TENTANG AYAH
๐๐๐Banyak sekali yang ingin aku tanyakan pada Bunda, terutama darimana beliau mengetahui semua yang terjadi.Aku paham betul siapa Bundaku, dirinya pasti tidak akan pernah memaafkan sebuah pengkhianatan, tapi sekarang justru Bunda bersikap sangat tenang didepan menantu dan besannya.Mungkinkah Bunda juga tahu jika Mas Rian hanya dijebak Sarah.Nanti aku tanyakan, sebaiknya aku memberi makan cacing yang sedang berdisko ria didalam perutku."Bunda masak?" tanyaku pada Bunda yang masih setia menungguku beranjak dari zona nyaman."Tidak sayang, Bunda tadi pesan via online, mau makan sekarang? nanti Bunda panaskan lagi.""Boleh Bund."Aku segera beranjak kekamar mandi sekedar mencuci muka agar terlihat lebih segar, sedangkan bunda berlalu menuju dapur.๐๐๐"Bund," panggilku pada Bunda yang sedang asyik dengan gawainya.Saat ini kami sedang berada di ruang tengah, memilih santai sejenak sebelum melanjutkan petualangan mencari kesenangan."Ada apa sayang?" tanyanya, ia meletakkan ponselnya keatas meja, menunggu kalimat selanjutnya."Kenapa Ayah tidak ikut?" Aku tahu ada tamu hanyalah alasan Bunda. Tidak mungkin Ayah lebih mementingkan tamu dibanding bertemu denganku yang sudah seperempat tahun tidak bertemu.Terlihat Bunda menghela nafas berat, "kamu tahu Ayah kan?" tanyanya, dan aku hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.Aku sangat paham perangai ayahku, tidak ada pengampunan dengan alasan apapun untuk sebuah kesalahan.Lelaki cinta pertamaku adalah orang yang dingin, tegas, juga angkuh, ya setidaknya itu yang orang lain kenal.Berbeda denganku, bagiku Ayah adalah sosok yang hangat, penyayang, juga bijaksana.Dulu ketika ditanya, lelaki seperti apa yang aku inginkan, jawabanku lelaki yang seperti Ayahku.Itulah kenapa aku labuhkan cintaku pada Mas Rian. Meski tidak sesempurna Ayah tetapi Mas Rian juga lelaki yang penyayang, romantis, penuh cinta dan setia, lemah lembut juga tidak pernah berbicara keras.Dengannya bukan hanya ingin menua bersama namun juga berharap sesyurga bersama.Ya, setidaknya sesimpel itu impianku, Dulu.Sekarang? Entahlah apakah kami mampu melewati badai yang terjadi, sedangkan nahkodanya saja bingung menentukkan arah disaat kapal hampir karam. "Kamu tahu apa yang akan terjadi jika ayah ikut?""Fatal bund."Ayah pasti akan menghajar Mas Rian tanpa menunggu penjelasan, setelahnya Rumah Sakit akan sangat heboh karena kedatangan tamu istimewa.Karena penyakit lambung yang Ayah derita, menyebabkan dirinya tidak boleh memikirkan masalah terlalu serius, asam lambung akan naik jika emosinya tidak terkontrol."Bunda tahu ini bukan kesalahan Rian, suamimu tidak akan setega itu menyakitimu."Bunda ternyata lebih mengenal karakter Mas Rian dibanding denganku yang setiap hari membersamianya.Awalnya aku bahkan sangat percaya Mas Rian melakukan pengkhianatan, tapi Bunda justru tidak yakin jika Mas Rian sampai hati melakukan itu."Rian dijebak."Aku menyandarkan kepalaku disandaran sofa, mengingat kembali obrolan mereka ditaman belakang rumah waktu itu.Ada rasa ingin melepaskan semua dengan menyudahi masalah, membebaskan Sarah pergi dari kehidupanku, dengan mengatakan yang sebenarnya kepada Mas Rian.Namun disisi lain ada rasa ingin membalas perbuatan Sarah, bukan hanya saat ini saja, tapi perbuatannya beberapa tahun yang lalu."Kenapa tidak kamu katakan yang sebenarnya? masih ingin bermain-main?" bukan Bunda namanya jika tidak tahu impianku."Setidaknya aku harus membalas sakit hatiku delapan tahun yang lalu."Dendam dan benci adalah penyakit hati yang tidak ada obatnya, aku tahu itu.Sebenarnya aku juga sudah berusaha ikhlas, ingin melupakan semuanya, menganggap Sarah tidak pernah hadir dalam kehidupanku, namun takdir berkata