jawab Alif penuh antusias.

"Salak apa ini?" tanyanya.

"Salak pondoh, Bu! In syaa Allah rasanya manis dan legit!" jawabnya dengan rasa sumringah.

"Saya beli 2 kilo, Dek!" Ibu muda itu menyerahkan 2 lebar uang 10 ribuan.

"Baik, Bu." Dengan semangat 45 Alif pun segera memasukkan 4 bungkus salak itu ke dalam kantong keresek hitam yang besar.

"Makasih ya, Dek." Ibu muda itu menerima keresek berisi bungkusan salak dari Alif.

"Sama-sama, Bu." Senyum Alif pun terbit dari bibir mungilnya.

"Alhamdulillah Ya Allah," gumam Alif tak henti mengucap syukur. Ia kembali duduk di atas trotoar.

Tak beberapa lama kemudian, banyak sekali orang yang kebetulan sedang lewat di trotoar melihat dagangan buah salak Alif, mereka pun berbondong-bondong membeli dagangan buah salak Alif.

"Dek, berapa harganya sekilo?" Tanya seorang Ibu paruh baya yang memakai hijab.

"10 ribu sekilo, Bu," jawab Alif.

"Ya mau ya sekilo." Kali ini pembeli tanpa tawar menawar lagi, Alif hanya tinggal bungkus membungkus saja.

"Dek, salak apa ini?" tanya seorang perempuan.

"Salak pondoh, Mbak," jawab Alif.

"Berapa sekilo?" tanyanya lagi.

"10 ribu sekilo, Mbak," jawab Alif dengan penuh semangat.

"Saya mau 2 kilo ya ..." sahutnya.

"Siap ..." Alif tinggal memasukkan 4 bungkusan salak ke dalam satu kantong keresek besar.

Akhirnya, dagangan buah salak Alif pun telah terjual cukup banyak. Ia terduduk kembali di trotoar, untuk sekedar beristirahat sembari kembali menunggu pembeli selanjutnya.

"Manis nggak nih, Dek?" tanya seorang Ibu yang sudah cukup berumur.

Alif pun kembali bangkit dari duduknya, ia kembali melayani pembeli.

"In syaa Allah manis, Bu. Ini asli salak pondoh, rasanya dijamin manis dan legit ..." sahut Alif sambil menyunggingkan senyum di bibirnya.

"Ya udah kalau gitu saya mau 2 kilo ya, Dek," imbuhnya.

"Baik, Bu," jawab Alif.

Alif pun memasukkan salak ke dalam kantong keresek besar.

"Ini uangnya, Dek." Ibu itu menyerahkan selembar uang 50 ribuan pada Alif.

"Ini kembaliannya, Bu." Alif hendak memberikan 3 lembar uang 10 ribuan.

"Udah buat kamu aja kembaliannya, Dek," jawab si Ibu cepat.

"Alhamdulillah ..." gumam Alif seraya mengucap syukur tiada henti.

"Terima kasih banyak, Bu," lanjutnya lagi.

"Sama-sama, Dek. Semoga laris manis jualannya ya, Dek," timpalnya.

Ibu itu akhirnya pergi meninggalkan Alif dengan belanjaan salak di tangan kirinya.

Alif kembali terduduk di trotoar, ia tak henti mengucap syukur dan menghela nafasnya.

Kini, dagangannya tinggal tersisa beberapa kilo lagi saja.

"Alhamdulillah, sebagian besarnya udah habis terjual Ya Allah, semoga hari ini laku semuanya biar bisa beliin ketupat opor sama gamis lebaran buat Emak, aamiin." Alif mengusapkan kedua tangannya pada wajahnya yang masih imut khas remaja.

Alif kembali diam terpaku di atas trotoar, dan suasana sangat hening karena tidak ada satu pun manusia untuk mengobrol teman mengobrol. Semua orang sibuk dengan aktifitas masing-masing, tentu saja keadaan ini sudah terbiasa bagi Alif.

"Dek, saya mau beli salaknya ya ..." seorang laki-laki dewasa tiba-tiba memecah keheningan.

"Hm, iya Pak. Mau berapa kilo, Pak?" Alif bangkit dan berdiri dengan tegak.

Kebiasaan Alif itu kalau ada pembeli pasti dia bangkit dari duduknya, untuk menghargai pembeli katanya.

"Berapa sekilonya, Dek?" tanya pria asing tersebut.

"10 ribu sekilo," sahut Alif cepat.

"Kalau gitu saya mau 5 kilo ya, Dek!" Serunya seraya menyerahkan selembar uang berwarna merah.

"Siap, Pak." Alif pun bergegas untuk memasukkan 10 bungkusan buah salak ke dalam 2 kantong keresek yang besar-besar.

"Ini Pak, salaknya." Alif menyerahkan 2 bungkusan salak yang besar-besar kepadanya.

"Iya," imbuhnya.

Pria itu mengambil 2 kantong keresek salak yang besar-besar dari tangan Alif. Ia lalu menyerahkan selembar uang 100 ribuan pada Alif.

Alif merogoh tas selempang kecilnya, guna mencari uang 50 ribu sebagai kembaliannya.

"Ini Pak, kembaliannya." Alif menyerahkan uang itu.

"Makasih, ya," sahutnya. Dengan sangat tergesa-gesa pria itu pergi begitu saja meninggalkan Alif.

Alif pun kembali terduduk di atas trotoar.

"Alhamdulillah udah laku 11 kilo, sisa tinggal 9 kilo lagi. lebih baik aku segera menukarkan uang ini untuk kembalin."

Alif memasuki sebuah minimarket ia berusaha untuk menukarkan uanh pada kasir.

"Maaf, Mbak. Saya mau nukerin uang, bisa?" tanya Alif hati-hati.

"Sebenarnya nggak bisa sih, tapi ya udahlah sini! Mana duitnya!" jawabnya ketus.

Alif menyerahkan uang 100 ribu itu padanya, setelah diperiksa oleh kasir di bawah sinar uv, kasir itu mendelik pada Alif.

"Apa ini?" kasir itu menempelkan uang di atas meja kasir dengan kasar.

"Hm, kenapa Mbak?" tanya Alif heran.

"Ini uangnya juga palsu!" jawabnya sangat ketus.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status