Share

05. Pendapat Kiran

Author: rainaxdays
last update Last Updated: 2024-03-08 20:04:20

"Kau cantik sekali, Nak. Persis seperti yang dikatakan Arinda. Sangat manis."

Senyum Layla merekah. Bukan karena pujian yang diberikan oleh nenek Arsen, melainkan tatapan hangat yang diberikan oleh wanita tua itu. Layla jadi ingat dengan neneknya sendiri. Ia ingin berkunjung ke makamnya sebelum pernikahannya diselenggarakan.

"Terima kasih, Nek."

Nenek Arsen tersenyum lebih lebar dan beralih menggenggam tangannya. Ia kemudian meraih tangan Arsen yang duduk di samping Layla. "Semoga pernikahan kalian lancar. Hubungan kalian langgeng, bertahan sampai kalian tua seperti nenek, ya," ucapnya sungguh-sungguh.

Layla melirik calon suaminya yang hanya bisa mengangguk kaku. Ia mendadak merasa bersalah dengan kontrak pernikahan yang telah ia setujui. Ia telah membohongi semua orang. Tetapi membatalkan pernikahan pun bukan pilihan yang bisa Layla ambil.

"Terima kasih atas doanya, Nek." Hanya itu yang bisa Layla katakan.

"Sama-sama, Nak. Kau perempuan yang baik, Nenek bisa melihat itu. Arsen sangat beruntung mendapat calon istri sepertimu."

Hati Layla mencelos. Sayang sekali, wanita yang beruntung di hati Arsen adalah Olivia, pikirnya. Tetapi Layla tidak menunjukkan kesedihannya sedikit pun dan tersenyum lebar pada nenek Arsen yang ikut tersenyum bahagia.

Ia hanya tidak ingin mengecewekan siapa pun.

Keluarga Arsen adalah orang-orang yang baik. Bahkan Arsen sendiri bukan pria yang jahat. Kontrak pernikahan mungkin adalah yang terbaik untuk keduanya.

"Ibu, makanannya sudah siap."

Suara Arinda terdengar dari ambang pintu ruang tengah. Ia tersenyum senang menatap ketiganya, terutama pada tangan Layla dan Arsen yang tengah digenggam oleh ibu mertuanya.

"Ayo makan siang dulu," ucap Arinda.

"Baiklah. Kalian berdua juga langsung makan, jangan menunda-nunda," katanya pada Layla dan Arsen yang masih duduk di sofa.

Layla kontan berdiri mengikuti ibu Arsen, sementara Arsen terdengar menghela napas berat. Layla bertanya-tanya apakah itu karena perkataan neneknya tentang pernikahan keduanya?

Layla menahan diri untuk tidak melirik dan bergegas ke ruang makan. Terlihat adik Arsen—Kiran—tengah sibuk mondar-mandir untuk menaruh makanan di atas meja. Layla segera membantu dan Kiran langsung melemparkan senyum manis.

Kiran sebenarnya adalah sepupu Arsen. Tetapi sewaktu kecil, orang tuanya bercerai karena suatu perselingkuhan. Kiran ditelantarkan, jadilah orang tua Arsen yang merawatnya dan menganggapnya sebagai anak sendiri. Setelah nenek Arsen pindah ke desa, ia memilih untuk ikut karena suka dengan suasana pedesaan yang menenangkan.

"Hai calon kakak ipar," sapa Kiran kelewat ramah seraya menyenggol ringan lengan Layla. Keduanya baru bertemu hari ini, tetapi sikap Kiran yang friendly membuat mereka akrab dengan cepat.

"Hai," balas Layla. Ia duduk di samping Kiran, berhadapan dengan Arsen yang duduk di samping ibunya. Nenek Arsen sendiri di duduk di bagian tengah.

Layla menatap Arsen yang tampak diam, entah apa yang ada dipikirannya. Pandangan pria itu tiba-tiba terangkat dan Layla beralih menatap makanannya, tidak ingin Arsen mendapatinya tengah menatap.

Mereka makan dengan khidmat siang itu, diselingi cerita dari ibu Arsen dan sang nenek secara bergantian.

"... jadi yang menolong Layla itu Arsen. Sungguh kebetulan 'kan Ibu? Lalu sekarang mereka bertemu lagi dalam sebuah perjodohan."

Ya ampun. Layla menggigit bibir bawahnya, merasa malu karena ibu Arsen mengungkit cerita itu lagi.

"Kalau namanya jodoh ya memang begitu, mau jauh atau dekat, ya tetap akan dipertemukan," kata nenek Arsen. Ia tersenyum menatap Layla yang tersenyum kaku.

