Salma harus menerima madunya di saat setelah melahirkan, sakit hatinya karena baru lima hari pasca Caesar. Hati Salma beku, ketika dia koma selama tiga minggu dan suaminya tetap menikah tanpa menunda satu haripun. dengan itu, Salma hatinya beku, dia tak melayani suaminya lagi di atas ranjang tapi justru mendatangkan madu lainya. Bagaimana akhirnya... apakah Salma sukses membalaskan dendam atas sakit hatinya?
Lihat lebih banyak"Di-dia siapa, Bi?" tanyaku pada suamiku dengan terbata. Wanita dengan gamis panjang tapi tanpa nibar. Dia tersenyum manis padaku mengenalkan dirinya yang bernama Ratini.
"Dia itu yang pernah Abi ceritakan, Mi. Bukankah Umi sudah setuju Abi nikah lagi?" jawaban enteng dari Abi membuat perih luka ini.
Aku tak menyangka bakal secepat ini, terlebih saat ini aku baru saja melahirkan anak pertama kami, lima hari yang lalu.
"Dia akan membantu Umi mengurus dedek bayi kita, juga mengurus Abi. Jadi biar lebih cepat, besok Abi akan menikah dengannya. Makanya malam ini Abi bawa dia kesini, karena pernikahannya kita adakan di sini agar Umi juga ikut menyaksikan!"
Perih! Rasa hati ini begitu perih, bahkan luka caesar saja belum benar-benar kering, berjalan masih dibantu Mbok Sumi, ART yang juga menjabat sebagai dukun bayi.
Aku tak dapat lagi berkata, bahkan air mata pun telah kering karena sakitnya yang begitu tiba-tiba. Memang Mas Usman pernah bilang akan menikah lagi, tapi... Aku pikir tak secepat ini, kupikir nanti ketika aku telah sedikit lemah karena menua.
"Loh, Cah ayu. Kok nangis?" tanya Mbok Sumi ketika masuk kekamarku untuk memandikan Arjuna--bayiku.
"Nggak baik habis melahirkan menangis, terlebih Cah Ayu lahiran lewat caesar, bisa-bisa lukanya nggak cepat kering loh!" lagi, Mbok Sumi berkata. Tak kuindahkan sedikitpun ucapannya.
"Udah toh, Diem, Cah Ayu! Eman-eman Ayumu nggo nangis koyo ngono!"
"Sakit, Mbok! Sakit... "
"Mana yang sakit, Cah Ayu?" Mbok Sumi meraba bagian tubuhku.
"Di sini, Mbok!" aku menunjuk pada hatiku, ngilu sekali hati ini.
"Aduh!" seketika aku merasakan bekas jahitan operasiku berdenyut nyeri, saat kupegangi terlihat basah.
"Darah!" Aku dan Mbok Sumi sama-sama berkata.
"Ya Allah, Cah Ayu!" Bik Sumi berteriak, rasa sakit di bagian itu kian bertambah. Aku semakin pusing dan berat. Rasanya pandangan mulai kabur, bumi perputar, aku tak tahan sekali, semakin gelap dan gelap hingga akhirnya aku tak ingat apa-apa lagi.
****
Nitt... Nitt... Nitt....
Terdengar berbagai alat nyaring ditelingaku, mataku ingin terbuka tapi rasanya susah sekali, lengket seperti lem.
"Dokter, lihat ini!" entah suara siapa aku sendiri tak mengenalinya, deru langkah sepatu mendekat.
"Dia tadi bergerak, Dok."
Ada sesuatu dingin menempel di dadaku.
"Alhamdulilahhh... Setelah tiga minggu akhirnya bisa melewati masa kritisnya."
"Iya, Dok!"
"Nanti kabari keluarganya, ini kabar yang baik!"
"Baik, Dok!"
Tiga minggu, aku terbaring tak berdaya selama tiga minggu? Aku tak habis pikir, aku kira hanya pingsan beberapa saat. Teringat jelas tentang kejadian.
"Apakah Abi membatalkan pernikahannya karena aku koma?" pikiran itu berkecambuk dalam hati.
Jika benar Abi membatalkan pernikahannya, aku sangat bersyukur telah melewati masa koma ini. Setidaknya dengan koma aku tak jadi di madu.
Pintu dibuka, terdengar langkah kaki masuk kedalam ruangan.
"Alhamdulilahh... Akhirnya Salma bisa melewati masa kritisnya ya, Dek! Semoga ia secepatnya sadar." suara yang sangat aku hafal. Ya itu suara Abi, tapi... Siapa yang ia panggil Dek!
Aku sengaja tak ingin membuka mata, biar mereka tahu kalau kondisiku sudah normal tapi tak tahu kalau aku bisa mendengar dan sadar.
"Iya, Bi. Semoga Mbak Salma cepat sadar dan sehat kembali hingga kita bisa pergi honeymoon ke Raja Ampat. Udah tiga minggu honeymoon kita ketunda!"
Jederrr!
