MasukMobil dengan lambang RR dibagian depan itu berhenti di depan lobby. Seorang vallet membukakan pintu belakang. Yang pertama terlihat adalah sepatu fantopel hitam mengkilap, setelahnya barulah penampakan pria tinggi, tampan, dan mempesona.
Mengaitkan kancing jas kemaja, lalu dia pun mulai berjalan dengan seorang pria yang selalu mengekorinya di belakang. Setiap langkahnya membuat mereka yang berada di gedung ini menundukkan kepala memberikan hormat. "Kenapa mereka menumpuk di depan lift?" Tanyanya kala matanya melihat para karyawan tengah berdiri di depan lift. Tak lama dari itu pintu lift terbuka dan sebagian karyawan masuk, sebagian lagi masih menunggu. "Lift sebelahnya masih dalam tahap perbaikan, jadi membuat mereka harus mengantri untuk bisa menggunakan lift." "Tidak bisakah perbaikan lift dipercepat. Mengganggu sekali!" "Sudah sesuai SOP." Kedua pria ini pun tiba di depan lift. Si pria yang selalu berdiri di belakang menekan tombol lift agar terbuka. Barulah keduanya masuk. "Jadwal rapat hari ini pukul 09.00," ucap Naufal. "Kapan kita terbang untuk survei?" "Minggu ini, di hari jumat." Azael menolehkan kepalanya, dengan kedua tangan yang setia tenggelam dalam saku. "Berapa hari?" "Sabtu malam, jika mau kita sudah kembali." "Apa kamu masih mau menemui, Nona Shreya?" Sambung Naufal. Azael nampak berfikir. "Lihat nanti saja." "Tidak biasanya kau mau bermain-main dengan seorang wanita." Pintu lift pun terbuka, mereka sudah sampai, tepat di ruangan CEO. Kini sekertaris Emir pun menjadi sekertarisnya. Gracellyn, dia yang akan mengurus urusan di kantor. Selebihnya akan menjadi urusan Naufal. Sebenarnya Azael tidak terlalu membutuhkan Gracellyn, tetapi karena dia sudah bekerja dengan sang ayah cukup lama, maka Azael memutuskan untuk membiarkan dia tetap menjabat sebagai sekertaris. "Selamat pagi, Tuan Azael," sapanya seraya berdiri dari duduknya. "Pagi, Grace." Jawab Naufal, karena Azael tidak mungkin menjawabnya. Azael langsung masuk ke ruangannya, terduduk di atas kursi putarnya. "Mana berkas untuk rapat pagi ini." Pintanya. Naufal memberikan berkas yang sudah dia siapkan. Azael membaca dan memahaminya. Tidak butuh waktu lama bagi pria ini untuk mempelajari berkas. Ketukan pintuk terdengar, hingga suara Azael terdengar barulah pintu terbuka dan menampilkan seorang wanita dengan membawa 2 cangkir teh serta dua potong cake. "Kopi untuk anda, Tuan," kata Grace seraya menyajikan kopi dan cake di atas meja Azael. Azael menatap cake yang Grace bawakan. "Cake?" Grace mengangguk. "Untuk sarapan anda, Tuan." Tak ada lagi kata yang keluar dari mulut Azael, hingga Naufal yang bersuara. "Terimakasih, Grace." Gracellyn mengangguk dengan senyum terulas di wajahnya. Wanita itu pun kembali ke tempatnya. "Lo itu bisa gak sih, lebih manis sedikit sama cewek." Naufal pun mendapatkan tatapan tajam setelah mengatakan hal itu dari pria di hadapannya ini. "Sepertinya cake itu enak," ucap Naufal melihat 2 potong cake di atas meja. "Mata lo makanan mulu," cuek Azael. Naufal memakannya satu gigit, kedua matanya langsung bebinar begitu memakan cake ini. "Sumpah, ini cake terenak yang pernah gue makan. Begitu masuk mulut cakenya langsung lumer!" Serunya dan memakan lagi cake yang masih tersisa di piringnya. Azael melihat Naufal yang begitu berbinar kala memakan setiap gigitan cake itu. Awalnya dia ingin acuh, tetapi indra perasa Naufal itu tidak pernah salah. Dia pun mengambil jatah cakenya, mencoba dalam satu suapan. Dan, ya.. benar apa yang Naufal katakan, cakenya langsung lumer saat masuk ke dalam mulut. Naufal melihat Azael yang juga dia menyukai cake ini. Meskipun pria itu hanya terdiam, tetapi Naufal tahu jika dia menyukai cake ini. "Mau gue tanyain gak?" Goda Naufal dan dia sudah tahu apa jawaban Azael. "Gak.. Lanjut kerja," cueknya. Padahal dia penasaran akan cake ini. Hingga waktu terus berjalan, kini waktunya mereka menuju ruang rapat. Ruang rapat sudah terisi oleh para pemimpin setiap divisi, kedua pria ini masuk dan mereka yang berada di dalam pun berdiri dari