Jeffrey mencuci piring dengan gerakan yang ceroboh dan Rena tersenyum geli. Tadi Rena hendak mencuci piring-piring itu, tapi Jeffrey menahannya. Jeffrey sangat-sangat peduli dengan perempuan itu. Dia masih terluka, mencuci piring mungkin bisa membuat luka di tangannya memburuk.“Tanganmu baik-baik saja?” Jeffrey berkata setelah meletakkan piring terakhir.“Sudah membaik, Luke yang tidak ingin aku membuatnya kembali terluka.” Rena sedikit tersenyum. Tanpa sengaja ia teringat suara rendah kekasihnya yang begitu membahagiakan.“Bagaimana bisa? Kalian berhubungan seks tapi kamu tidak kembali terluka?” Jeffrey mengangkat alisnya, mengabaikan Rena yang langsung sedikit menunduk.“Luke menahanku untuk tidak terus meremas tangan. Ia tidak ingin aku kembali terluka.” Suara Rena benar-benar lirih, wajah manis itu juga menunduk semakin dalam. Jeffrey sangat tahu kalau Rena adalah satu-satunya orang yang h
“Riana ...” Rena mencicit dengan suara yang terdengar lirih, masih merasa ini seperti mimpi. Riana adalah seorang kakak yang berasal dari panti asuhan yang sama dengannya, mereka terpisah karena ia diadopsi.Dua tahun yang lalu ia pernah mengunjungi panti asuhan itu diam-diam, sekedar untuk mencari tahu kehidupan kakaknya setelah mereka terpisah. Karena yang ia tahu Riana tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena masalah ekonomi, tapi yang ia dapatkan adalah Riana telah menghilang. Hingga sekarang mereka bertemu lagi, di sini, di rumah Luke yang besar dan mewah.“R-Riana ...” Rena kembali memanggil dengan lirih, tapi kali ini suaranya terdengar gemetar. Tidak dirasakannya lagi Luke yang melepaskan tautan tangan mereka. Luke membiarkan Rena tenggelam dalam rasa haru.“Rena, adikku.” Mata Riana telah berkaca-kaca dan setelah ia berkedip, setetes air mata menuruni pipi kanannya. Ia juga sama tidak perc
Luke menarik Rena untuk sedikit menjauh darinya, matanya menatap mata Rena dengan tajam. Sedangkan Rena menatapnya dengan tatapan yang begitu lembut. Luke lalu mendekatkan bibirnya pada bibir Rena untuk memagutnya. Ia melingkarkan lengan-lengan kekarnya di pinggang kecil Rena dan dibalas dengan pelukan di leher. Luke mengangkat tubuh ringan Rena dari lantai. Kemudian mereka sudah berada di tempat tidur dengan Luke yang merebahkan Rena perlahan tanpa melepaskan pagutan mereka. “Rena.” Luke berbisik sementara Rena menatapnya di tengah napasnya yang terengah. Rena masih terlihat sangat cantik. “Ku dengar kamu keluar dari wilayah Armstrong siang tadi. Tapi yang aku tahu kamu tidak meminta izinku. Jeffrey memang menyampaikannya padaku, tapi itu akan berbeda jika kamu yang meminta izinku.” Luke menatap Rena dengan tangan yang masing-masing berada di sisi kiri dan kanan perempuan itu, menatapnya yang tampak mulai ketakutan. “Aku p-pikir a-aku da-dapat
Rena tahu ia telah membuat kesalahan yang benar-benar fatal. Sungguh, ia benar-benar tidak bermaksud untuk menerima ciuman itu. Hanya saja ia tidak pernah diajarkan bagaimana caranya menolak. Karena yang ia tahu, jika ia melakukan penolakkan ia akan mendapatkan hukuman. Meski pria itu adalah Mark, seseorang yang tidak pernah melayangkan tangan padanya. Tapi ia tidak pernah tahu kehidupan Mark saat jauh darinya, mungkin saja Mark berubah menjadi orang yang kasar. Sehingga ia membalas pagutan Mark dengan hati yang pecah, ia merasa ia telah berkhianat. Lalu kini calon suaminya menjadi sangat marah, membuatnya semakin merasa bersalah dalam kubangan dosa. “L-Luke! P-pelankan! Turunkan k-kecepatannya! K-kumohon!” Rena mencengkram sabuk pengaman yang melintasi dadanya dengan begitu kuat, ia tampak pucat dan berkeringat. Tapi Luke tidak peduli, ia malah menginjak pedal dengan semakin brutal. Semua racauan Rena seakan semakin menambah kadar kemarahannya. Racaua
