Bab 1. Pengkhianatan
“Sadarlah, Luna! Aku ini selingkuh karena kamu tidak bisa memberikanku keturunan. Dasar perempuan mandul!”Luna tertegun dan menatap tak percaya suaminya itu. "Apa, Mas? Tega sekali kau ucapkan itu padaku di depannya? Aku ini istrimu! Istri yang menemani kamu selama tujuh tahun lamanya, tapi kau-""Haasshh … Diam! Aku tidak ingin mendengarkan suara dari mulutmu lagi! Aku juga muak melihat wajah lugumu itu! Pergi kau dari sini!" potong Daffa kejam sambil menunjuk ke arah luar pintu. Namun, Luna tetap diam--mencerna situasi yang sedang dihadapinya. Tadi, dia baru saja menemukan sang suami berselingkuh dengan sahabatnya dan dia ingin mendengar penjelasan Daffa. Tapi, apa yang dia dapat? Pria itu dengan tega malah mencacinya?Brak!Karena tidak kunjung menggerakkan kaki, ia terpaksa mendorong keras tubuh itu hingga terjatuh. "Ah sakit!" rintihnyaDitatapnya Daffa yang kedua matanya terlihat merah menatapnya. Bukan ia meminta maaf akan kesalahannya, pria itu malah mengusir Luna dari kediamannya?Menahan tangis, Luna menatap wajah wanita gila sedang merayu suaminya itu. Seolah sengaja, sahabatnya malah meletakkan kepalanya di atas bahu sang suami dan membelainya lembut. Namun, kedua mata menyorot ke arah Luna yang masih membatu di lantai.Wajah itu tampak sinis. Dia menarik salah satu sudut bibirnya dan terlihat bahagia melihat Luna diperlakukan seperti itu. "Sabar ya, Sayang. Kamu tidak perlu bicara kasar. Hemat tenagamu." Wanita yang bernama Shireen tersenyum pulas setelah mengatakan itu. Jarinya mengelus pipi Daffa lembut penuh hasrat.Cup!Alih-alih menolak, Daffa justru mencium pipi wanita itu di depan mata Luna. "Ya, Sayang. Buang energi aku bicara pada wanita buruk rupa ini! Ia tidak sepertimu cantik dan modis! Kamu berbeda. Kamu selalu mengundang hasratku!" Tidak ada yang Daffa tutupi sekarang, mereka malah terang-terangan menunjukkan kemesraan mereka di depannya."Kalian berdua memang pasangan iblis!" Luna mencoba berdiri. "Dan kau? Kau wanita murahan! Teman pengkhianat!" Batas kesabaran Luna habis, ia pun melayangkan sebuah tamparan ke arah Daffa. Sayang, dengan cekatan, pria itu menghalaunya."Kurang ajar sekali wanita ini mengatakan aku iblis, lebih baik iblis dari pada perempuan mandul! Tidak pandai memuaskan suami! Mana kuat Daffa tiap saat bersamamu!" olok Shireen tanpa memikirkan perasaan Luna lagi. Ia merasa sudah menang mendapatkan hati pria itu."Security! Seret wanita itu keluar!" ucap Daffa mendadak, hingga pria berseragam berjalan cepat ke arah mereka dan segera menyeret Luna keluar."Lepaskan! Saya bisa sendiri!" Luna lantas mengibaskan genggam tangan penjaga keamanan itu, dan berjalan keluar dengan membawa luka di hatinya."Oh ya satu lagi! Dengar baik-baik, aku akan segera mengurus surat perceraian kita! Setelahnya, kita tidak ada hubungan apapun lagi!" Daffa berteriak keras, saat ia sudah jauh dari pandangan. Namun, Luna terus berjalan ke luar. Dia tidak ingin para pengkhianat itu melihat wajahnya yang bersedih.Mempertahankan harga diri yang tersisa, Luna pun masuk mobil pribadinya, dan pergi dari sana. *****Luna kini mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Pikirannya kalut, dan air mata yang berjatuhan disekanya berulang kali. Pikirannya penuh, membuatnya Rasanya, ia tidak bisa lagi berpikir jernih. "Pria kejam kamu, Mas!" " umpat Luna menahan tangis.Tanpa sadar, wanita itu menambah kecepatan mobilnya.Namun, saat akan menginjak rem, Luna begitu terkejut. "Kenapa ini? Kenapa pedal rem tidak berfungsi?" Segala cara