duduknya, menyambut kedatangan sang CEO. "Selamat pagi, Tuan Azael." "Pagi," sahutnya singkat. Setelah Azael duduk, barulah mereka kembali duduk di atas kursinya kembali. Azael membuka rapat pagi ini, dia membahas masalah pembangunan AMZ Resort. Karena ini adalah proyek pertamanya ketika dia menjabat sebagai CEO. Meskipun Emir sudah tak lagi menjabat atau berurusan dengan kantor secara langsung, tapi dia tetap memantaunya dari jauh. Bukan dia tidak percaya pada putranya, dia sedang meninjau kinerja sang putra. "Apa anda sudah memilih siapa yang akan ikut survei?" Tanya Azael pada Elliza. "Sudah, Pak. Saya sudah memilih satu orang terbaik dari tim kami yang akan ikut langsung meninjau tempat untuk resort kita." "Berikan profilnya pada Naufal, nanti akan saya tinjau." "Baik, Pak." "Saya mau setelah survei ini, semua dikerjakan dengan cepat, tepat dan akurat. Agar pembangunan ini bisa lancar dan selesai tepat waktu. Saya mohon kerjasamanya, jangan sampai ada kesalahan dari proyek ini." "Baik, Pak." Azael melihat cake di atas meja. Apa setiap rapat memang disediakan cake seperti ini. "Siapa yang menyiapkan ini semua?" Tanya Azael melihat satu-satu wajah karyawannya. Dengan tanpa ragu Elliza mengangkat tangannya. "Saya yang menyiapkan semuanya." "Anda bisa membuat cake?" Penasaran Azael. "Oh, bukan. Tapi, salah satu dari tim kami memiliki toko kue, dan saya sering memesan untuk acara rapat. Apakah anda suka, Tuan Azael?" Azael mengangguk tanpa ragu, tumben sekali pria ini tidak jual mahal. Naufal tersenyum meledek, benar apa yang dia pikirkan, Azael penasaran dengan cake itu. Elliza tersenyum senang mendengarnya. "Baik, kita akhiri rapat hari ini. Sekian dan terimakasih," ucap Azael. Pria itu pun bangkit dari duduknya dan keluar dari ruangan. Barulah disusul oleh yang lainnya. "Katanya gak penasaran, tapi nanyain." Sindir Naufal begitu mereka tiba di ruangan Azael. "Berisik banget, Fal. Kaya cewek." "Kalau mau, nanti gue beliin lagi." Azael meliriknya dengan tajam. "Mana profil dari tim desain," pintanya. Naufal pun memberikan berkas yang tadi Elliza berikan padanya. Azael membuka berkas tersebut, membaca detail profil yang diberikan Elliza. Azael memfokuskan penglihatannya ketika membuka berkas selanjutnya dan melihat foto yang terpasang disana. Kerutan dari dahinya pun semakin terlihat. Dia seperti pernah melihat wanita dalam foto ini, tetapi dimana. Azael terus mengingat akan wanita ini, hingga kedua bola matanya membesar kala mengingat siapa wanita ini. "Arrabella Zayana," gumamnya dengan satu matanya yang menyipit. "Shreya Vallery," sambungnya. "Wah... ternyata," geramnya kala mengingat jika wanita itu adalah Shreya. Tetapi, kenapa di profil ini namanya Arabella Zayana. Naufal terjengkat kaget. "Apaan sih?" Kesalnya karena dibuat terkejut oleh temannya ini. Sorot matanya penuh dengan kemarahan. "Cari tahu tentang Shreya Vallery dan juga Arabella Zayana dari tim desain!" Titahnya. Naufal mengkerutkan keningnya. "Gue mau info yang lengkap tentang mereka dan ada hubungan apa diantara mereka." Tanpa bertanya lagi, Naufal pun segera menjalankan tugasnya. Sesuai perintah Azael.Mobil dengan lambang RR dibagian depan itu berhenti di depan lobby. Seorang vallet membukakan pintu belakang. Yang pertama terlihat adalah sepatu fantopel hitam mengkilap, setelahnya barulah penampakan pria tinggi, tampan, dan mempesona. Mengaitkan kancing jas kemaja, lalu dia pun mulai berjalan dengan seorang pria yang selalu mengekorinya di belakang. Setiap langkahnya membuat mereka yang berada di gedung ini menundukkan kepala memberikan hormat. "Kenapa mereka menumpuk di depan lift?" Tanyanya kala matanya melihat para karyawan tengah berdiri di depan lift. Tak lama dari itu pintu lift terbuka dan sebagian karyawan masuk, sebagian lagi masih menunggu. "Lift sebelahnya masih dalam tahap perbaikan, jadi membuat mereka harus mengantri untuk bisa menggunakan lift." "Tidak bisakah perbaikan lift dipercepat. Mengganggu sekali!" "Sudah sesuai SOP." Kedua pria ini pun tiba di depan lift. Si pria yang selalu berdiri di belakang menekan tombol lift agar terbuka. Barulah keduanya
"Arabella... bangun.... kamu bisa telat ke kantor!" Teriakan melengking yang setiap pagi selalu terdengar menggema di rumah kecil nan sederhana ini. Si pemilik nama pun tengah menggeliatkan badannya di atas kasur. Karena misinya semalam yang membutuhkan waktu ekstra. "Iya, Bu. Aku sudah bangun," sahutnya dengan suara serak khas bangun tidur. Wanita itu pun bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, lalu bersiap menuju kantor. "Bangun tuh pagi, jangan diteriakin Ibu dulu baru bangun lo." Omel sang adik Azelan. Dia adalah adik laki-laki Arabella, adik laki-lakinya masih bersekolah, duduk di kelas 3 SMA. "Berisik lo!" Sahutnya seraya mendudukkan tubuhnya di atas kursi. Mengambil nasi goreng buatan sang ibu, yang selalu menemani pagi mereka. Nasi goreng buatan ibu mereka ini enak, namun jika hampir setiap pagi selalu sarapan dengan ini terkadang mereka pun bosan. "Kapan, Kakak gajian?" Bisik Azelan. Arabella sudah paham, pasti adik laki-lakinya ini ingin dibeli
"Lama banget sih!" Gerutu Arabella. Sudah hampir 30 menit dirinya terduduk di kursi seorang diri. Tapi, pria yang dia tunggu-tunggu tak kunjung datang. Arabella mengambil ponselnya yang berada di dalam tas kecilnya, membuka room chatnya dengan Shreya. "Udah dimana Bapak CEO yang super sibuk itu" pesan pun dia kirimkan, tepat dengan adanya suara bariton seseorang. "Selamat sore, Nona." Arabella melirik ke atas, melihat si pemilik suara. Kesan pertama yang dia dapatkan dari pria ini adalah tampan. Untuk sesaat Arabella terpesona dengan ketampanan si pria. Hingga dia tersadar lalu bangkit dari duduknya dan segera menjalankan aksinya. "Tuan Azael?" Tanya Arabella dengan gaya centilnya. Azael mengangguk, "Nona Shreya?" Arabella kembali tersenyum dengan sangat centil. "Oh, ya.. Shreya Varelly," ucapnya memperkenalkan diri dengan menjulurkan tangannya. Arabella akan merubah dirinya menjadi gadis centil di hadapan para kandidat calon suami sahabatnya, agar perjodohan ini ga
"Jadi, hari ini kita kemana?" Tanya seorang pria yang terduduk di kursi belakang mobil. "Sesuai perintah Tuan Emir, kita akan ke kantor terlebih dahulu." Baru saja tiba di tanah air, pria ini sudah harus disibukkan dengan berbagai keinginan sang papa. "Setelah itu, apalagi rencananya?" Tanyanya kembali. "Sore nanti, anda ada pertemuan di restoran." "Fal, serius. Apa Papa benar-benar mau gue ketemu sama gadis itu?" Tanyanya. Naufal Arviano, pria yang sedang menyetir itu pun mengangguk. "Mungkin... Tuan Emir ingin segera menimang cucu." "Jika dia hanya ingin cucu, maka carikanlah wanita yang ingin menampung benihku. Maka, semuanya selesai!" Azael Malik Zayn, putra satu-satunya yang dimiliki oleh Emir Dzaidan Malik. Sedari kecil dia hanya tinggal bersama dengan sang papa, ibunya telah meninggal dunia disaat melahirkannya dahulu. Maka, dirinya tidak ingin memiliki hubungan dengan wanita mana pun, karena dia tidak mau kehilangan lagi seperti dia kehilangan sang Ibu. "O
"Bella, please, ya, ya.. Janji deh, ini yang terakhir," ucap Shreya dengan mengatupkan kedua tangannya dan tak lupa memasang puppy eyes. Arabella memicingkan kedua matanya, menatap sahabatnya. Menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi dengan tangan yang menyilang di dada. Shreya Valerry dan Arabella Zayana, mereka sudah bersahabat sedari masih duduk dibangku SMP. Shreya yang seorang anak broken home, sedangkan Arabelle yang memiliki keluarga harmonis. Sangat berbanding terbalik keadaan keduanya. Tetapi, kehidupan ekonomi Shreya lebih menjanjikan dari pada Arabella. Shreya adalah putri tunggal dari seorang pengusaha di negeri ini, sedangkan Arabella hanyalah anak dari seorang pemilik toko kue. Bukan toko besar, hanya sebuah toko kecil, namun banyak diminati oleh orang-orang karena ibu Arabella sangat pandai dalam membuat kue. Kehidupan dua sahabat ini sangatlah berbanding terbalik, satu beruntung karena memiliki keluarga yang utuh dan harmonis, tetapi tidak beruntung dari s