Luke membanting pintu mobilnya dengan kasar setelah ia berhenti di depan sebuah gedung. Sebuah tempat dimana wanita dan pria berdompet tebal menghabiskan malam dengan berpesta. Tapi ini belum begitu malam, ia baru saja tiba setelah menjemput calon istrinya yang mencoba berkhianat. Ia pergi setelah ia memberi pelajaran. Tapi sekarang ia merasa tidak baik. Karena kemarahan, gairah, kerinduan juga rasa bersalah masih memenuhinya. Sehingga ia pergi ke tempat itu untuk menemui seseorang. “Dimana Alexa?” Luke bertanya pada beberapa wanita yang mengenakan baju pendek terbuka dan pria dengan bentuk tubuh yang bagus. Bau parfum mereka cukup menyengat dan membuat Luke merasa sedikit pusing. “Ia di ruangannya, Tuan. Di atas.” Seorang wanita menyahut dengan suara serak yang dibuat mendayu, benar-benar menunjukkan kalau ia sungguh bersedia membuka kakinya lebar-lebar untuk kepuasan pria tampan itu. Luke mengangguk sekali lalu memandang wanita itu sekilas. C
Membuka mata dan menatap sekitar dengan mata yang menyipit, Rena terbangun dengan kepala yang terasa begitu berat. Apapun yang ia tatap tampak buram dan berputar. Pikirannya masih kosong, masih tidak begitu mengingat apa yang telah terjadi. “Rena? Kamu sudah bangun?” Riana berujar dengan keterkejutan di nada suaranya. Dengan tergopoh-gopoh menghampirinya, terlalu takut kalau Rena bergerak tiba-tiba lalu menyakiti dirinya sendiri. “Riana?” Mata Rena menyipit. Ia telah melihat dengan lebih jelas sekarang. Rena terdiam mengingat apa yang telah membuatnya bangun dengan kepala yang begitu berat. Hingga kilasan-kilasan melintas-lintas di kepalanya. Kampus, perpustakaan, Mark, berciuman, Luke, teriakan, kemarahan. Rena telah mengingat semuanya dengan sangat jelas, termasuk Luke yang meninggalkannya. “Luke ...” Rena bergumam, suaranya masih terdengar begitu lirih. Matanya bergerak-gerak dan tampak panik, seakan melihat kilasan-kilasan dari kepalanya sendiri. “Luke! L-Luke!” Lalu Rena mula
Suara sesegukan diiringi suara lirih tangisan yang menggema adalah apa yang terdengar dari ruangan itu. Ruangan itu remang dan kental dengan aroma kesedihan. Ruangan yang berisi perempuan mungil, satu-satunya yang ada di sana. Meringkuk memeluk diri sendiri dengan posisi tidur menyamping. Ia adalah Rena, seorang perempuan mungil yang menangis dengan wajah yang telah benar-benar sembab.Hari masih terlalu pagi, terlalu dini untuk bangun. Terlebih bagi seseorang yang tengah hamil muda dan baru saja melewati suatu kejadian yang terasa seperti merampas kewarasannya. Namun sebenarnya Rena tidak memiliki tidurnya sedikitpun. Ia memejamkan mata hanya saat ia tidak sadarkan diri sebelumnya dan sekarang ia sibuk menangis. Dia hanya tengah kalut, perasaan tidak menentu di dalam dirinya terasa begitu mengganggu.“Kenapa?” lirihannya kembali terdengar.Ia tidak bertanya pada siapapun, tapi pada apapun. Baik takdir dan jalan kehidupan tentang apa ya
Ruangan yang tadi dipenuhi oleh bunyi tangisan sekarang telah sunyi. Perempuan dengan tubuh mungil telah terdiam dengan posisi tidur menyamping, baru mengarungi dunia mimpi sekitar 30 menit yang lalu. Ia baru bisa tertidur saat rasa kantuk benar-benar merenggut paksa kesadarannya. Ia kelelahan setelah menangis sepanjang malam. Setelah meratapi apa yang telah dialaminya, sebuah kejadian yang sangat jauh dari kata menyenangkan.Tapi perlahan tubuh itu menggeliat, gelisah dalam tidur. Ia bermimpi buruk, juga karena sesuatu yang terasa mengganggu. Perutnya terasa aneh, mual dan teraduk. Sesuatu seperti terasa mendesak keluar.“Eungh ...,” lenguh Rena dengan kening yang berkerut. Tangannya terangkat untuk mengusap perutnya perlahan. Ia lelah, ia hanya ingin tidur. Tapi rasa tidak nyaman itu mengusiknya.Rena menggigit bibir saat rasa tidak nyaman itu semakin menjadi. Bulir-bulir keringat mulai muncul dari dahinya dan perlahan matanya terbuka