lain.Semesta menginginkanku menyaksikan penderitaan i***s berwujud manusia dan menjabat sabagai sahabat."Bukankah kamu sudah ikhlas?" Setidaknya itu yang Bunda tahu, karena dulu aku mengatakan seperti itu."Sudah Bund, tapi mungkin perempuan itu menginginkan kenang-kenangan terindah dariku, itulah kenapa dirinya hadir lagi," Aku yakin, Bunda pasti tahu maksduku."Lakukan apa yang ingin kamu lakukan, benar salah Bunda akan selalu dipihakmu, tapi berusahalah untuk selalu benar." Aku tahu itu, Bunda pasti akan selalu membereskan kekacauan yang aku lakukan."Jangan keluar jalur" Bunda melanjutkan kata-katanya lagi."Aku tahu." Jawabku singkat sambil tersenyum.Bunda mengambil ponselnya kembali, hanya untuk melihat jam."Bersiaplah! sudah cukup istirahatnya."Bunda hendak bangkit dari duduknya, "Sebentar Bund," aku menahannya hingga Bunda memposisikan kembali duduk ditempat semula."Apalagi?"Sepertinya Bunda sudah tidak sabar berburu diskonan."Darimana Bunda tahu Mas Rian menikah lagi?" dari tadi aku sangat penasaran, apa mungkin bunda punya mata-mata dirumahku, atau mungkin diam-diam Bunda memasang CCTV, tapi aku rasa itu tidak mungkin.Satu-satunya tersangka adalah Bi Nani, ya pasti bi Nani yang jadi agen rahasianya Bunda."Itu tidak penting!" Bunda bangkit dari duduk, " ayo bersiap, ganti pakaian yang lebih style jangan kaya gembel." Bunda memberi titah sambil melangkah menuju kamar.Padahal tidak ada yang salah dengan outfitku, hanya karena tadi dipakai buat tidur saja makanya terlihat berantakan.Berasama Bunda semuanya memang harus perfect.Mau tidak mau aku mengikuti Bunda masuk ruangan ternyaman."Rian telpon,"Bunda berkata sambil mengoles bibir dengan pewarna khusus, tanpa menoleh kearahku."Brengsek kamu!" Teriak seorang wanita, aku yang hendak bangkit mengurungkan niatnya. Kembali duduk dan melihat, ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya."Ma-maya?" Lelaki itu tergagap menyebut nama wanita yang baru saja datang dengan sejuta kemarahan yang siap ia luapkan."Kenapa? Kaget?" Wanita itu tersenyum sinis dengan seringai diwajahnya. "Kamu memang tidak pantas membersamaiku." Lanjutnya lagi."May maafkan aku, aku janji tidak akan mengulanginya lagi, aku dijebak may, percayalah perempuan licik ini yang menggodaku."Elak lelaki yang tidak aku tahu namanya."Mas!" Teriak Sarah tidak terima. "Bukannya kamu janji akan menikahiku setelah berhasil menguasai harta wanita tua itu." Sarah menunjukan jarinya kearah perempuan bernama Maya.Sepertinya pertunjukkan semakin menarik, dan sarah juga belum menyadari keberadaanku."Jaga ucapanmu perempuan murahan!" Kata Maya sambil melirik kearah perut Sarah. "Mungkin kamu bisa dengan mudah menipu pria bodoh ini, tapi tidak denganku.""Ma
KESIALAN SARAH๐ฆ๐ฆ๐ฆSaat beralih dari buku menu menghadap pintu masuk, aku melihat sosok yang sangat aku kenal sedang menggandeng pria dengan mesra."sarah!" Teriakku dalam hati, kalau teriak beneran bisa disangka orang gila, dan juga bisa menyebabkan target buronan kabur.Jiwa kepoku meronta-ronta ingin segera dituntaskan, tentang bagaimana sarah bisa kabur padahal aku sudah meminta Pak Roni untuk berjaga dengan siaga.Pasti ada yang tidak beres dengan kelakuannya."Liatin apa sih?" Bunda mengagetkanku. Tiba-tiba saja sudah ada didepanku mengikuti arah pandanganku."Owh sahabat laknat?" Tanya Bunda lagi sebelum aku menjawab pertanyaan sebelumnya. Sebenarnya ini bukan pertanyaan lebih tepatnya pernyataan."Tidak usah heran dia memang seperti itu abaikan saja." Bunda berkata lagi setelah tidak ada jawaban terdengar dari bibirku.Apa tadi Bunda bilang, dia memang seperti itu? Artinya Bunda tahu kelakuan sarah yang sebenarnya? Atau Bahkan tahu lebih banyak dari sekedar yang aku tahu..
