Share

BAB 106

last update Last Updated: 2025-12-29 12:31:02

“Maksudmu?” Ammar menautkan alis melihat Adelia yang tertawa sambil berurai air mata. Lelaki itu menggeleng saat Adelia memukuli kasur. Dia memilih memakai baju karena tadi keluar dari kamar mandi masih menggunakan handuk. “Lama-lama kamu bisa gila kalau terus-terusan seperti itu!” Ammar menyalakan ponsel dan memilih duduk di sofa, enggan mendekati Adelia yang sedetik menangis, sedetik kemudian tertawa kencang.

“Kamu yang membuat aku gila seperti ini, Mas!” Adelia melemparkan bantal ke arah Ammar. Andai saja dia bisa berjalan, sudah dia hampir lelaki itu membenturkan kepala Ammar ke dinding agar otaknya bisa berpikir. Istri mana yang tidak akan gila saat melihat suaminya seperti mayat hidup karena menangisi pernikahan wanita lain? Apalagi, selama kehamilan dia tidak merasa mendapat perhatian sedikitpun.

Padahal, mudah saja membuat Adelia senang. Dia bukan tipe wanita manja seperti yang pernah dituduhkan Ammar. Adelia terbiasa mandiri meski dia merupakan anak tunggal. Sebelum menikah,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Retno Ririn
Adelia Adelia, waktu&apa yg kamu alami saat ini ternyata tdk membuatmu sadar diri&instropeksi diri y...kl gitu y sdh...nikmati deritamu
goodnovel comment avatar
Diana Susanti
dasar manusia pengecut kamu ammar katanya nggak cinta tapi hamil hadeeh burungmu itu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kita yang Terluka   BAB 107

    “Rika? Riko?” Azizah berteriak senang saat melihat keponakannya. Dia langsung menggamit adiknya agar mendekati dua bocah yang sudah berteriak-teriak kesenangan melihat Tante mereka. “Kalian sama siapa kesini?” Dia kembali bertanya sambil mengedarkan pandangan, mencari keberadaan Zahra atau Kakek dan Nenek mereka.“Rika dan Riko sama saya, Dik ….” Indra yang baru saja membayar baju dan sepatu di kasir mengangguk sopan pada Azizah dan Anisa. Dia memperhatikan Rika dan Riko yang terlihat sangat akrab dengan mereka. “Tadi pergi sama Zahra juga, tapi orangnya sedang ada yang dicari dulu, jadi anak-anak saya yang jaga.” Lelaki itu langsung menjelaskan saat melihat dua wanita muda di hadapannya saling berpandangan.“Tante Jijah, Papa mana? Papa kok kerjanya sibuk banget sih, sampai tidak sempat ngajak kami main. Rika kangen sama Nenek. Kami sudah lama tidak menginap di rumah Nenek juga.” Rika menggandeng tangan Azizah yang masih memperhatikan Indra. “Tante Jijah dan Tante Nica ngapain di mal

  • Kita yang Terluka   BAB 106

    “Maksudmu?” Ammar menautkan alis melihat Adelia yang tertawa sambil berurai air mata. Lelaki itu menggeleng saat Adelia memukuli kasur. Dia memilih memakai baju karena tadi keluar dari kamar mandi masih menggunakan handuk. “Lama-lama kamu bisa gila kalau terus-terusan seperti itu!” Ammar menyalakan ponsel dan memilih duduk di sofa, enggan mendekati Adelia yang sedetik menangis, sedetik kemudian tertawa kencang.“Kamu yang membuat aku gila seperti ini, Mas!” Adelia melemparkan bantal ke arah Ammar. Andai saja dia bisa berjalan, sudah dia hampir lelaki itu membenturkan kepala Ammar ke dinding agar otaknya bisa berpikir. Istri mana yang tidak akan gila saat melihat suaminya seperti mayat hidup karena menangisi pernikahan wanita lain? Apalagi, selama kehamilan dia tidak merasa mendapat perhatian sedikitpun.Padahal, mudah saja membuat Adelia senang. Dia bukan tipe wanita manja seperti yang pernah dituduhkan Ammar. Adelia terbiasa mandiri meski dia merupakan anak tunggal. Sebelum menikah,

