Share

Bab 2

Author: HierzhaThree
last update Last Updated: 2025-05-16 21:20:02

Selama liburan, Andini mengerjakan endorse yang sudah ia terima. F*e yang diterima juga lumayan banyak. Andini tidak menyangka akan bekerja sama dengan sebuah brand terkenal.

Memang beberapa video transisi make up-nya ada yang fyp. Mungkin karena video tersebut, banyak brand-brand yang menawarkan langsung untuk bekerja sama dengannya.

Semakin hari, konten-konten Andini semakin banyak yang menonton. Bahkan mereka banyak yang penasaran dengan YouTube Andini. Beberapa video YouTube Andini, sudah mulai bertambah subscribernya. Andini merasa sangat bersukur.

“Ibu, maafkan aku ya Bu. Nggak bisa bantuin ibu masak. Aku harus kerjakan ini, karena sudah di tunggu,” ujar Andini merasa tidak enak dengan ibunya. Liburan di rumah karena ingin membantu ibunya tapi tetap saja, Andini tidak bisa membantu ibunya karena ternyata banyak kerjaan masuk.

Andini harus memikirkan ide membuat konten, dan berganti-ganti make up untuk memasarkan produk yang berbeda-beda. Meskipun capek, tapi Andini merasa sangat bersukur.

“Iya nggak apa-apa sayang. Kamu bekerja seperti ini juga untuk membantu ibu. Kamu nggak usah pikirkan ibu, yang terpenting kamu selesaikan kerjamu ya. Ibu datang cuma mau mengantarkan ubi goreng untuk kamu,” ujar Ratna meletakkan ubi di meja.

“Terimakasih banyak ya Bu,” ucap Andini tersenyum kepada ibunya.

“Iya Sayang.”

“Ratna! Ratna!” Panggil Bu Rodhiah dengan nada teriak-teriak.

“Nenek panggil ibu,” ucap Andini.

“Iya. Ibu keluar dulu ya. Ibu juga mau melihat Athala barangkali adik kamu berbuat yang aneh-aneh,” ujar Ratna kemudian keluar kamar.

Ratna langsung berjalan keluar rumah, karena mertuanya sudah memanggilnya. Bu Rodiah sudah berkacak pinggang di halaman rumah sambil melihat para sales menurunkan barang-barang.

“Ini mau dimasukkan ke warung nggak Bu?” tanya sales yang mengantar barang-barang jualan Bu Rodhiah. 

“Nggak usah, nanti kamu minta bayaran lagi. Nanti biar menantuku saja yang bawa ke dalam warung,” jawab Bu Rodhiah.

Ratna yang masih berdiri di pintu, hanya bisa menarik napas panjang. Barang-barang itu cukup banyak. Bahkan banyak minuman botol kartonan, yang memang cukup berat. Apa daya, Ratna tidak bisa menolak.

Ratna dengan lunglai berjalan mendekat ke arah mertuanya. “Ada apa Bu?” 

“Barang-barang ini kamu masukkan ke dalam warung ya. Andini mana sih? Liburan kok di kamar terus. Mbok keluar bantu-bantu gitu, biar cepat beres. Ini malah dinkamar terus!!” cerocos Bu Rodhiah.

“Andini lagi mengerjakan tugas liburannya. Biar lah Bu. Aku juga bisa kok pindahkan ini semua sendiri,” jawab Ratna takut kalau ibu mertuanya akan mengganggu Andini.

“Ya sudah masukan cepat. Jangan lama-lama,” pinta Bu Rodhiah dengan nada kasar kemudian masuk ke dalam.

Baru saja masuk ke dalam, Bu Rodhiah mencium bau hangus. Wanita tua itu segera ke dapur, untuk melihat apa terjadi sesuatu di dapurnya. Dan benar saja, dapur sudah penuh asap.

Melihat itu semua, Bu Rodhiah langsung mengecek kompor. Dan ternyata masih menyala. Bu Rodhiah segera mematikan kompor, dan memanggil pelaku yang membuat rumahnya penuh dengan asap.

