Share

Bab 7

"Woii, nyari mati Lo, ya." Adzanna menggebu.

 Tubuhnya yang jatuh dalam keadaan berbaring. Pelan-pelan di angkat untuk duduk.

Beberapa menit kemudian dari jauh Azka melihat samar seperti Adzanna di tepi jalan raya sedang mengelus lututnya yang terluka.

Sebuah motor gede berhenti tepat di depan Adzanna.

"Adzanna Lo kenapa?" Azka membelalak.

Dalam hatinya senang ada yang menolong tapi kenapa harus Azka yang menolong, sikapnya kembali dingin. 

"Nggak papa," ucapnya datar.

"Lo luka, Na, yuk kerumah sakit," ujarnya dengan memegang sikut yang juga terluka akibat tergores aspal.

"Manja banget, sih segini doang juga," sahutnya dengan sinis.

"Minggir!" ucap sinis Adzanna dengan membenarkan sepedanya yang jatuh.

Melihat rantainya yang lepas Adzanna melirik sana sini siapa tau melihat ada bengkel yang terdekat. Muka mayunnya terpampang di wajah Adzanna.

Azka tertawa kecil.

"Udah, yok Bareng gue aja, nanti biar temen gue yang benerin," bujuk Azka

Adzanna tertawa sinis. "Gue bareng Lo, mending gue naik angkot," elaknya

Azka heran apa yang membuat Adzanna jadi seperti sedingin kutub, padahal kemarin-kemarin dia sudah bisa tersenyum bersamanya walaupun hanya 10%.

"Na rezeki jangan di tolak, nanti keburu terlambat," ucapnya dengan posisi sudah menaiki Moge nya itu.

Mendengar perkataan 'terlambat' dari mulut Azka membuatnya berpikir ada kesempatan kena tidak diambil.

Akhirnya dengan lutut yang terluka dia berjalan pelan dan menaiki Mogenya itu.

Hari demi hari memang kedekatan Azka dan Adzanna sedikit ada kemajuan mereka sedikit mulai akrab walaupun Azka harus sabar menghadapi manusia kulkas seperti Adzanna.

***

Moge nya sudah terparkir. 

Azka merangkul Adzanna menuju ke UKS terlebih dahulu untuk mengobati luka Adzanna yang tadi. Azka mengolesi obat merah di bagian lulut dan siku yang terluka cukup parah Sekaligus di handsaplas.

"Pelan-pelan sakit tau." Mata Adzanna menyipit.

"Iya-iya, sorry," ungkap Azka pelan.

"Udah, nih, yuk ke kelas," ucap Azka dan membantu Adzanna untuk berdiri kemudian kakinya melangkah meninggalkan ruang UKS dan menuju kelas mereka.

Sesampainya di kelas melihat Azka sedang merangkul Adzanna membuat bibir Fathar gatal ingin meledek dan berucap yang tidak-tidak lagi.

"Duhai senang nya pengantin baru, teroret-teroret," pekik Fathar sambil berjoget.

"Kamvrett sa ae Lu," seru Azka.

Adzanna tersipu, pipinya kembali berwarna merah muda, tetapi rasa kesal masih ada di hatinya. 

Mereka duduk di kursinya. Melihat Kain kasa terpasang di lutut dan siku tangan Adzanna dan juga terlihat banyak goresan kecil di lengan tangan juga.

"Lo kenapa Na?" tanya Jina.

"Nggak papa," jawabnya.

"Lo diapain Sama Azka, bilang sama gue," pekik Risya dengan berkacak pinggang .

Azka langsung tidak terima mendengar perkataan Risya. 

****

Bel bertendang anak-anak keluar dari dalam kelas sambil menggendong tas nya. Sementara Adzanna masih duduk merapikan buku di temani Azka. Hanya tinggal mereka saja berdua di dalam kelas.

"Lo kenapa ngga balik?" tanya Adzanna dengan sinis.

"Gue nungguin Lo. Kita pulang nya bareng," jawab Azka.

Adzanna mengerutkan keningnya. "Siapa juga yang mau pulang bareng Lo."

Adzanna mengangkat badannya untuk berdiri, berjalan pincang untuk keluar kelas. Azka masih duduk terdiam hanya melihat Adzanna berjalan menuju pintu lalu memikirkan bagaimana caranya menghadapi sikap Adzanna yang seperti itu dengan bermain ponsel.

Ekspresi kesal terpampang di wajah Adzanna. 'Kenapa ngga di bantuin jalan si.' Batinnya. 

Sambil melirik ke wajah Azka yang ada di belakang, sampai-sampai tidak melihat bangku yang ada di depannya. 

"Aww," ucap Adzanna pelan.

Pinggangnya  terbentur sudut bangku yang membuat rasanya seperti setengah mati.

Walaupun pelan suara Adzanna tetapi masih bisa di dengar oleh telinga Azka. Mematikan handphone dan mengangkat tubuhnya berjalan mendekati Adzanna.

"Lo kenapa?" wajah penasaran terpampang di wajah Azka.

"Sakit Bego!" ketus Adzanna.

"Ya, udah Lo bareng gue aja," ucap Azka. 

Azka tidak mengerti sakit karena apa yang Adzanna rasakan, Azka hanya tahu kakinya saja yang sakit.

Adzanna mutar bola matanya. "Ya, udah bantuin dong," ucapnya datar.

Akhirnya Azka menuntun Azdanna sampai ke tempat parkir.

***

Motor Azka berhenti di depan sebuah bengkel besar, tempat servis favorite keluarga Yunanda.

"Kenapa berhenti di sini?" 

Azka terkekeh. "Sepeda Lo kan Disni."

Adzanna menghela nafas kasar dan turun dari motor.

Azka melepas helm dan masuk ke dalam bengkel itu. "Bang, Sepedannya udah bener belum."

"Udah, beres,nih,"

"Thanks, ya, Bang nanti gue Transfer seperti biasa," papar Azka.

Menepuk pundak Azka. "Santai aja kalii udah biasa."

Menuntun sepeda kuluar menyerahkan pada Adzanna

"Nih, sepeda Lo," ketus Azka

"Kalo ngga ikhlas ..., ya udah ngga usah di bawa ke bengkel. Gitu aja Repot," kembali memutar bola matanya dan mengalihkan pandangan. Perkataan ketus Azka membuat Adzanna kesal.

Azka terkekeh. "Yaelah, gini aja marah."

"Engga," elaknya.

"Jangan marah-marah, nanti cantik nya ilang," ungkap Azka. Membuat pipi Adzanna kembali merah muda.

"Udah, sana pulang!" desak Adzanna

"Gue mau nganter Lo sampai depan rumah," balas Azka.

Tersenyum sinis. "Udah gede! ngga perlu di anter!" tutur Adzanna.

"Gue, takut lo kenapa-napa di jalan,"

"Gue bilang engga perlu!"

" Firasat gue mengatakan, bakal terjadi sesuatu," cecar Azka.

"Serah lo, deh," pasrah Adzanna.

Otelan sepeda kian di gayuh, Azka berada di belakang membuntuti melewati jalan yang luas hingga berada di jalan yang hanya setapak disitu terasa hening terlihat tidak ada orang sama sekali yang berkelintaran

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status