  • Kita yang Terluka   BAB 105

    Di tempat berbeda, Zahra duduk termenung di halaman belakang. Sesekali, lamunannya buyar saat mendengar suara tawa Riko dan Rika yang sedang ‘membantu’ Zaldy membersihkan aquarium. Kegiatan itu memang paling mereka sukai karena bisa memegang tanaman dan batu-batu hias yang tadinya tersusun indah di dalam sana.“Coba kamu telpon Ammar, Ra.” Anis duduk dan menghampiri putrinya. Tadi malam, Zahra sudah menceritakan tentang pembicaraannya dengan Indra beberapa hari yang lalu. Kemungkinan, mereka akan pindah ke rumah Indra setelah acara resepsi pernikahan dilaksanakan. “Kalian harus bicara. Bagaimanapun juga, Ammar itu papanya Riko dan Rika. Apalagi, dia tidak pernah melalaikan kewajibannya. Kamu tidak bisa membawa anak-anak begitu saja tanpa persetujuannya.”Zahra menutup wajah dengan kedua tangan. Dia jelas tidak akan bisa membiarkan Riko dan Rika tinggal bersama Ibu dan bapaknya agar Ammar bisa nyaman kalau mau menemui mereka. Akan tetapi, Zahra juga tidak bisa memaksakan kehendak pada

  • Kita yang Terluka   BAB 104

    Novita menghela napas panjang berkali-kali untuk menenangkan diri saat duduk di ruang tamu rumah orang tua Pandu. Wanita itu meremas jari tangannya yang saling bertaut. Dia melirik ke arah Devi yang terlihat lebih tenang. Padahal, selama beberapa hari ke belakang mereka berdua kalang kabut karena tidak ada kejelasan mengenai kelanjutan rencana pernikahan yang waktunya sudah semakin dekat.“Sebelum Mas Pandu berangkat ke Jepang, hubungan kami masih baik-baik saja, Om, Tante.” Novita menghapus air matanya. Dia melirik ke arah Pandu yang sejak tadi duduk dengan tenang, seolah memang sudah siap menghadapi hari ini. “Tapi … sejak bertemu dengan Mbak Adelia saat menjenguk Mama di rumah sakit, Mas Pandu jadi berubah. Puncaknya, saat kembali ke Jepang, kami tidak ada komunikasi sama sekali.”Orang tua Pandu menghela napas panjang. Sejujurnya, mereka sudah mengetahui tentang alasan Pandu. Keduanya juga setuju kalau anaknya ingin membatalkan pernikahan. Bukannya apa-apa, mereka sudah bisa melih

  • Kita yang Terluka   BAB 103

    “Rika kangen Papa, Om.” Rika mengusap matanya yang basah. Sudah hampir tiga minggu, Ammar tidak datang. Papanya bahkan tidak mengangkat telepon dari mereka. “Biasanya, sepulang kerja, Papa sering mampir. Sabtu dan minggu juga sering datang, ajak Rika dan Riko jalan-jalan.” Rika menunduk. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menyembunyikan suara isakannya yang tidak bisa lagi ditahan.Indra terdiam beberapa saat mendengar ucapan Rika. Dia memang tidak memaksakan kedua anak sambungnya mengganti panggilan padanya. Kalau Rika dan Riko nyaman memanggilnya Om, Indra tidak apa-apa. Dia bukan tipe orang yang ribet harus sesuai dengan aturan ini dan itu menurut pandangan orang lain. Setelah banyak perjalanan hidup yang dia jadikan pelajaran, Indra mementingkan kenyamanan diri dan orang-orang yang dia sayangi daripada memikirkan pandangan orang diluar sana.“Coba Om telpon Papa ya? Barangkali Papa sibuk sekali makanya belum menemui Rika lagi.” Indra mengusap kepala Rika yang masih

  • Kita yang Terluka   BAB 102

    Ammar mengempaskan badannya ke sofa. Hampir saja dia terjatuh karena terpeleset bantal yang dilemparkan oleh istrinya. Lelaki itu memejamkan mata sambil memijat kepalanya yang terasa berat. Dia baru tahu kalau patah hati rasanya semenyakitkan ini. Memikirkan Zahra sudah tidak mungkin menjadi miliknya lagi membuat Ammar tidak bisa berpikir jernih. Ucapan Adelia di sela-sela tangis bahkan tidak masuk ke dalam otaknya sama sekali.Di tempat berbeda, Anis tersenyum lebar saat Indra memberikan bungkusan berisi sate maranggi. Wanita itu bersyukur sekali, dua kali memiliki menantu, keduanya sama-sama baik dan pandai menempatkan diri. Meski dia akui antara Ammar dan Indra jelas berbeda, tapi keduanya punya cara tersendiri dalam bersikap hormat dan sopan pada mertua.“Jangan suka membanding-bandingkan orang.” Zaldy bicara pelan saat mereka hanya berdua saja di dapur, menikmati sate yang dibawakan oleh Indra meski tadi sudah makan. Sementara Rika dan Riko lebih tertarik menempel pada Zahra kare

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status