“Ratna!” teriak Bu Rodhiah dari dalam rumah. Panggilan pertamanya nggak mempan. Bu Rodhiah terus berteriak memanggil menantunya, sampai menantunya datang.

Wanita tua itu merasa sangat jengkel melihat dapurnya yang sudah penuh dengan asap, dan masakannya yang gosong.

“Ratna!” panggil Rodhiah dengan suara lebih keras. Tetapi yang datang bukannya Ratna malah Linda.

“Ada apa sih Bu?” tanya Linda. “Ya Allah ini kenapa banyak asap gini?”

“Kelakuan Ratna lah ini,” jawab Bu Rodhiah.

Ratna yang mendengar teriakan mertuanya segera meletakkan barang yang dibawanya ke atas rak di dalam warung. Setelah itu ia segera berlari ke dalam menemui ibu mertuanya.

Ratna tidak menemukan ibu mertuanya di ruang tamu. Tiba-tiba ia mencium bau hangus, Ratna baru teringat sedang memasak. Ia segera berlari ke dapur. Terlihat ibu mertuanya sudah berdiri dengan kedua tangan dilipat diatas dadanya, dan Linda yang berdiri disamping ibunya.

“Kamu ini gimana sih, masak nggak becus gini. Kamu kira bahan-bahan masakan itu murah, hah!” marah Bu Rodhiah dengan mata melotot. “Terus kalau rumah ini kebakaran, gimana?”

“Maaf Bu, tadi ibu panggil aku keluar, jadi aku lupa mengecilkan kompornya,” ujar Ratna membela diri.

“Kalau sudah gosong begini, bagaimana? Terus kita makan apa siang ini?” tanya Linda mendekat ke masakan yang sudah gosong.

“Saya akan masakan ulang,” jawab Ratna.

“Minggu ini aku nggak mau kasih kamu uang. Kamu sudah merugikanku dengan membuang bahan makanan. Dasar goblog!” ucap Linda kemudian menoyor kepala Ratna tanpa rasa bersalah. Tidak ada sopan santunnya sama sekali. Padahal Ratna adalah istri dari almarhum kakaknya. Cuma karena kesalahan yang tidak sengaja, Linda melakukan hal merendahkan seperti itu.

Andini yang baru saja tiba di dapur, melihat tantenya menoyor ibunya dengan rasa tidak bersalah, langsung emosi.

“Tante Linda!” teriak Andini kemudian menghampiri ibunya. “Selama ini ibu yang selalu masak kan Tante dan Nenek, baru kali ini ibu melakukan kesalahan. Itupun karena Nenek yang menyuruh ibu keluar. Kenapa Tante seenak jidat menoyor ibu?” 

“Andini sudah lah, jangan diperpanjang,” ucap Ratna memohon kepada anaknya untuk tidak memperkeruh keadaan. Meskipun sejujurnya Ratna pun merasa sakit hati dengan sikap Linda yang tidak sopan itu.

“Heh! Kamu anak kecil, sudah berani? Apa kamu nggak ingat, kamu dan ibu kamu itu menumpang di rumah kami. Jadi wajar kalau ibu kamu yang memasak untuk kami sebagai gantinya,” ujar Linda dengan mata melotot, tidak terima di omelin keponakannya.

“Apa?” tanya Andini kepada Linda. Andini sudah tahu kalau rumah ini adalah milik ayahnya, harusnya mereka itu yang malu karena sudah menumpang dan menyuruh ibunya layaknya pembantu.

“Andini!” teriak Bu Rodhiah. “Kamu itu masih kecil tapi berani sama orang tua! Kalau ayahmu masih hidup, pasti kamu sudah diusir dari rumah ini.”

“Sudah Andini, ayo kita kembali ke kamar,” ajak Ratna tidak mau anaknya menjadi korban hinaan mertua dan adik iparnya. Ratna langsung menarik anaknya untuk keluar dari dapur, dan berjalan ke kamar. Ratna juga takut kalau mertuanya marah dan malah mengusir mereka. Mau tinggal dimana kalau benar-benar di usir dari rumah ini.

Sedangkan di dapur, Linda dan Bu Rodhiah masih ngomel-ngomel karena tingkah Ratna, dan juga Andini, anak Ratna yang berani melawan.