"Cerita mereka seperti dongeng di mana pangeran datang untuk menyelamatkan tuan putri," sahut Kiran hiperbolis. Kemudian tawanya pecah saat melihat wajah Layla yang memerah malu.

"Tidak, bukan begitu. Arsen hanya menolongku." Layla mencoba menjelaskan, tetapi sepertinya itu tidak berhasil.

Karena ibu Arsen menceritakan kejadian itu dengan beberapa bumbu manis dan suara mendayu-dayu, pertemuan Arsen dan Layla sudah seperti kisah bersejarah yang harus selalu diungkap di setiap pertemuan.

"Itu hanya pertemuan biasa," tambah Layla.

"Tetap saja. Itu manis sekali!" Kata Kiran dengan antusias. Ibu Arsen dan mertuanya kontan mengangguk setuju.

Layla meringis dalam hati. Kenapa semua orang menganggap kejadian itu sebagai pertemuan yang manis? Mereka tidak tahu saja bagaimana Layla menangis kencang karena tubuhnya bau selokan.

"Arsen juga mengantarnya pulang. Iya kan, 'Nak?" Tanya Arinda pada putranya yang mau tak mau mengangguk.

Layla tanpa sadar memberinya lirikan tajam, karena Arsen lah penyebab kejadian itu tersebar. Tetapi bukannya merasa bersalah, Arsen malah tersenyum kecil.

Satu keluarga memang tidak jauh berbeda.

***

Menjelang sore, Kiran mengajak Layla dan Arsen untuk berjalan-jalan di sekitar taman yang tidak jauh dari rumah sang nenek.

Taman itu sangat luas, dipenuhi pohon-pohon rindang dan bunga-bunga berwarna cerah. Ada banyak anak-anak yang bermain, sementara para orang tua tampak duduk mengobrol di kursi taman. Pedagang keliling terlihat menunggu di luar taman.

Layla dan Arsen hanya berkeliling di dekat taman, sekadar menikmati suasana pedesaan sebelum kembali ke kota besok pagi. Keduanya tidak banyak bicara, terlebih dengan kehadiran Kiran. Layla bingung ingin membicarakan apa, ia merasa canggung setiap kali mengingat kontrak pernikahan keduanya.

"Kak Layla ingin es krim?" Kiran mendadak bertanya.

Sebelum Layla sempat menjawab, gadis itu sudah menarik tangannya menuju penjual es krim yang dikerumuni anak-anak. Arsen tidak ikut, memilih untuk menunggu di pagar masuk taman.

Keduanya mengantri menunggu kumpulan anak-anak sebelum memesan. Rasanya Layla kembali ke masa kecilnya yang menyenangkan, di mana ia sering berlibur di desa neneknya.

"Cokelat satu, stroberi satu," kata Kiran pada si penjual ketika giliran keduanya tiba. "Kakak suka rasa stroberi 'kan? Kak Arsen memberitahuku," lanjutnya ketika melihat wajah bingung di wajah Layla.

Layla jadi heran sendiri. Sebenarnya Arsen bercerita pada siapa saja?

"Kakak ipar, coba mendekat." Kiran mengayunkan tangannya. Layla mendekat dan Kiran berbisik, "Calon suamimu menatapmu terus, tuh."

Apa?

Layla otomatis menoleh dan benar saja, Arsen sedang menatapnya. Pria itu berkedip kemudian memalingkan pandangan dengan cepat.

"Hmmm manis sekali," ledek Kiran, memainkan alisnya dan tersenyum-senyum sendiri.

Layla menyenggol lengan Kiran dan menggeleng. Mungkin saja Arsen menatap keduanya karena menunggu terlalu lama. "Dia pasti lelah menunggu. Jangan berlebihan."

"Benarkah?" Kiran menatap tidak setuju. "Kenapa aku merasa dia sedang menatap wajah kakak dengan saksama?"

"Sebaiknya kita ke sana," ucap Layla, tidak ingin membahas hal itu lebih jauh. Ia mengambil es krimnya dan menarik tangan Kiran menuju taman.

"Aku tahu kalian dijodohkan, tapi kak Arsen sepertinya sudah tertarik pada kakak," gumam Kiran. Ia mensejajarkan langkahnya dengan Layla dan melanjutkan, "Menurutku, jika kalian tambah akrab, tinggal beberapa langkah pendekatan dan dia akan jatuh cinta padamu."

Layla rasanya ingin tertawa. Apakah semudah itu? Kalau saja Kiran tahu perihal hubungan Arsen dengan sekretarisnya.