Jadi saat aku terbaring koma, Abi tak membatalkan rencana pernikahannya itu! Sungguh, sangata keterlaluan mereka, di saat aku meregang nyawa mereka malah melaksanakan hari bahagia! Ya Allah... Kenapa tak kau cabut saja nyawaku waktu itu!
Sekuat tenaga aku tahan agar sampai aku mengeluarkan air mata. Hatiku kelu, menahan gejolak sakitnya belati menikam hati menoreh luka semakin dalam. Setelah kurasa mereka keluar akhirnya aku tumpahkan sesaknya dada, aku menangis dalam ranjang rumah sakit.
Segera aku berhenti dan menghapus air mataku. Aku tak boleh selemah ini! Kamu punya Juna yang masih butuh sosok Ibu. Aku harus berlapang dada menerima semua ini tapi... Aku pastikan kalau aku akan membuat dia merasakan apa yang aku rasa. Lihatlah, maduku, akan kuberikan manisnya madu untukmu tanpa terkecuali, seperti apa yang telah kamu lakukan terhadapku.
❤❤❤
Beberapa bulan kemudian
"Bi, lihat ini!" kutunjukan gadis cantik yang kukenal, dia adalah sepupu temanku. Masih muda umurnya baru sekitar 16 tahun.
"Iya, Umi. Kenapa?" tanya Abi yang masih terlihat memegang gadget-nya.
"Abi nggak ingin nikah lagi?" tanyaku dengan mata menyempit.
Seketika Abi menatapku dalam, seolah sedang mencari seongok keyakinan bahwa apa yang aku katakan tidaklah main-main.
"Abi takut tak bisa adil kalau nambah istri lagi, Umi. Sedangkan ini saja Umi dan Dek Ratini masih sering belum adil!" jawab Abi, tapi aku yakin dia hanya butuh sedikit paksaan.
"Kata siapa Abi belum bisa adil? Abi sudah adil kok, cuma kan kalau masalah nafkah batin memang kemauan Umi yang belum siap di sentuh Abi!"
Aku memang belum melayani Abi di ranjang kembali, bukan apa? Aku sudah merasa hilang nafsu dalam melayani suamiku saat aku tahu mereka menikah di saat aku kritis. Tak bisa kah Abi menundanya sebentar saja menunggu aku siuman, bahkan dia tak mengulurnya satu haripun! Itulah yang membuat aku muak padanya untuk melayani urusan itu. Hatiku telah mati dan beku!
"Bi, Umi lihat akhir-akhir ini kan Dik Ratini sakit-sakitan, sedangkan Umi tak bisa menunaikan tugas Umi karena masih trauma atas bekas operasi yang membuat Umi koma selama tiga minggu, jadi... "
"Tapi Dek Ratini kan sakit karena sedang mengandung, Mi."
"Iya Umi tahu, Bi. Tapi Umi lihat dia itu ngidamnya aneh! Nggak mau bau keringat Abi, iya kan? Abi kuat nunggu sampai lahiran! Nggak kan, ya udah sekarang Abi nikahi saja dia. Dia wanita sholehah loh, Bi. Umi mengenalnya."
Akhirnya dengan pelan Abi mengganguk. Yes! Akhirnya pembalasan akan di mulai.
"Abi izin dulu tapi sama Dek Ratini, Ya?"
Aku mengangguk setuju dan tersenyum senang penuh kemenangan, ini saatnya kamu merasakan apa yang kurasa. Tinggal aku mengatur Nita untuk menjadi bonekaku.
~~~•
Kami melangkah menuju mushala rumah sakit, Umi Sepuh terus saja mengandeng tanganku tanpa terlepas."Kita akan berdo'a disana, meminta pada sang pencipta agar Usman baik-baik saja!" Umi Sepuh berkata yang aku jawab dengan anggukan saja.Setelah salat dan berdo'a, Umi Sepuh membalikan badannya. Dia menatapku sendu."Apa kamu menyesal telah menikah dengan anakku, Sal?" tanya Umi Sepuh tiba-tiba.Aku menggelengkan kepala, "tidak sama sekali, Umi. Salma yakin semua yang terjadi pada Salma adalah garis tuhan yang telah tertuliskan bahkan sebelum Salma lahir.""Selama ini Usman tak pernah memberimu kebahagian, mungkin semua inilah karmanya. Aku sendiri begitu sedih dengan semua ini, apalagi kamu yang telah tersakiti.""Sedih itu manusiawi, Umi. Namun bukan berarti menyesal dan merutuki nasib. Salma ikhlas menjalani semua ini."