“Terus siang ini, kita makan apa Bu?” tanya Linda pada ibunya.

“Suruh aja Ratna masak ulang. Apa susahnya,” jawab Bu Rodhiah enteng.

“Bahan-bahan di kulkas habis Bu. Mas Robi kan belum gajian, jadi aku belum belanja lagi. Ada juga bahan-bahan punya Mba Anisa.”

“Yasudah ambil aja punya Anisa. Nanti ibu yang ngomong ke Anisa. Daripada siang ini kita nggak makan,” ujar Bu Rodhiah. “Anisa belum pulang?”

“Belum Bu. Mbak Anisa kan kerjaannya arisan, shopping. Kalau belum sore, ya belum pulang,” jawab Linda.

“Anisa ini, gimana mau punya tabungan. Kalau kerjaannya jalan-jalan terus. Untung belum punya anak,” ujar Bu Rodhiah merasa kesal dengan menantunya yang satu ini.

“Biarlah Bu. Yang penting tidak merepotkan kita. Yang penting uang bulanan Mas Andi tiap bulan lancar kan?” tanya Linda.

“Lancar, itu kalau ibu paksa. Kalau ibu nggak memaksa, Mas mu itu selalu lupa.”

“Yasudah, Ibu ya yang ngomong ke Mba Ratna. Aku malas ketemu dengan wajah anaknya yang nyolot itu. Aku mau kembali ke kamar,” ujar Linda meninggalkan Rodhiah sendirian di dapur, dan berjalan menuju kamar. Linda memilih tidur untuk melupakan sejenak rasa laparnya sampai Ratna memasak lagi.

Di kamar, Ratna menangis di pelukan anaknya. Ia merasa kasihan dengan Andini yang harus membela dirinya. Ratna tahu bagaimana rasanya menjadi Andini, yang pasti tidak tega melihat ibunya diperlakukan seperti itu. Tapi Ratna bisa apa, dia tidak bisa membawa kedua anaknya keluar dari rumah ini mengingat dirinya yang yatim piatu dan tidak punya saudara sama sekali.

“Maafkan aku Bu,” ucap Andini merasa menyesal.

“Ibu yang harusnya minta maaf karena tidak bisa memberi kebahagiaan untuk kamu dan Athala,” ucap Ratna sambil menghapus air matanya.

“Ibu jangan berkata begitu. Dengan ibu menjadi ibuku saja, aku sudah bahagia. Ibu adalah wanita tangguh dan hebat. Ibu jangan menangis lagi ya,” ujar Andini membantu ibunya menghapus air mata.

Ratna pun mengangguk, ia tidak mau terlarut sedih memikirkan semua ini. Bagaimanapun dirinya harus kuat menghadapi cobaan ini demi kedua anaknya. Ia harus bertahan di rumah mertuanya, agar tetap diizinkan menumpang.

“Aku janji aku akan membawa ibu dan Athala keluar dari sini. Aku janji, Bu,” ucap Andini dengan senyuman. Ia meyakinkan ibunya kelak dia akan membawa ibunya pergi dari rumah ini.

“Ibu akan menunggu hari bahagia itu, Andini. Ibu berdoa kelak kamu dan Athala akan menjadi orang yang sukses. Dan kita bertiga bisa bahagia bersama.”

“Aamiin.”

Keduanya pun berpelukan. Saling melepas beban hati. Andini sudah begitu muak dengan semua anggota rumah ini yang selalu menghina ibunya.

Tok! Tok! Tok!

“Ratna kamu masak ulang, pakai bahan-bahan masakan milik Anisa. Setelah masak, jangan lupa bawa barang-barang jualan ke warung!” perintah Bu Rodhiah dari luar pintu.

“Iya Bu,” jawab Ratna dari dalam.

“Ibu masak aja, nanti barang-barang di depan biaqr aku yang masukkan ke dalam warung,” ucap Andini.

“Kamu makan dulu aja sana. Lauk punya ibu sudah matang. Tapi ibu letakkan di lemari bawah, biar mereka nggak tahu. Kalau ibu letakkan di atas, pasti nanti di ambil mereka,” ucap Ratna pada anaknya.

“Kita makan bareng dulu ya Bu. Baru setelah itu ibu masak, dan aku masukan barang ke dalam warung.”

“Oke. Tolong ambil Athala di rumah sebelah ya Kak, ibu mau ambil nasi dan lauk ke kamar dulu,” ujar Ratna.

_______

Hari Minggu suasana rumah Bu Rodhiah begitu sepi. Andini yang baru bangun pukul 7 pagi, baru keluar kamar. Andini merasa aneh karena rumahnya begitu sepi. Apalagi ini hari Minggu.

Andini yang melakukan live streaming dari jam 2 pagi sampai subuh, dan tertidur kembali setelah sholat subuh. Sebab itulah dia bangun agak siang, tidak seperti biasanya. Adiknya pun, Athala,  juga masih tertidur pulas.

Andini keluar kamar dan segera ke belakang, mencari ibunya. Dan benar saja ibunya sedang menjemur baju milik nenek, dan yang lainnya. 

“Ibu, aku bantuin ya,” ucap Andini sambil mengambil cucian yanga da di bak, dan menjemurnya.

“Kakak sudah bangun. Athala masih tidur?” tanya Ratna pada anaknya.

“Dia masih pulas tidurnya Bu. Tadi pas aku live, dia kan juga ikut bangun. Jadi pasti masih mengantuk,” jawab Andini. “Oh ya Bu, kok tumben sepi. Belum pada bangun?”

“Nenek kamu dan yang lain sedang liburan. Entah katanya merayakan sesuatu, ibu juga nggak tahu merayakan apa. Katanya sih mau menginap di hotel segala, dan pulangnya besok malam,” cerita Ratna sambil menjemur.

‘Pasti mereka merayakan penjualan tanah milik Kakek. Tapi ibuku tidak diberi bagian sedikitpun. Jahat bener mereka’ gumam Andini dalam hati.

Melihat anaknya yang tiba-tiba melamun, Ratna langsung menoleh ke Andini dan memanggil-manggil nama anaknya.

 

“Kakak!” panggil Ratna. Tapi yang dipanggil tidak merespon, masih saja melamun. Entah apa yang dipikirkan anaknya itu.

“Andini!” Panggil Ratna dengan menyebut nama anaknya.

“Hmm, iya Bu,” jawab Andini.

“Kenapa? Kok melamun?”

“Nggak apa-apa Bu,” jawab Andini asal. Gadis itu tidak mungkin jujur pada ibunya tentang penjualan tanah kakeknya. Pasti ibunya sedih mendengar kenyataan kalau dirinya selalu tidak dianggap. Dan Andini tidak mau ibunya sedih.

“Oh ya Bu, inshaAllah Minggu depan aku ke Jakarta. Ada kontrak kerjasama yang harus aku tandatangani. Ibu mau ikut?”

“Kok jauh banget. Itu beneran Kak, bukan tipuan kan?” tanya Ratna seperti tidak percaya.

“Beneran Bu. Ibu tenang saja. Kalau ibu mau ikut, nanti aku belikan tiket.”

“Ibu beneran boleh ikut?” tanya Ratna dengan wajah berbunga-bunga.

“Boleh.”

“MasyaAllah, akhirnya ibu bisa liburan juga,” ujar Ratna dengan senyum mengembang di bibirnya. Baru saja meras bahagia, tapi tiba-tiba saja senyum itu langsung memudar. “Tapi kalau ibu ikut, pasti bayarnya jadi lebih mahal ya Kak.”

“Nggak lah Bu. Aku kan kan dapat uang transport untuk kesana, jadi ibu nggak perlu khawatir.”

“Serius Kak?” tanya Ratan memastikan.

“Iya,” jawab Andini singkat tapi penuh keyakinan. Ratna pun langsung tersenyum kembali mendengar jawaban anaknya.

“Ibu dan Athala ikut deh. Sudah lama ibu nggak jalan-jalan,” ujarnya dengan penuh bahagia. 

Andini tersenyum melihat ibunya bahagia seperti itu. Jarang sekali melihat ibunya tertawa bahagia seperti itu. Impian Andini untuk membeli rumah, berharap segera terwujud. Tabungan Andini semakin hari, semakin bertambah dari hasil content creator.

‘Aku akan ajak ibu bersenang-senang di Jakarta. Melupakan semua beban yang ada disini’.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kubayar Setiap Tetes Kesedihan Ibuku Dengan Kesuksesan   Bab 21 (part 2)

    Sementara itu, di tempat lain, Hera menduduki bangku panjang di dalam pegadaian, menunggu antrian namanya dipanggil. Bu Rodhiah tetap setia duduk disamping anaknya."Semoga bisa dapat 10 juta ya," ucap Bu Rodhiah dengan hati penuh harap.“Dapat lah Bu, kalau cuma 10 juta aja mah. Ibu nggak usah khawatir,” jawab Hera dengan santai. Wanita itu begitu yakin, emas miliknya jika digadaikan akan bisa dapat lebih dari 10 juta, mengingat beratnya setiap barang cukup berat.Sambil menunggu namanya dipanggil, Hera sibuk bermain dengan ponselnya. Sedangkan Bu Rodhiah terus menatap satu-persatu customer yang dipanggil kedepan.Hingga akhirnya nama Hera dipanggil. Bu Rodhiah begitu antusias, hingga tanpa ia sadari ia memukul Hera cukup keras.“Hera! Hera! Nama kamu di panggil,” ucap Bu Rodhiah sambil memukul anaknya yang sedang bermain ponsel.“Ih ibu apaan sih. Kenapa harus pukul-pukul? Aku juga dengar kali,” ke

  • Kubayar Setiap Tetes Kesedihan Ibuku Dengan Kesuksesan   Bab 21 ( part 1)

    Andini menatap ibunya yang sedang bersiap di depan cermin. Wajah Ratna tampak muram, sisa kesedihan dari kemarin masih tergurat jelas. Andini tahu betapa hancur hati ibunya ketika tidak diundang ke pernikahan adik ipar mereka. Meskipun Andini sudah mencoba menghibur ibunya, tapi tetap saja sang ibu masih sedikit tersinggung dengan keluarga ayahnya.Selama ini, Ratna lah yang mengurus rumah itu. Tapi sedikitpun tidak ada artinya di mata mereka. Bahkan Bu Rodhiah tidak pernah menganggap Ratna sebagai menantunya.Andini tidak ingin melihat ibunya terus larut dalam kesedihan. Hari ini ia bertekad membuat sang ibu tersenyum. Ia ingin memberikan kejutan untuk ibunya.“Ibu, ayo cepat, sudah hampir jam sepuluh. Athala juga sudah siap,” ujar Andini sambil menuntun adiknya yang sudah bersiap.“Lho, kita mau ke mana sih, Nak?” tanya Ratna, bingung.“Pokoknya ikut saja, Bu. Ini penting,” jawab Andini, tersenyum penuh arti.

  • Kubayar Setiap Tetes Kesedihan Ibuku Dengan Kesuksesan   Bab 20 (part 2)

    “Ada apa sih Sayang, kok terdengar ribut-ribut?” tanya Alvin tanpa menoleh ke arah istrinya yang baru masuk ke kamar.“Sertifikat rumah ibu nggak ada,” jawab Hera kemudian jalan menuju kasur dan duduk disamping suaminya.Dari semenjak pulang dari rumah orang tuanya, Alvin hanya bermain game di ponsel.“Pasti ada yang curi itu. Sertifikat rumah kan mahal kalau di gadai,” ujar Alvin.“Makanya itu. Kami sih menduga kalau Mbak Ratna yang ambil. Tapi dari tadi aku telepon anaknya, nggak diangkat-angkat,” keluh Hera.“Anaknya masih sekolah kan? Mungkin saja dia nggak bawa ponselnya,” ujar Alvin.Hera menoleh ke arah suaminya. Mungkin juga sih, ucapan Alvin. Kenapa daritadi Hera tidak kepikiran kesitu ya. Atau mungkin sedang pelajaran, makanya nggak di angkat panggilan darinya.“Terus gimana dong Sayang? Aku butuh sertifikat itu sekarang. Biar bisa cair hari ini juga,” ujar Hera meminta pendap

  • Kubayar Setiap Tetes Kesedihan Ibuku Dengan Kesuksesan   Bab 20 (part 1)

    Bu Rodhiah mengacak-acak isi lemari kayu tua di sudut kamarnya, melongok ke dalam setiap laci, membuka setiap kotak, dan menggeledah setiap sudut. Peluh menetes di pelipisnya, sementara napasnya mulai tersengal. Kamar itu kini berantakan, dengan pakaian, 2dokumen, dan barang-barang kecil berserakan di lantai.Padahal, ia yakin betul. Sertifikat rumah itu seharusnya ada di dalam map cokelat, tersimpan rapi di dalam laci ketiga lemari itu. Namun, meskipun sudah memeriksa berkali-kali, benda itu tetap tak ditemukan.Dengan frustasi, Bu Rodhiah keluar dari kamar dan berteriak memanggil Hera. Ia sudah lelah mencari sertifikat dari satu jam yang lalu, tapi tetap saja hasilnya nihil. Bu Rodhiah tidak bisa menemukannya."Hera! Heraaaa! Ke sini sekarang!" teriak Bu Rodhiah dengan suara tinggi, memecahkan keheningan rumah. Wanita itu masih berdiri didepan pintu kamarnya.Hera yang sedang berada di kamar, tergesa-gesa keluar dari kamar, d

  • Kubayar Setiap Tetes Kesedihan Ibuku Dengan Kesuksesan   Bab 19 (part 2)

    “Ibu kenapa sedih?” tanya Andini pada ibunya yang sedari tadi hanya melamun saja.Ratna tersenyum mendengar pertanyaan anaknya. Ia pun tak tahu, kenapa harus sedih. Tapi memang itu yang ia rasakan sekarang.“Kemarin waktu di pasar, ibu ketemu nenek Tamy. Dia cerita kalau Hera akan menikah,” cerita Ratna.“Terus apa yang buat ibu sedih? Karena kita nggak diundang?” tanya Andini.Ratna mengangguk pelan, wajahnya murung mengingatkan itu semua. “Harusnya ibu sadar diri sih, kalau ibu itu bukan siapa-siapa. Tapi ibu sedih aja, kalau ternyata mereka benar-benar tidak pernah menganggap keberadaan ibu. Padahal kan bertahun-tahun ibu bersama mereka, dan selama ibu menjadi menantu nenekmu, ibu selalu menganggap nenekmu seperti orang tua sendiri.”Andini memeluk ibunya yang terlihat begitu sedih. Semua pengorbanan ibunya selama ini, memang tak pernah dianggap di mata mereka. Andini merasa kasihan pada ibunya.“

  • Kubayar Setiap Tetes Kesedihan Ibuku Dengan Kesuksesan   Bab 19 (part 1)

    Setelah pertemuan dua keluarga antara keluarga Alvin dan Hera, akhirnya mereka memutuskan menikah dalam waktu dekat. Hera terus memaksa untuk menikah cepat, mengingat dirinya yang sudah hamil terlebih dulu.Hingga tibalah, hari pernikahan. Rumah Hera sudah diubah menjadi mewah. Dekorasi pengantin yang begitu indah, sengaja Bu Rodhiah pilih agar terlihat mewah di mata para tetangga dan saudara yang datang.Awalnya pihak keluarga Alvin, hanya menginginkan menikah di KUA saja, tapi Bu Rodhiah menolaknya dengan berbagai alasan.Alvin sudah menjanjikan pada Bu Rodhiah, bahwa dirinya akan mengganti uang dapur dengan nominal 20 juta. Tapi uang itu akan diberikan saat acara pernikahan.Singkat cerita, semua acara pernikahan sudah dilalui dengan khidmat. Akad nikah berjalan dengan lancar. Tapi sayangnya, setelah acara akad nikah, kedua orang tua Alvin langsung berpamitan pulang."Orang tua kamu kok langsung pulang sih, Say

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status