"Arsen tidak mungkin tertarik padaku," ucap Layla, suaranya tidak disangka terdengar sendu. Layla berdehem dan buru-buru meralat ucapannya, "Maksudku, kami baru bertemu. Tidak mungkin perasaan tumbuh secepat itu, butuh waktu dan proses."

"Apa karena Olivia?"

Layla membelalak, langkahnya otomatis terhenti. Ia melirik Arsen yang untungnya sedang menatap ke arah lain. Ia lalu menatap Kiran yang memasang wajah serius. Apakah Kiran sebenarnya tahu?

"Aku tahu hubungan mereka. Aku tidak sengaja melihat kebersamaan mereka di kantor," jelas Kiran.

Layla tercenung di tempat. "Apakah ada orang lain yang tahu?"

"Tidak, hanya aku."

"Ah, baiklah."

Kiran menyentuh ringan lengan Layla, wajahnya tampak muram. "Menurutku, Olivia itu hanya sahabat. Mereka bersama cukup lama, jadi mungkin perasaan kak Arsen hanya sekadar rasa sayang antar teman. Aku tidak yakin itu cinta. Tapi cara kak Arsen menatap kakak itu berbeda. Semacam perasaan kagum dan aku tidak tahu apa sebutannya, tapi kak Arsen memperlakukan kakak dengan sangat hati-hati dan lembut. Kupikir perasaan seperti itu jauh lebih berharga dibanding hubungannya dengan Olivia."

Layla terdiam. Otaknya mencerna segala ucapan Kiran, tetapi ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia tidak ingin berharap pada sesuatu yang tidak pasti. Apa yang dikatakan Kiran hanya pendapat semata.

"Aku yakin kak Arsen akan menyukai kakak."

"Entahlah." Layla menatap es krimnya yang mulai mencair. Perasaannya bergolak tidak nyaman. "Hanya waktu yang bisa menjawab segalanya."

Tetapi meskipun Layla mengatakan itu, nyatanya kalimat Kiran terus terngiang-ngiang di benaknya.

Ketika mereka kembali ke rumah nenek Arsen, Layla berjalan di belakang calon suaminya. Ia menatap rambut Arsen yang memanjang sampai tengkuk saat seutas kalimat Kiran melintas.

'Aku yakin kak Arsen akan menyukai kakak.'

Layla menggeleng-geleng.

Mungkin Kiran hanya ingin menghiburnya.

Ya, mana mungkin Arsen bisa berpaling dari Olivia yang telah dikenalnya dengan sangat baik, hanya untuk perempuan sepertinya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   84. Pengakuan dari Hati

    Bermain api? Sejak kapan tepatnya?Arsen termangu di tempat, mencoba memikirkan kembali segala hal yang telah Kiran katakan padanya. Bahkan perkataan Layla tentang teman laki-laki Olivia kembali terngiang. Suara-suara aneh yang terdengar saat ia menelepon Olivia... semuanya muncul dalam kepalanya. Membentuk sebuah alur yang saling berhubungan.Apa yang selama ini telah Olivia lakukan ketika tidak bersamanya?Seharusnya Arsen merasa cemburu atau kecewa, tetapi hanya ada perasaan marah yang tertinggal di dadanya. Seolah-olah ia hanya marah karena merasa Olivia telah menipunya, dan bukan karena hubungan keduanya sebagai sepasang kekasih. Arsen bertanya-tanya kenapa ia tidak merasa sedih atau pun terpukul.Rasa cinta itu telah menghilang... atau memang tidak pernah ada?Arsen menghela napas dan meraih map yang Marlon berikan. Itu adalah beberapa foto Olivia yang tengah berada di bar, keluar dari bar, dan dijemput oleh seorang pria yang memakai topi. Wajahnya tidak terlihat di bawah cahaya

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   83. Terungkapnya Olivia

    “Pelan-pelan saja,” kata Layla, menuntun Arsen untuk berjalan ke kamar. Dokter telah memperbolehkannya untuk pulang, dengan syarat Arsen harus rutin meminum obatnya. Kepalanya tidak lagi berdenyut nyeri, tetapi kakinya masih terasa sakit saat dipakai berjalan. Arsen setidaknya harus berjinjit-jinjit selama tiga hari sampai kakinya bisa ditekan ke lantai. “Pelan-pelan, jangan biarkan kakimu terlipat.” Layla kembali memberi instruksi, dengan hati-hati membantu Arsen untuk duduk di tepi tempat tidur. Layla membungkuk untuk melepaskan lingkaran lengan Arsen di bahunya dan puncak hidung mereka tidak sengaja bertemu. Tatapan mata Arsen terpaku padanya, begitu intens hingga membuat perut Layla bergejolak. Ia menelan ludah dan menjauhkan diri, mendadak merasa gugup. “Apa kau ingin buah potong?” tanya Layla, mengucapkan apa pun yang ada di otaknya. “Kau seharusnya beristirahat, Layla,” ucap Arsen, nada suaranya terdengar khawatir. Tatapannya kini terpaku pada lantai. “Tidak apa-apa. A