dilakukan Luna. Jika ia tidak berhenti sekarang juga, akan ada korban nanti karenanya. Terpaksa, perempuan cantik itu membanting kemudi. Namun, tanpa disadari ada pengendara lain berlawanan arah.Brak!Sebuah hantaman keras pun terjadi pada mobil tersebut."Argh!"Kepala Luna terasa sangat pusing akibat terhantam kemudinya.Perempuan itu berusaha membuka matanya. Sayup-sayup, ia mendengar suara rintihan orang lain."Tolong! Tolong!"Suara lirih itu terus saja terdengar di telinga Luna.Perlahan, Luna pun keluar dari mobilnya dan berjalan tertatih mendatangi sumber suara.Meski dengan luka parah di sekitar tubuh dan wajahnya, Luna tetap berusaha mencari tahu suara itu berasal."Tolong! Tolong!"Lagi, suara itu terdengar. Kali ini bahkan hampir serak."Da-dari mana asal suara itu berasal?" gumam Luan terbata-bata. Dengan penglihatan yang hampir buram--akibat luka di dekat matanya--perempuan itu berusaha mengerjapkan mata agar dapat melihat lebih jelas.Dan, berhasil. Tak lama, ia menemukan seorang wanita di bawah sebuah mobil dalam posisi terbalik tepat di tepi jurang. Sedikit saja mobil itu bergerak, maka wanita itu dan mobilnya akan terjun bebas. "Astaga!" pekik Luna tak percaya sambil mempercepat gerakannya, hingga meraih tangan korban lainnya.Sayangnya, keadaannya jauh lebih buruk dari pada dirinya."Ayo aku bantu kamu keluar dari mobil ini!" Dengan tubuh penuh luka, Luna masih berusaha keras mengeluarkan wanita yang terjebak dalam sebuah mobil mewah dengan kondisi terbalik dan rusak berat. "Tidak perlu. Selamatkan saja dirimu! Tidak ada harapan. Tubuhku kini terjepit dan aku susah keluar dari jendela ini. Pintu mobil pun sudah tidak dapat terbuka," balas wanita itu lemah, seakan sudah pasrah akan mautnya. Luna menggelengkan kepalanya. "Tidak, kamu harus bisa keluar dari sini. Kamu harus selamat!" Lagi, usahanya begitu keras mempertahankan wanita dalam mobil. Sayang, uluran tangannya tidak mampu membantu.Saat Luna sedang mencari cara, perlahan mobil itu justru mulai jatuh ke jurang. “Simpanlah ini untukku!" Wanita itu tiba-tiba memberikan sebuah dompet berwarna Nude ke tangan Luna. "Argh…!" Luna berteriak keras begitu menyadari situasi di hadapannya. Namun, tanpa sadar, pakaian Luna pun ikut tersangkut di mobil itu. Tubuh Luna pun ikut terseret. Keduanya tergelincir bersama. Beberapa kali, Luna merasakan tubuh dan kepalanya terbentur bebatuan. Terus begitu, hingga akhirnya tersangkut di sebuah ranting pohon besar. Boomm! Mobil yang jatuh ke dasar jurang pun meledak, hingga api melahap isinya.Di ambang batas kesadaran, Luna menitikkan air mata, hingga akhirnya semuanya gelap. 'Apa aku akan berakhir seperti ini?'Nyatanya, Luna masih hidup.Wanita itu telah terbaring di atas ranjang pasien selama beberapa hari. Perlahan, ia merasakan sakit di sekujur tubuhnya.Dia bahkan dapat merasakan kepalanya terbalut perban, hingga menutupi wajah. Namun, dia tidak bisa membuka matanya secara langsung meski sudah berusaha sedari tadi.Alih-alih matanya yang terbuka, justru jari-jemarinya yang bergerak pelan, hingga lama-kelamaan semuanya bergerak bersama."Dokter!"“Pasien kamar 001 sudah sadar!”Sayup-sayup, dia mendengar kepanikan dalam suara orang di sekitarnya.Dan secara ajaib, dia mampu mengerjapkan matanya beberapa kali, hingga akhirnya terbuka.Wanita itu dapat melihat seorang pria yang sepertinya dokter di dekatnya. Tak hanya itu, ada seorang pria tampan dengan setelan jas berwarna navy berjalan mendekati dirinya. Pria itu menatapnya cemas, tetapi tak dapat menyembunyikan kebahagiaan karena Luna telah siuman. "Sayang, akhirnya kamu sadar!"Tak lama, pria itu mendekat dan memeluk tubuhnya erat.L
William mengernyitkan dahi bingung. Kedua kalinya sang istri melepas pelukan dan menatapnya asing. Bahkan, kini dia mengatakan bahwa dirinya buka istri William.Namun, belum sempat dia berkata apa pun, seorang baby sitter berbaju merah muda datang bersama gadis kecil yang usianya kisaran 3 tahun. Dengan kuncir kuda dan poni di dahinya, anak itu terlihat sangat lucu menggemaskan. "Mama!" panggil sang gadis pada Luna. Dia pun berlari mendekatinya yang tengah duduk di atas ranjang pasien. 'Apa? Anak ini panggil aku dengan sebutan Mama?’ Luna sontak membatu. Dia tidak memberikan senyuman atau usapan kasih sayang di atas kepalanya. William menyadari itu. Dengan cekatan, dia menyuruh petugas medis untuk keluar dan memberi ruang bagi keluarga kecil mereka.Setelah mereka keluar, barulah ia membantu menaikkan tubuh kecil itu di samping Nilam. "Sayang, Mama sedang sakit. Putri kecil papa tidak boleh nakal, ya?" ucap William lembut. "Ya Papa, Angel tidak akan ganggu Mama, kok. Angel han
[Setelah kematian Luna Diana Lita, sang suami mengabarkan pertunangannya dengan perempuan yang dijodohkan dengannya. Banyak orang berharap, pria yang telah ditipu istrinya itu dapat berbahagia. Terlebih, Daffa Ardiansyah harus berjuang keras mengembalikan uang yang terlah digelapkan almarhumah istrinya. Namun, banyak orang yang mendukung pria– ]Tit!Luna mematikan televisi di ruang rawat inapnya dengan cepat.Ekspresi wajahnya pun menggelap.Pria itu telah menyelingkuhi dan menuduhnya. Dan sekarang, dia akan hidup bahagia begitu saja?Rasa sakit dalam diri Luna sudah tak terkira saat ini.Jika saja dia sudah benar-benar mati, tidak akan ada orang yang tahu kebenaran ini. Orang-orang akan mengenangnya sebagai penipu yang layak untuk meninggal tragis.“Apa ini kesempatan yang diberikan oleh Tuhan untuk membalaskan dendamku?” gumam Luna pelan. Tanpa sadar, air matanya menetes.Dia merasa dia tidak yakin akan keputusan yang diambilnya. Saat ini, dia sudah mencuri wajah orang yang telah
Saat ini, mereka berdua di dalam kamar.William yang saat ini tengah bersantai di atas ranjang, melihat ke arah pintu. Istrinya yang menggunakan pakaian piyama berjalan ke arahnya lalu naik ke atas ranjang.Wanita itu menunjukkan wajah khawatirnya seraya mengelus pipi suaminya, dan menanyakan kenapa dia belum tertidur. William hanya menjawab kalau saat ini sedang banyak pikiran. Nilam tidak tahu, apa yang sebenarnya dipikirkannya. Meski memendam ketakutan lebih untuk menanyakan, alih-alih ia menanyakan perbedaan dia dengan Nilam istrinya. Ia menepis praduga itu, dan mencoba menjadi pribadi Nilam yang peduli terhadap suaminya."Apa yang sedang kau pikirkan, Sayang?" tanyanya sambil menatap kedua bola mata William yang penuh kekhawatiran. Pria itu pun memandang wajah istrinya. "Tidak ada apapun, Sayang. Hanya ada sedikit pekerjaan kantor yang bermasalah," ucapnya dengan memegang dagu Nilam gemas. "Oh ya, kamu dari mana? Lama sekali aku menunggumu?""Angel lagi rewel, Mas. Aku temani
“Nilam Ayu Bagaskara. Istri dari William Bagaskara. Terkenal tegas dan cuek. Wanita ini pemberani, pintar, dan menyukai tantangan.” “Sedari remaja, kerap mendaki gunung dan mengikuti pecinta alam. Bila belum mengenal, orang akan mengiranya sedikit sombong. Padahal, hatinya sebenarnya baik dan menyayangi keluarganya.” “Hanya saja, putri dari Seno Bhaskara pendendam. Dia membenci orang-orang yang berani menyentuh sesuatu yang disayanginya.”Setelah beberapa hari berlalu, Luna semakin memantapkan dirinya sebagai Nilam seutuhnya. Menggunakan beberapa informasi mengenai kepribadian dan keseharian wanita itu, Luna semakin lama semakin akrab dengan identitas ini.Dia bahkan tidak terkejut bila ada orang yang memanggilnya Nilam.Meski bertolak belakang dengan segala sifat aslinya, demi dendamnya, ia akan melakukannya. Dan semua dimulai dengan kembali memimpin di Perusahaan Bhaskara Group. Meski William melarang, ia akan tetap memaksa. Setidaknya, ini bentuk balas budinya pada Nilam asli
William terkejut saat Luna kembali dengan ekspresi buruk. Ia memperhatikan baju yang ia kenakan basah."Kita pulang saja! Aku tidak bisa lanjutkan makan dalam kondisi pakaian basah seperti ini!" Ia menenteng kembali tas brandednya. "Bagaimana bisa sampai basah begitu, Sayang?" tanya William dengan mengangkat alisnya, ‘bingung’.Segera ia beranjak dari sana tanpa penjelasan Luna. Dengan memanggil pramusaji, pria itu menunjuk beberapa lembar yang ia letakkan di bawah piring untuk mengambilnya.Buru-buru ia melenggang dari tempat itu.*****Masih teringat akan wajah wanita yang menabraknya di restoran tadi.Entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya. Saat ia kembali dari kamar mandi, wanita itu tidak terlihat di mana pun. Entah mungkin sudah pergi, tanpa sepengetahuannya.Wajahnya yang terlihat menunjukkan aura berbeda, membuatnya tidak tenang. Luna lantas menepis kegelisahan itu. 'Ah, lupakan!' perintahnya, pada dirinya sendiri.'Jika aku Nilam asli, mungkin aku akan b
Mata Luna terbelalak, mendengar ucapan polos-Angel barusan. Ia melirik William yang sudah tidak jelas sikapnya. Pria itu seolah menikmati kebingungannya.'Astaga, rasanya ingin sekali aku menggosok otaknya yang penuh dengan debu itu menggunakan sikat.' Luna menghela nafas kasar dengan menunjukkan wajah manyun."Kenapa, Ma? Kelihatannya Mama tidak senang kalau Angel punya adik? Apa permintaan Angel ini berat ya, Ma?" tanya Angel lugu. Suaranya yang belum bisa mengucapkan kata-kata dengan fasih-membuat Luna tersenyum.Ia pun mencubit pipi Angel gemas. Tak lupa, ia memeluknya penuh kasih sayang."Anak Mama makin lama, makin gemesin deh," puji Luna, makin mempererat pelukannya."Papa peluk juga dong, Ma!" suruh Angel, lugu.Jantung Luna bergetar hebat. Meski ia sadar yang dikatakan Angel karena mengira dirinya adalah Nilam–ibu asli anak itu."Tuh! Dengar, Ma. Angel nyuruh kamu peluk aku. Sini!" titah William dengan merentangkan tangannya.Wajah Luna berubah menjadi kepiting rebus. Namu
Nilam memberontak setelah sadar melihat tubuh dan kakinya diikat di sebuah kursi kayu dengan erat. ”Lepaskan aku! Siapa kamu sebenarnya?" teriak Nilam kencang begitu melihat pria berpakaian serba hitam lengkap dengan penutup kepala dan hanya menyisakan kedua mata, hidung dan mulut. Pria berperawakan tinggi, kekar bagai mafia itu, sontak menatap tajam ke arah Nilam. Diarahkannya senapan yang siap membidik perempuan itu kapan saja dia inginkan. ”Maaf, Nona. Saya tidak bisa melepaskan, Anda! Seseorang telah membayar saya mahal untuk menghabisi Anda sekarang!" "Siapa orang yang menyuruhmu?" Nilam masih belum diam. Tubuhnya bergerak ke sana ke mari–berusaha melepaskan diri dari ikatan. Sayangnya, nihil! Dia justru kelelahan sendiri setelahnya. Nilam pun menghela nafas berulang kali, berusaha tenang.Dia tidak ingin mati konyol sebelum membalas dendamnya. Dia pun yakin William akan menyelamatkan dirinya. Perlahan, Nilam bersikap biasa saja meski sekarang berada dalam ujung maut. "K