Share

Bab 3

Tangan Rena masih fokus memainkan rumus excel dengan lincah. Ia tak mendengar ucapan pria itu. Tak lupa sesekali menyeruput caffe latte dari kedai kopi kesayangannya.

Pagi Rena yang semula berkabut perlahan berubah cerah. Ia tak peduli dengan suara-suara di luar earphone.

Bekerja sambil minum kopi memang terbaik!

“Rennn…” ucap Mitha sambil menarik pelan lengan baju Rena.

Semua yang ada di ruangan itu sudah melirik pada Rena yang masih asyik dengan laptop dan sumpalan earphone di kedua telinganya.

“Hmmmm… bentar Mit, bentar... Lagi tanggung…” jawab Rena yang masih saja fokus dengan laptopnya.

Mitha pun melirik pria yang juga kini berada di depannya itu. Tak disangka, pria itu melemparkan senyum santai ekstra cerah yang membuat ketampanannya kini berada di level 1000/10. Mitha sendiri hanya bisa membalas senyum tampan itu dengan senyum kikuk sembari bergantian melirik ke Rena.

“Reeennn, pak Bambang manggil kamu,” ucap Mitha agak keras pada Rena yang kira-kira sudah 5 menit belum juga menoleh. Ia juga melepas sebelah earphone Rena.

“Yaa kena…… Astaga nagaa ya Tuhan kagettt,” kata Rena terkejut. Gadis itu memperhatikan pria yang ada di depannya dengan saksama.

“Pak Bambang ke Korea oplas?” tanya Rena tiba-tiba.

Mendengar itu, satu ruangan pun tertawa terbahak-bahak.

“Reeennnaaa... iisshhhh…”

Mitha mencubit lengan Rena agak kencang.

“Aaawww, sakit Miiittt. Kan bener pak Bambang habis dari Korea, mana tahu liburan cuma jadi alesan doaannggg,” sahut Rena sambil mengusap lengan yang sakit karena dicubit Mitha.

“Enggak mungkin pak Bambang bening begituuuu…” bisik Mitha geram.

“Coba tanyain itu siapaaa, dia tadi bilang kamu istrinya,” lanjut Mitha dengan masih berbisik.

Rena tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dan langsung melihat pria itu dengan saksama dari rambut hingga sepatunya.

Rambut yang ditata comma style ala aktor Korea, kemeja coklat panjang tanpa kerah, celana jeans hitam, sepatu merek ceds berpadu dengan sempurna bersama kulit putih bersihnya.

“Tetap pak Bambang,” jawab Rena tersenyum menyebalkan.

“Sejak kapan namaku berubah jadi Bambang sih” tanya pria itu mendengus sebal.

“Barusan,” jawab Rena berubah cuek.

"Rennaaaa..."

“Aku tahu kamu Rendy, sempet kaget aja tadi. Kamu ngapain di sini?” tanya Rena sembari mengambil es kopi untuk mendinginkan kepala yang mendadak kembali berkabut.

Ingatan buruk semalam langsung menghampiri Rena dalam sekejap.

“Sabar Renaa… Sabaaarrrr… Anak sabar disayang Tuhan. Mana tahu gara-gara sabar, besok bisa dapet undian hp Ipon keluaran terbaru,” batin Rena.

“Aku karyawan baru di sini,” jawab Rendy.

Rasanya seperti tersambar petir di pagi yang cerah ini. Rena masih berusaha untuk tenang.

“Bagian apa?”

Programmer untuk produk keuangan.”

“Looohhh, tim kita dooonnggggg!” ujar Mitha penuh semangat.

“Kenalin, Mithaa,” lanjut Mitha mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Rendy.

“Rendy, salam kenal ya Mitha.”

“Tapi kok kalian berdua bisa saling kenal sih?” tanya Mitha penasaran dan melirik kedua orang itu bergantian.

“Temen SMA,” jawab Rena.

“Lebih dari temen,” tambah Rendy sambil mengeluarkan senyum mautnya.

“Cuma temen.”

Lagi-lagi Rena mengeluarkan senyum menyebalkan yang menandakan, “BISA LENYAP DARI PANDANGAN MATAKU SEKARANG TIDAK?”

“Hoooo, aku tahu kamu pasti berharap aku segera pergi. Tapi aku tetap akan berdiri di depan kamu selama mungkin,” batin Rendy.

Jika dianalogikan ke dalam komik ataupun serial kartun, akan terlihat kilatan-kilatan tanda sedang berselisih dari mata mereka.

“Pak Rendy? Ternyata ada di sini,” ucap Hanna.

“Oohh, mbak Hanna. Maaf ya mbak, saya pergi sebentar. Saya tadi baru balik dari toilet, kebetulan ada lihat Rena jadi sapa dia dulu sebentar,” kata Rendy menjelaskan.

“Ohh begitu. Tidak apa pak, tapi sepertinya pak Rendy dan mbak Rena sudah saling kenal ya? Kebetulan sekali kalian satu tim,” kata Hanna.

“Iya kenal mbak, kita temen SMA,” sahut Rena cepat.

“Leee…”

Sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, Rena sudah melotot pada Rendy.

“Jangan ngomong macem-macem!” batin Rena.

“Gimana pak Rendy?” tanya Hanna agar Rendy menyelesaikan kalimatnya.

“Iya mbak, kita temen SMA. Enggak nyangka akan satu tempat kerja juga,” ucap Rendy.

“Oohh gitu. Ya sudah pak, kalau begitu mari kita masuk untuk lanjut tanda tangan kontraknya,” kata Hanna sambil mengarahkan Rendy ke ruangan mereka.

“Aku ke sana dulu ya Ren,” pamit Rendy pada Rena.

Rena hanya melambaikan tangan dan tersenyum dari kursi, senyum formalitas. Namun, Rendy malah berdebar karena senyum itu.

“Seneng banget pagi-pagi udah lihat yang bening,” batin Rendy sambil berjalan mengikuti Hanna.

“Sama aku enggak bilang ‘duluan’ gitu?” tanya Mitha pada Rena.

“Nanti tanyain aja sama orangnya kenapa enggak pamit sama kamu,” jawab Rena.

Usai menjawab pertanyaan tidak penting dari Mitha, ia menuju toilet. Mendadak perutnya terasa sakit.

“Pagi Ren…” sapa Ferdian yang baru saja keluar lift saat melihat Rena yang baru saja saja keluar dari pintu kantor mereka.

“Oohh…” kata Rena sedikit terkejut saat disapa.

“Ya, pagi,” ucap Rena berhenti sejenak membalas sapaan Ferdian.

“Mau ke mana Ren?”

“Toilet. Aku duluan,” ucap Rena buru-buru pergi.

"Reeennn, tunggu..."

"Ada apa?" tanya Rena yang berhenti sejenak.

"Habis pulang kerja free?"

"Sibuk."

"Bohong."

"Kamu bisa stop enggak sih? Aku kan udah bilang kalau aku enggak ada perasaan apa-apa sama kamu," ucap Rena.

"Aku enggak bisa nyerah ke kamu, kamu harus tanggung jawab karena bikin aku mikirin kamu terus," jawab Ferdian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status