"Apa!"Aku dan Alea berteriak bersama, dan Pak Arfa yang katanya manager jangan ditanya, mengangkat kepala saja tidak berani.Bagaimana bisa aku yang notabene anak Bunda Lisa tidak tahu jika butik ini milik Bundaku.Kemana saja aku selama ini? Bahkan masuk butik ini saja baru pertama kali, aku memiliki butik langgananku sendiri yang memang milik Bunda juga. Tapi tentang butik ini aku sama sekali tidak mengetahuinya.Bahkan saat opening saja aku tidak diundang, benar-benar Bunda durhaka sama anak."Biasa aja kali beb," kata Bundaku santai. Apa katanya tadi, biasa? Bagaimana bisa aku bersikap biasa dengan keterkejutan ini, seberapa banyak aset yang Bunda miliki, apakah ini butik terakhir yang tidak aku ketahui setelah beberapa waktu lalu restoran tempat aku dipermalukan karena lupa bawa dompet saat makan bersama teman-teman ternyata juga milik Bundaku dan parahnya awalnya aku juga tidak mengetahui jika restoran itu milik Bunda.Yang aku tahu Ayah hanya seorang pengusaha tekstil tempat
"Mba Aku mau gaun itu!" Kata seorang wanita dimeja kasir ketika melihat gaun yang akan aku beli belum dimasukan papperbag.Enak saja katanya, mau ini. Padahal aku dulu yang menginginkannya."Maaf Nona tapi baju ini milik Nona yang ada dibelakang anda," kata pelayan itu ramah, yang aku tau dari nametagnya bernama Rina, sambil menunjuk kearahku."Tapi aku menginginkannya." Kata perempuan yang aku belum tau wajahnya seperti apa, karena meskipun mbak pelayan sudah memberitahu itu milikku yang ada dibelakangnya, perempuan itu tetap tidak mau menengok kebelakang."Sekali lagi mohon maaf nona, tapi ini memang sudah dibeli, Nona bisa memilih model dan warna lain." Mbak pelayan masih bersikap ramah dan mencoba sabar menghadapi pembeli tak ada akhlak model perempuan begitu.Mau tidak mau akhirnya perempuan itu menghadap kearahku, kemudian tersenyum sinis."Dia tidak akan pernah bisa membayar, lihat saja penampilannya." Katanya sambil memandang remeh kearahku.Aku yang memakai kacamata hitam mem
"Kalian mau kemana?" Begitu sampai diujung tangga paling bawah, Lagi-lagi Mama mengganggu momen romantisku."Mengantar Ana kedepan." Jawab Mas Rian singkat.Kami berjalan beriringan menuju pintu."Mengantar!" Tanya Mama namun dengan suara yang sedikit keras, lebih seperti bentakan, ah entahlah, bertanya tapi dengan sebuah penekanan.Kami menghentikan langkah yang memang belum benar-benar keluar pintu."Iya ma, Ana akan pergi," Mas Rian menjawab.Biarkan saja Mama menjadi urusan Mas Rian aku malas meladeninya."Sendiri? Benar-benar istri urakan, malam-malam keluyuran sendiri padahal ada suami, dan suami hanya mengantar sampai depan, kasihan sekali kamu Rian dapat istri tidak punya moral." Panjang lebar Mama memberi ceramah, lebih tepatnya cacian."Sudah selesai ma? Tanyaku, "bukankah itu baik jika Ana pergi sendiri, artinya Mas Rian ada dirumah tanpa aku, dan Mama bisa melaksanakan aksinya untuk mendekatkan Mas Rian dengan Sarah?" Aku berkata dengan pelan."Bagus lah jika kamu sadar di
RASA YANG SAMA๐๐๐"Ma, itu punya Ana!" Teriak Mas Rian, Baru kali ini aku melihat Mas Rian berani berkata dengan menaikan nada beberapa oktaf, biasanya dirinya akan berbicara dengan lembut."Ka-kamu berani membentak Mama?" Mama juga sepertinya shok mendengar perkataan Mas Rian.Sebenarnya ini belum bisa dibilang membentak.Hanya karena Mas Rian selalu berbicara lembut setiap harinya, sekalinya berkata sedikit keras sudah terasa seperti membentak."Maaf Ma, bukan maksud Rian membentak Mama," Raut bersalah jelas terlihat diwajah Mas Rian."Memang wanita mandul itu bukan wanita baik-baik, membawa pengaruh buruk sama kamu!" Mama menatap kearahku.Selalu seperti itu, apapun yang terjadi aku selalu menjadi kambing hitamnya.Tidak pernah sekalipun wanita itu menghargaiku, aku memang tidak pernah peduli akan hal itu, dulu aku hanya ingin berbakti, tapi sekarang? entahlah, apakah aku masih kuat bersandiwara atau tidak.Terlalu sakit jika terus mendapat hinaan seperti ini, ingin rasanya mem