Abi berhenti sejenak, melihat di mana tengah berdiri Ratini dan Hendi. Sedangkan Umi Sepuh terlihat duduk dengan tatapan sendu.Ada apa lagi ini? Batinku. Abi melangkah dengan pelan. Mendekat pada Umi Sepuh yang tengah terduduk."Akhirnya Abi pulang juga! Hai... Mba, gimana kabarnya?" Ratini berbasa basi menanyaiku. Aku sangat yakin jika mereka berdua ada maksud tertentu."Mau apa kamu kesini?" cetus Abi dengan tatapan tak suka.Ratini justru tersenyum, dia seolah sedang mengejek dengan pertanyaan Abi."Senang ya... Sekarang jadi istri satu-satunya Abi Usman sang Sultan!" Ratini berjalan mengitariku. Apa maunya?"Katakan, ada apa kalian datang kesini!" kali ini aku bersuara sedikit lantang."Duh...duh.... Sepertinya dua pasang suami istri ini sudah tak sabar untuk berganti nasib!" Dengan sombong R
Dengan rasa berdebar aku masih terus memandang pada mobil Abi yang baru datang, karena memang semua kaca yang hitam membuat kami tak tahu apakah Abi sendiri atau orang lain.Pak Sobri keluar lebih dulu dari sisi kemudi. Kalau Pak Sobri saja sudah boleh pulang berarti?Pak Sobri membuka pintu sisi belakang, dari samping ada Bagus yang keluar dan belakang Bagus Abi-lah yang menampakan wajahnya."Umi sepuh!" pekiku melihat wanita yang baru saja pintunya dibukakan oleh Pak Sobri.Aku langsung berlari mendekat, rasa haruku tak dapat kutahan lagi."Umi Sepuh baik-baik saja?" tanyaku khawatir pada wanita itu.Dia tersenyum, "aku baik-baik saja, Sal.""Syukurlah, Umi. Salma sangat khawatir.""Tentulah seperti itu, orang yang sudah menganggap Umi sebagai orang tuanya pasti akan sangat mengkh
"Sudah... Ayo kita pergi mengantar Ami dulu, nanti kita bicarakan setelah pulang!" Abi kali ini berkata tenang. Mungkin hanya menutupi saja, aku yakin dia sedang tak baik-baik saja.Aku mengangguk dan keluar, semua sudah siap untuk pergi mengantar Ami kepembaringan terakhir. Bahkan Abi meminta untuk mengantikan orang yang telah siap menopang keranda Ami.Aku dipapah Bik Sani yang juga tak surut tangisnya mengantar kepergian Ami. Sungguh aku tak kuat melihat Ami untuk terakhir kalinya. Saat tubuh Ami dimasukan keliang lahat, aku kembali tergugu, rasanya sesak sekali melihat orang yang telah merawatku dari kecil kini pergi untuk selamanya. Belum lagi aku sempat membalas jasa-jasanya.Abah terlihat tegar, walau aku tahu dia juga sangat kehilangan Ami. Karena selama ini dialah yang telah menemani hari-harinya. Sedangkan aku? Anak satu-satunya jauh darinya. Hingga kadang mereka mengeluh kesepian. Ya Allahhh.
Aku terbengong ketika Abi mengatakan bahwa kemarin sempat bersitegang merebutkan Nita. Kenapa Abi tak mengatakannya? Apakah ini yang membuat Abi semarah itu padaku, hingga merasa aku tak patut di maafkan! Aku menatap satu persatu dari Mila, Nita sampai Abi. Tak terkecuali Bagus. Mereka hanya terdiam dan lebih banyak mengangguk ketika Abi berkata."Sekarang kalau kamu tak percaya, tanyakan saja pada istriku yang merencanakan semua ini jika sungguh aku tak tahu apa-apa!" Abi menatapku."Maaf, Abi! Aku juga minta maaf, kemarin aku hanya menjalankan kewajibanku sebagai abdi negara dan melindungi Nita yang notabennya masih di bawah umur. Jadi saat aku ketahui bahwa Nita sudah menikah di usianya yang masih belum genap 17 tahun, kami melakukan investigasi."Jadi Bagus ini seorang polisi? Pantas saja tubuh dia begitu atletis."Sekali lagi maafkanku, Bi! Yang menyeret kedalam rana hukum."
Aku berusaha bersikap biasa, Abi masih diam. Tak ada banyak kata seperti biasa, bahkan dia memilih menghindar dariku. Mungkin saja dia masih kecewa atas apa yang telah aku lakukan. Terlebih tenyata Nita memang sudah benar-benar bercerai, aku tahu karena Nita memberitahuku lewat sambungan telfon."Sal! Usman akan pergi keluar kota, coba kamu ikutlah!" perintah Umi Sepuh saat kami makan malam.Kutatap Abi yang masih sibuk makan tanpa terganggu dengan apa yang baru saja disampaikan Umi Sepuh."Tapi, Umi... Salma tak ingin jauh dengan Juna dalam waktu lama. Lagian takut juga menganggu Abi." aku tertunduk, masih ada rasa segan pada Abi."Usman!" kali ini Umi Sepuh beralih pada Abi."Iya, Umi.""Ajaklah istrimu untuk liburan, honeymoon kedua mungkin!""Nanti saja, Umi. Aku pergi untuk urusan bisnis, kalau sampai na
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen