Tangan Rena masih fokus memainkan rumus excel dengan lincah. Ia tak mendengar ucapan pria itu. Tak lupa sesekali menyeruput caffe latte dari kedai kopi kesayangannya.
Pagi Rena yang semula berkabut perlahan berubah cerah. Ia tak peduli dengan suara-suara di luar earphone.
Bekerja sambil minum kopi memang terbaik!
“Rennn…” ucap Mitha sambil menarik pelan lengan baju Rena.
Semua yang ada di ruangan itu sudah melirik pada Rena yang masih asyik dengan laptop dan sumpalan earphone di kedua telinganya.
“Hmmmm… bentar Mit, bentar... Lagi tanggung…” jawab Rena yang masih saja fokus dengan laptopnya.
Mitha pun melirik pria yang juga kini berada di depannya itu. Tak disangka, pria itu melemparkan senyum santai ekstra cerah yang membuat ketampanannya kini berada di level 1000/10. Mitha sendiri hanya bisa membalas senyum tampan itu dengan senyum kikuk sembari bergantian melirik ke Rena.
“Reeennn, pak Bambang manggil kamu,” ucap Mitha agak keras pada Rena yang kira-kira sudah 5 menit belum juga menoleh. Ia juga melepas sebelah earphone Rena.
“Yaa kena…… Astaga nagaa ya Tuhan kagettt,” kata Rena terkejut. Gadis itu memperhatikan pria yang ada di depannya dengan saksama.
“Pak Bambang ke Korea oplas?” tanya Rena tiba-tiba.
Mendengar itu, satu ruangan pun tertawa terbahak-bahak.
“Reeennnaaa... iisshhhh…”
Mitha mencubit lengan Rena agak kencang.
“Aaawww, sakit Miiittt. Kan bener pak Bambang habis dari Korea, mana tahu liburan cuma jadi alesan doaannggg,” sahut Rena sambil mengusap lengan yang sakit karena dicubit Mitha.
“Enggak mungkin pak Bambang bening begituuuu…” bisik Mitha geram.
“Coba tanyain itu siapaaa, dia tadi bilang kamu istrinya,” lanjut Mitha dengan masih berbisik.
Rena tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dan langsung melihat pria itu dengan saksama dari rambut hingga sepatunya.
Rambut yang ditata comma style ala aktor Korea, kemeja coklat panjang tanpa kerah, celana jeans hitam, sepatu merek ceds berpadu dengan sempurna bersama kulit putih bersihnya.
“Tetap pak Bambang,” jawab Rena tersenyum menyebalkan.
“Sejak kapan namaku berubah jadi Bambang sih” tanya pria itu mendengus sebal.
“Barusan,” jawab Rena berubah cuek.
"Rennaaaa..."
“Aku tahu kamu Rendy, sempet kaget aja tadi. Kamu ngapain di sini?” tanya Rena sembari mengambil es kopi untuk mendinginkan kepala yang mendadak kembali berkabut.
Ingatan buruk semalam langsung menghampiri Rena dalam sekejap.
“Sabar Renaa… Sabaaarrrr… Anak sabar disayang Tuhan. Mana tahu gara-gara sabar, besok bisa dapet undian hp Ipon keluaran terbaru,” batin Rena.
“Aku karyawan baru di sini,” jawab Rendy.
Rasanya seperti tersambar petir di pagi yang cerah ini. Rena masih berusaha untuk tenang.
“Bagian apa?”
“Programmer untuk produk keuangan.”
“Looohhh, tim kita dooonnggggg!” ujar Mitha penuh semangat.
“Kenalin, Mithaa,” lanjut Mitha mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Rendy.
“Rendy, salam kenal ya Mitha.”
“Tapi kok kalian berdua bisa saling kenal sih?” tanya Mitha penasaran dan melirik kedua orang itu bergantian.
“Temen SMA,” jawab Rena.
“Lebih dari temen,” tambah Rendy sambil mengeluarkan senyum mautnya.
“Cuma temen.”
Lagi-lagi Rena mengeluarkan senyum menyebalkan yang menandakan, “BISA LENYAP DARI PANDANGAN MATAKU SEKARANG TIDAK?”
“Hoooo, aku tahu kamu pasti berharap aku segera pergi. Tapi aku tetap akan berdiri di depan kamu selama mungkin,” batin Rendy.
Jika dianalogikan ke dalam komik ataupun serial kartun, akan terlihat kilatan-kilatan tanda sedang berselisih dari mata mereka.
“Pak Rendy? Ternyata ada di sini,” ucap Hanna.
“Oohh, mbak Hanna. Maaf ya mbak, saya pergi sebentar. Saya tadi baru balik dari toilet, kebetulan ada lihat Rena jadi sapa dia dulu sebentar,” kata Rendy menjelaskan.
“Ohh begitu. Tidak apa pak, tapi sepertinya pak Rendy dan mbak Rena sudah saling kenal ya? Kebetulan sekali kalian satu tim,” kata Hanna.
“Iya kenal mbak, kita temen SMA,” sahut Rena cepat.
“Leee…”
Sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, Rena sudah melotot pada Rendy.
“Jangan ngomong macem-macem!” batin Rena.
“Gimana pak Rendy?” tanya Hanna agar Rendy menyelesaikan kalimatnya.
“Iya mbak, kita temen SMA. Enggak nyangka akan satu tempat kerja juga,” ucap Rendy.
“Oohh gitu. Ya sudah pak, kalau begitu mari kita masuk untuk lanjut tanda tangan kontraknya,” kata Hanna sambil mengarahkan Rendy ke ruangan mereka.
“Aku ke sana dulu ya Ren,” pamit Rendy pada Rena.
Rena hanya melambaikan tangan dan tersenyum dari kursi, senyum formalitas. Namun, Rendy malah berdebar karena senyum itu.
“Seneng banget pagi-pagi udah lihat yang bening,” batin Rendy sambil berjalan mengikuti Hanna.
“Sama aku enggak bilang ‘duluan’ gitu?” tanya Mitha pada Rena.
“Nanti tanyain aja sama orangnya kenapa enggak pamit sama kamu,” jawab Rena.
Usai menjawab pertanyaan tidak penting dari Mitha, ia menuju toilet. Mendadak perutnya terasa sakit.
“Pagi Ren…” sapa Ferdian yang baru saja keluar lift saat melihat Rena yang baru saja saja keluar dari pintu kantor mereka.
“Oohh…” kata Rena sedikit terkejut saat disapa.
“Ya, pagi,” ucap Rena berhenti sejenak membalas sapaan Ferdian.
“Mau ke mana Ren?”
“Toilet. Aku duluan,” ucap Rena buru-buru pergi.
"Reeennn, tunggu..."
"Ada apa?" tanya Rena yang berhenti sejenak.
"Habis pulang kerja free?"
"Sibuk."
"Bohong."
"Kamu bisa stop enggak sih? Aku kan udah bilang kalau aku enggak ada perasaan apa-apa sama kamu," ucap Rena.
"Aku enggak bisa nyerah ke kamu, kamu harus tanggung jawab karena bikin aku mikirin kamu terus," jawab Ferdian.
Rena yang kehabisan kata-kata itu pun dengan cepat membalikkan badan dan berjalan menuju toilet. Ia merasa sakit di perutnya itu jadi upgrade level.Ferdian terus melihat punggung Rena hingga gadis itu lenyap dari pandangannya.“Aaaarrrgghhhh! Bisa gila aku!” teriak Rena dalam hati.Gadis itu pun mengacak-acak rambutnya tanpa sadar. Rambut ikal panjang ala Korea yang menghabiskan waktu catok 15 menit itu hancur dalam sekejap.Saat masuk ke toilet, ia masuk ke dalam bilik kloset dengan kecepatan yang luar biasa. “Haaddoohhhh... Ferdian batu begitu enggak mempan ditolak, ditambah lagi ada Rendy. Bikin kepala sakit aja, mana kaki belom sembuh juga,” gumam Rena.“Viii… Lihat kan tadi? Ada karyawan baru! Siapa deh tadi namanya? Rendy ya kalau enggak salah. Ganteng bangeeetttt!”Suara Mia, Rena sangat mengenali suara itu.“Duhh! Apa lagi sih iniiiiiiiiii,” batin Rena.“Hmmm, lumayan,” sahut Silvi, lawan bicara Mia sembari mencuci tangan.Usai mencuci tangan, Silvi mengeluarkan pewarna bibi
Rena yang merasa panas mengingat masa lalu itu meneguk es lemon tehnya dengan kasar.“Indy bahkan selalu ketakutan dulu pas lewat depan aku. Artinya apa? Artinya dia merasa bersalah ke aku. Dia tahu yang dia lakuin salah. Sementara kamu? Cuma kamu yang enggak merasa itu salah,” tambah Rena.Rena bahkan menatap Rendy frustasi. Ekspresinya bahkan mengisyaratkan dengan jelas bahwa gadis itu sedang mengumpat, “Hey bro, come on! Kamu pinter loh, masa logika sederhana begini enggak kepikiran!”Rendy meletakkan burgernya yang masih tersisa sedikit di atas piring dan menatap lurus ke mata Rena.“Tapi Ren…” ucap Rendy terlihat ingin membantah.“Apa?” tanya Rena ketus.Rendy diam dan merenung sesaat. Penjelasan Rena masuk akal juga. Benar juga dulu dia mulai dekat dengan Indy saat masih berpacaran dengan Rena. Meski status mereka bukan pacar, dia lebih sering menghubungi Indy daripada Rena.“Okee. Aku ngaku salah. Aku bersalah sama kamu, Ren. Maaf, aku belum sempat minta maaf dengan benar sama
Rena pun menununjukkan baju dan celananya kemudian sedikit berputar ala model."Heeemmm... Iiii.. Iyaaa.. bagus kok," jawab pak Bambang sambil mengeluarkan gaya andalan bapak-bapak saat ada sesi foto, jempol di tangan.Pak Bambang yang masih heran pun berlalu duduk dengan mata yang masih tertuju pada Rena.“Mit… Itu temen kamu kenapaaaa?” bisik pak Bambang pada Mitha.“Katanya bosen pak, mau ganti suasana,” jawab Mitha yang juga berbisik.“Bosen? Apa kerjaannya kurang ya?”Mendengar itu, Mitha menjauh dari pak Bambang. Dia tak ingin ikut terseret tambahan pekerjaan. Kemudian pak Bambang berjalan perlahan menuju ke meja Rena.“Reeeennn…” panggil pak Bambang hati-hati.“Hmmm? Ya pak?” tanya Rena yang kini sudah menoleh ke arah pak Bambang.“Kamu lagi bosen? Kerjaan lagi kurang banyak kah?” tanya pak Bambang yang masih berhati-hati.Wajah Rena langsung berubah cemberut.“Bapaaakkk… Kalau bapak tambahin lagi kerjaan saya, enggak akan ada yang selesai tepat waktu nanti. Saya aja sekarang u
Pelahan, Ferdian berjalan ke arah tempat mereka.Ferdian terus mendekat. Untungnya, pria itu melewati mereka dengan tenang dan duduk di tempat yang cukup jauh.“Fiiuuuhhhh,” ucap Mitha lega.Meski begitu, nafsu makan Rena yang sudah hilang tetap tidak bisa kembali.“Kenapa sih emangnya?” tanya Rendy.“Itu namanya Ferdian, dia suka sama Rena.”“Mitthhhaaaa…” ucap Rena dengan mata yang sudah membesar.Mendengar itu, raut wajah Rendy berubah menjadi tidak menyenangkan.“Hmmm… Terus kenapa kamu enggak mau dia gabung?” tanya Rendy pada Rena.“Dia adalah sumber penderitaan Rena di kantor,” celetuk Mitha.“Maksudnya?” tanya Rendy heran.“Ferdian itu pacaran sama anak divisi dia juga yang namanya Silvi. Tapi mereka putus karena Ferdian suka sama Rena. Dia bilang terang-terangan sama Silvi kalau dia mau fokus dapetin Rena,” jelas Mitha."Aaaahhhh, yang itu ternyata orangnya," batin Rendy.“Terus gimana? Kamu suka sama dia juga, Ren?” tanya Rendy pada Rena yang sudah memijat kepalanya. Kepala R
Untuk sesaat, Rena tidak mampu merespon perkataan Rendy. Otaknya benar-benar bekerja keras untuk memproses apa yang baru saja ia dengar.“Aku anggap gak denger apa-apa barusan, aku duluan,” ucap Rena pada Rendy.Gadis itu kesal. Rendy sungguh tidak bisa membaca situasi. Di tengah kekesalannya itu, bisa-bisanya Rendy bercanda.“Aku serius Ren,” ucap Rendy memegang tangan Rena.Rendy memegangnya untuk mencegah Rena pergi.“Aku mau balik kerja.”Rena pun melepaskan tangannya dari genggaman Nico.“Reenn…”Lagi-lagi Nico memengang tangan Rena.“Apa siiihhh Ren? Aku bener-benar gak mood untuk bercanda,” ucap Rena kesal.“Aku serius.”Rendy menatap mata Rena lurus. Pria itu tidak sedang bercanda.“Kita bicarain lagi pas pulang kerja nanti, aku beneran harus balik ke meja sekarang. Mesti cek ulang bahan-bahan buat rapat sore ini,” ucap Rena.Mendengar itu, wajah Rendy berubah menjadi lembut. Lebih mirip seperti anak anjing lucu yang dituruti keinginannya oleh sang majikan.“Gemas!” batin Rena
“Maksud kamu?” Rendy bingung dengan pertanyaan Rena. Apa maksud Rena? Bukankah Rena satu paket dengan kenangan mereka? “Aku bukan Rena yang sama dengan sepuluh tahun lalu Ren. Aku banyak berubah. Kamu juga pasti banyak berubah,” ucap Rena. “Hmmm… Iyaaa… Teeee…ruuusss?” Rendy masih tak mengerti apa maksud Rena. Pria itu bahkan sampai mengernyitkan dahinya. “Karena pernah pacaran sama aku, bisa jadi tanpa sadar kamu udah punya ekspektasi. Ekspektasinya yaaa dapet yang lebih baik dari aku. Selama kita pacaran, aku pasti punya sisi bagus dong. Sisi bagus itu tanpa sadar kamu harap untuk dapetin terus meskipun kamu pacarannya gak sama aku. Sampe sini paham dulu gak konsep awalnya?” tanya Rena. Meski Rendy tergolong cerdas, entah mengapa untuk masalah percintaan, Rena merasa Rendy agak-agak bodoh. Jadi, Rena memutuskan untuk menjelaskannya dengan lambat. “Iya, coba lanjutin dulu,” kata Rendy mengangguk. Meski belum menemukan jawaban atas pertanyaannya, Rendy berusaha mendengarkan pe
“Haduuuhhhh! Ini kenapa mama keluar segala sih?! Arrrggghhhhhh!” teriak Rena dalam hati.“Gak kenapa-kenapa ma, ini Rendy udah mau pulang kok. Iya kan Ren?” tanya Rena sambil melotot ke arah Rendy.“Oohhh iya. Niatnya tadi gitu sih tante, cuma saya pikir sapa tante dulu aja sebentar baru pulang,” ucap Rendy sambil merapikan bajunya yang kusut sehabis didorong Rena.“Ya sudah ayo masuk kalau gitu. Duuuhhhh senengnya calon mantu dateng,” ucap Fiona dengan wajah cerah.“Mamaaaaaaaaa….”Rena mendengus sebal. Jelas sekali Fiona mengabaikan anak perempuannya yang panas itu.“Kok kalian bisa barengan? Habis kencan yaaaa?” tanya Fiona usil saat mereka bertiga sudah duduk di kursi ruang tamu.“Enggak maaa, cuma anter pulang biasa,” jawab Rena cepat.Rena tidak ingin Rendy menjawab pertanyaan mamanya itu sembarangan.“Kiiiiii….&
Laura mengernyitkan dahinya.“Apa?” tanya Laura ketus.Rena belum menceritakan apapun pada Laura sehingga gadis itu tak punya informasi apapun. Kedua sahabat itu baru akan bertemu hari minggu besok.“Rena tanya aku mau sama dia atau kenangan kita…”Sebelum Rendy menjelaskan lebih lanjut, Laura langsung mendesah. Tentu saja Rendy langsung heran dengan sikap Laura itu.“Kenapa sih?” tanya Rendy heran.Pria itu kesal. Dia serius ingin bercerita, kenapa pula gadis di depannya ini harus mengacaukan suasana.“Wajar sih dia akan tanya begitu ke kamu,” jawab Laura lembut.Laura yang semula terasa tak bersahabat itu tiba-tiba menjadi lunak. Menyadari perubahan itu, Rendy merasa akan segera mendengar sesuatu yang tidak menyenangkan.“Kamu tahu kan dulu pas SMA aku sama Angga pacaran?” tanya Laura.“Hmmm, tahu sih. Tapi bukannya pas kelulusan kali