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   82. Lebih Dekat

    "Arsen?! Arsen, sadarlah!"Layla mengguncang keras bahu Arsen dan terdengar erangan kesakitan. Mata Arsen perlahan terbuka, tangannya menyentuh sisi kepalanya yang sempat terbentur. Ia kembali mengerang, merasakan denyutan menyakitkan ketika mencoba bergerak."Apa kepalamu sakit? Apa kau bisa mendengarku?" Layla bertanya dengan panik, ketakutan menjalari tubuhnya. Setelah mobil menghantam pohon, Arsen sempat kehilangan kesadaran. Layla telah mencoba beberapa kali sampai akhirnya Arsen membuka mata. "Aku—aku telah menelepon ambulans. Tolong bertahanlah, Arsen."Alih-alih menjawab, Arsen yang baru menyadari situasi dengan cepat menatap Layla. Gerakan itu membuat kepalanya berdenyut sakit, pamdangannya kabur, dan erangan kesakitan kembali lolos dari bibirnya. Tetapi mengabaikan hal itu, Arsen lebih mengkhawatirkan kondisi Layla. "Apa kau baik-baik saja, Layla? Apa ada yang terluka?" Matanya memindai tubuh sang istri dari atas sampai ke bawah."Tidak, aku tidak apa-apa. Justru kau yang bu

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   81. Kecelakaan

    Arsen akan pulang malam ini.Layla tersenyum sambil menentang belanjaannya di kedua tangan. Ia baru saja membeli bahan kue di toko dan berniat untuk membuat kue sebelum Arsen tiba di rumah.Katanya, dia akan tiba sekitar jam sembilan malam.Sinar matahari sore menerpa wajah Layla ketika melangkah ke beranda toko. Gerimis ringan membasahi tanah, dan sepertinya akan berubah menjadi hujan deras.Layla terdiam dan menimbang-nimbang untuk langsung memesan taksi atau singgah di toko buah di seberang jalan. Saat ia tengah berpikir, ponselnya mendadak berdering.Arsen.Layla segera mengangkatnya. "Halo, Arsen?""Layla, kau di mana?"Apakah Arsen sudah tiba di rumah? "Aku—di toko bahan kue. Apa kau sudah sampai?""Ya, aku baru saja sampai dan terkejut karena rumah kosong."Layla tercengang. Ini baru jam enam sore, ia kira Arsen akan tiba pukul sembilan nanti. "Aku tidak tahu, aku minta maaf. Aku kira kau akan tiba malam nanti?""Iya tadinya, tapi penerbangannya tidak ditunda lagi, jadi aku bis

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   80. Dua Sisi

    Bulan di balik jendela bersinar terang. Tidak seperti biasanya, malam ini cerah tanpa hujan deras yang mengguyur.Memasuki puncak musim hujan, hari-hari Layla selalu ditemani oleh langit mendung, awan hitam yang menggantung, angin kencang, aroma petrikor dan tanah yang basah, juga air hujan yang mengetuk atap.Musim hujan adalah defenisi dari pernikahannya. Tetapi bukan berarti ia berharap musim panas menjadi awal pertemuannya dengan suaminya.Ia sudah menerima apa yang terjadi dan akan bersabar menghadapinya. Seperti kata ibunya, inilah takdirnya.Layla menarik guling dan berbaring miring menatap pemandangan halaman belakang. Di lantai dua kamarnya, ia membayangkan pohon angsana juga kolam yang tenang di rumahnya.Sekarang sudah hampir tengah malam. Layla bertanya-tanya, apa Arsen sudah tidur? Dia telah sampai dengan selamat bersama ayahnya dan berjanji akan menelepon.Layla menunggunya sejak makan malam, tetapi ia pikir Arsen pasti kelelahan. Ia tidak ingin mengusik pria itu, jadi La

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   79. Menunggu Cinta itu Datang

