Share

bab 7

Dua hari kemudian ….

Setelah selesai mengurus beberapa dokumen penting agar Alif menjadi anak angkat Rendi dan juga Nayla, akhirnya, kini Alif sudah sah menjadi anak angkat Rendi dan juga Nayla, Akhirnya Alif pun meninggalkan rumah reyot peninggalan kedua almarhum orang tuanya. Alif diboyong oleh Rendi dan Nayla di kediamannya yang berada di kota sebelah.

Rumah Rendi sangat besar dan juga megah, rumah Rendi dan Nayla memiliki dua lantai rumahnya terletak di perumahan elite di kotanya. Alif terbelalak saat melihat kediaman Rendi yang sangat besar itu, baru pertama kali ia menginjakkan kakinya di rumah sebesar itu.

“Mari Lif, kita masuk ya. Mulai sekarang, kamu tinggal di sini!” Rendi berucap ramah pada Alif sementara Nayla tidak pernah mau melepas genggamannya dari Alif.

Alif hanya menggangguk pelan pada Rendi.

Sesampainya di ambang pintu kedua mata Alif kembali tercengang, ia sangat mengagumi interior rumah Rendi serta Nayla, orang tua angkat Alif.

“Mulai sekarang, ini rumah kamu juga, Lif.”

“Alif Sayang, Mamah buatin susu coklat hangat kesukaan kamu ya ….”

Nayla berlalu ke belakang bagian rumahnya, ia tampak sumringah dan semangat hidupnya kembali lagi semenjak kepergian Daffa, anak kandungnya untuk selama-lamanya.

Rendi dan Alif duduk di atas kursi sofa yang ada di rung depan Rumah.

“Bi Inah ambilin tolong ke sini sebentar! Sekalian ambilin minuman dingin buat saya!” teriak Rendi dengan lantang memanggil asisten rumah tangganya.

Seorang wanita paruh baya tampak datang dengan tergopoh-gopoh dari arah dapur.

“Ya Tuan,” sahutnya sopan.

Prang!

Karena terkejut melihat Alif yang seolah sedang melihat Daffa seperti bangkit dari kubur, tanpa sengaja Bi Inah telah menjatuhkan gelas air berisi minuman dingin untuk tuannya itu.

“Astaghfirullah!” pekik Bi Inah seraya memegangi mulutnya yang menganga.

“Aduh Bi Inah, cepet beresin itu gelas yang pecahnya! Takutnya tak sengaja terinjak kena kaki, lho!” Rendi tampak menggelengkan kepalanya.

“Kenapa, Pah?” tanya Nayla dengan membawakan segelas susu coklat hangat untuk Alif.

“Itu, Bi Inah sudah menjatuhkan gelas berisi minuman, Mah.”

“Oh, kirain ada apaan, Pah! Ya udah Bi, tolong cepat bersihin pecahan gelasnya ntar keinjek sama Daffa lagi. Kalau sampai Daffa kenapa-kenapa. Saya nggak segan-segan untuk memecat Bibi!” sentak Nayla.

“I-iya Nya, maaf saya bersihkan pecahan gelasnya! Tolong jangan pecat saya, Nya!” melas Bi Inah ketakutan.

“Ya udah cepetan bersihin!”

Nayla tampak kesal kepada pembantunya itu.

Bi Inah pun dengan tergesa-gesa membersihkan pecahan gelas yang tak sengaja telah ia pecahkan, Setelah itu ia pun segera berlalu ke dapur dengan beribu pertanyaan yang muncul di kepalanya.

“Sayang, ini diminum dulu ya susunya mumpung masih hangat ….”

Nayla segera memberikan segelas susu coklat special buatannya kepada Alif, Alif menerimanya dengan pasrah. Ia menatap sekilas pada Rendi, lalu Rendi pun menganggukkan kepalanya tanda agar Alif segera meminum susu buatan Nayla yang khusus dibuatkan untuknya itu.

“Minumlah,” titah Rendi seraya terssneyum tipis padanya.

Alif pun segera meminum susu coklat hangat buatan Nayla itu hingga tandas tak bersisa, sudah lama sekali ia tak meminum susu. Ia lupa lagi kapan meminum susu untuk terakhir kalinya, rasanya itu sudah sangat lama sekali. Susu buatan Nayla memang benar-benar lezat. Seketika itu juga Alif seperti mendapatkan kebahagiaan dan kehidupan baru karena telah memiliki kedua orang tua yang lengkap yang bisa memberikan penghidupan yang layak serta perhatian yang baik bagi dirinya.

“Alif, mulai sekarang panggil dengan sebutan Papah, dan panggil Tante Nayla dengan sebutan Mamah,” titah Rendi.

“I-iya, Pah … Mah ….” Jawab Alif masih canggung.

Drrt.

Drrt.

Drrt.

Ada pesan masuk ke dalam ponsel Rendi, Rendi pun segera melihat isi pesan itu di dalam gawainya. Kedua matanya tampak sedang focus melihat isi pesan itu, sepertinya itu adalah pesan yang sangat penting yang berkaitan dengan urusan bisnisnya.

“Kami pergi dulu karena ada sedikit urusan, nanti Bi Inah akan mengantarkanmu ke kamarmu,” ucap Rendi.

Alif masih canggung akan semua keadaan ini, dari Rumah reyot Emak, lalu beberapa saat berpindah ke Rumah mewah seperti ini, Setelah itu menjadi anak angkat dari Rendi dan juga Nayla tidak pernah terpikirkan dalam imajinasi Alif sama sekali.

“Alif … Alif …” Rendi memanggil nama Alif dengan sangat halus.

“Hm, iya Om,” Alif gelagapan.

“Tuhkan Om lagi, panggil saya Papah ….” Tutur Rendi berharap banyak pada Alif.

“I-iya, Pah.”

Sebelum pergi Alif mencium punggung tangan Rendi dan juga Nayla dengan penuh rasa takzim.

“Jangan pergi lagi ya, Sayang. Mamah sama Papah cuma pergi sebentar aja, kok,” imbuh Nayla dengan memegangi lengan kanan Alif seolah tidak ingin berlama-lama jauh dari Alif saja.

Kali ini Nayla sudah bisa melepaskan Alif, berbeda dengan sebelumnya Nayla yang tidak pernah mau jauh dari Alif. Mungkin karena ia kini sudah merasa tenang karena Alif yaitu kembaran Daffa almarhum anaknya sudah sudah masuk lagi ke dalam kediaman mereka.

Alif hanya mengangguk pelan saja.

Rendi dan Nayla pun meninggalkan Alif di rumah. Alif menyenderkan bahunya di senderan sofa. Alif sedang menatap ke sekeliling rumah Rendi yang sangat indah itu, ia sangat mengagumi design interior rumah Rendi. Selama ini, Alif selalu melihat rumah seperti ini hanya di televisi saja, tak pernah terbayang dalam hidupnya bila ia akan tinggal di dalam rumah sebagus ini.

“Oh, jadi kamu yang bernama Alif, jangan harap kamu saya anggap sebagai bagian dari keluarga ini!” suara seorang wanita paruh baya tiba-tiba saja memecah kesunyian di rumah Rendi.

Ia berjalan angkuh dengan menuruni setiap anak tangga, ia meniti setiap anak tangga selangkah demi selangkah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status