    "Terima kasih, Pak. Nanti jemput saya lagi hari Jumat sore, ya.""Baik, Nona."Layla mengangkat tas berisi beberapa pakaiannya dan menyeberangi jalan. Ditatapnya rumah orang tuanya, kemudian senyumnya mengembang.Rasanya sudah lama sejak ia terakhir kali bertemu ibunya secara langsung. Mereka sering bertukar kabar lewat telepon, tetapi sulit untuk bertemu karena jarak yang jauh. Sekarang, ia memilih untuk menemani ibunya selama Arsen dan ayahnya pergi.Layla melangkah melewati pagar ketika ibunya muncul dengan tergopoh-gopoh. "Padahal Ibu berniat menjemputmu, Sayang.""Tapi aku sudah di sini, Ibu. Apa aku harus kembali lagi ke rumah?" kata Layla bercanda dan keduanya tertawa.Melissa menarik satu-satunya anak perempuannya itu ke dalam dekapan, lalu memeluknya erat-erat. Melepaskan kerinduan setelah sekian lama tak bertemu."Bagaimana kabar, Ibu?" Layla membenamkan wajahnya di pundak ibunya."Ibu baik, Sayang. Malah sangat baik setelah ayahmu mendapat proyek dari Nak Arsen. Ibu sangat s

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   78. Hampir Ketahuan

    Arsen melangkah cepat menaiki tangga menuju apartemen Olivia. Ia masih memiliki waktu setengah jam sebelum ke bandara dan berniat menemui wanita itu sebentar. Olivia tidak menjawab pesannya dan ia khawatir ada sesuatu yang terjadi.Tetapi begitu tiba di puncak tangga, langkah Arsen sontak terhenti ketika melihat sosok asing di pintu apartemen Olivia. Pria itu memakai topi dan masker, posisinya membelakangi Arsen dan dia tampak membungkuk ke arah Olivia.Apa yang sedang dia lakukan?"Olivia?" panggil Arsen dan pria itu langsung berbalik dengan terkejut.Wajah Olivia bahkan terlihat lebih syok sebelum dia bisa mengontrol ekspresinya. Arsen sempat melihat matanya yang terbuka lebar. Kenapa Olivia begitu terkejut?Olivia mendorong Bryan untuk mundur tatkala Arsen mendekat dengan kening berkerut. Ia berusaha untuk berekspresi senormal mungkin.Sial, kenapa Arsen tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan?"Ah, Arsen... aku kira, bukankah kau sudah harus berangkat ke bandara?""Aku ingin menemuim

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   77. Momen

    Layla meletakkan air minum dan handuk saat Arsen melangkah mendekat. Keringat bercucuran di dahi, leher, dan bahu Arsen, membuat bagian atas kaos yang dipakainya basah.Melihat Arsen yang masih memakai sarung tinju, Layla mengulurkan tangannya dan membantu. Pria itu terus menatapnya dengan mata hitamnya yang dalam, sampai ia meletakkan dua sarung tinju itu di atas meja."Ke-kenapa?" tanya Layla, ingin tahu kenapa tatapan Arsen terus terpaku padanya.Arsen tersenyum tipis dan duduk di bangku. Ia tidak langsung menjawab, melainkan mengelap keringat di tubuhnya. Layla menatapnya, kemudian memalingkan wajah saat Arsen menoleh."Ini benar-benar sangat cocok untukmu. Kau terlihat cantik." Sebuah sentuhan tangan dingin terasa di kepala Layla. Ia mendongak dan Arsen tersenyum manis saat menyentuh ringan jepitan di kepala Layla."Ah itu..." Layla tersipu dan mengangguk pelan. "Kau sudah membeli banyak, jadi tidak mungkin aku hanya menyimpannya. Aku akan terus memakainya."Lagi, Arsen tidak men

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   76. Cinta itu Luka

    Perpustakaan telah selesai hari ini.Layla yang sedang membersihkan dapur setelah sarapan bergegas keluar. Arsen menatapnya dengan senyum sumringah, ikut bahagia melihat betapa antusiasnya gadis itu."Kau terlihat begitu bersemangat." Arsen sengaja berkomentar dengan suara menggoda."Benarkah?" Layla menangkup pipinya dan tidak bisa menahan tawanya. "Padahal aku berusaha untuk terlihat biasa-biasa saja."Arsen kontan terkekeh. "Kau tidak bisa menyembunyikannya dengan senyum lebar di wajahmu itu."Layla langsung menutup mulutnya dengan tangan, tetapi tetap saja matanya yang menyipit dengan jelas memperlihatkan rasa senangnya.Arsen kembali tertawa dan tanpa basa-basi meraih tangan Layla. "Ayo kita lihat perpustakaannya. Itu adalah hadiah untukmu, jadi aku senang jika kau menyukainya.""Kau memberiku terlalu banyak hadiah Arsen," sahut Layla. "Kemarin jepitan, dan sekarang perpustakaan ini juga selesai lebih cepat.""Sudah kubilang aku ingin membahagiakanmu, Layla," kata Arsen tanpa berp

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status