“Mikaela! Apa yang kau lakukan disini?” suara Marcel tiba-tiba mengejutkan Mikaela.
Walaupun samar, Mikaela tahu dengan jelas kalau itu adalah Marcel. Tentu saja Marcel tahu posisi wanita itu karena pelacak yang dia pasang pada handphone Mikaela. Marcel langsung terbang kesini tatkala tahu Mikaela berada ditempat seperti ini.
“Marcel? Kau ngapain hik!” Mikaela malah nanya balik ketika Marcel kini sudah ada dihadapannya.
“Kalian jangan jadikan ini tontonan! Bawa bajingan ini ke rumah sakit! Lagipula, luka itu sama sekali tak sepadan dengan tingkah brengsekmu. Pergilah!” ucap Marcel sambil menyerahkan banyak rupiah bernilai seratus ribu kearah pria yang kurang ajar tadi.
“Hahahahahaha! Kau lucu Marcel hik! Kau bilang dia brengsek, memangnya kau disebut apa hik!” tawa Mikaela saat mendengar dan melihat cara Marcel memperlakukan pria yang sudah dia lumpuhkan tadi.
“Ayo pulang!” Marcel kemudian menarik tangan Mikaela.
“Gak mau!! Hik! Tolong
Cinta dan benci hanya dibatasi oleh sebuah dinding yang tipis...
Beberapa hari berlalu begitu saja. Tetap saja Mikaela menghindari setiap Marcel mengajaknya berbicara. Wanita itu pergi sepagi mungkin dan pulang semalam mungkin, ya kadang gak pulang. Marcel masih memberinya waktu sebelum sidang pertama gugatan perceraian Minggu depan. Marcel tidak mau mengekangnya dulu dan membiarkannya sendiri untuk sementara waktu. Marcel saat ini berada di Perusahaannya, akhir pekan terlewat begitu saja. Biasanya, mereka bersama Selena mencari waktu untuk keluarga. Tapi sayang, Adinata melarang baik Marcel atau pun Mikaela bertemu putri mereka. Adinata takut kalau mental Selena akan rusak mengetahui kenyataan kalau kedua orang tuanya ingin berpisah. Marcel kini sedang berdiskusi dengan pengacaranya untuk membahas soal mediasi.“Pak Marcel, saat mediasi nanti pastikan bapak bersikap benar-benar menyesali segala
Mansion Djuanda Mikaela datang bersama Willy ke mansion keluarganya. Dia kemudian masuk dan ternyata ayahnya sedang bermain dengan putrinya di ruang tamu. Saat melihat ibunya, Selena langsung berlari untuk memeluk Mikaela. “Mamaaa!!” teriak gadis kecil itu. Mikaela langsung berjongkok untuk menerima pelukan putrinya. Mikaela langsung memeluk erat Selena karena sudah berminggu-minggu dia tidak bertemu putri semata wayangnya itu. “Sayang… bagaimana kabarmu? Kamu makan dengan teratur? Opah, uncle dan aunty baik sama kamu?” tanya Mikaela bertubi-tubi pada Selena. “Baik kok ma! Dicini ada kak Steve dan Tasya. Celena cenang tapi lindu cama mama.” jawab Selena dibarengi kerinduan kepada sang ibu. Lalu, perhatian gadis kecil itu teralihkan kala melihat Willy yang berdiri disitu. “Om baik!” Dia melepas pelukan Mikaela dan berlari menuju Willy. Dengan senang hati, Willy langsung memeluk
Apartemen, Podomoro City Hari pun berlalu begitu saja. Hari ini, Mikaela tengah bersiap untuk menghadiri mediasi untuk mengurus perceraiannya dengan Marcel. Dia berulang kali menatap dirinya dicermin sambil menghela napasnya dalam-dalam. Dia ingin benar-benar siap menghadapi segala kenyataan yang pahit itu. Setelah itu, dia berjalan menuju ruang makan untuk sarapan bersama Willy. “Kamu sudah siap, Cassie? Bagaimana kalau aku mengantarkanmu?” tawar Willy sambil mengoleskan selai ke roti untuk Mikaela. Mikaela hanya mengangguk sebagai jawaban. ‘Ternyata dia tidak benar-benar siap. Aku tahu Cassie, ada sesuatu yang mengganjal dihatimu saat ini. Dan aku tahu, kalau sebenarnya hatimu mulai berpaling tapi kamu berusaha menyangkalnya.’ Willy membatin sambil menatap diam-diam Mikaela yang memakan sarapannya perlahan. Melihat itu, Willy memilih bersiap dan membiarkan Mikaela sendiri dulu. Setel
Sejak pertama bertemu, rasa itu muncul tapi Mikaela tidak menyadarinya. Saat Marcel menuangkan seluruh emosinya dimalam itu, meski Mikaela membencinya namun dia dapat merasakan luka yang dirasakan oleh Marcel. Saat Marcel pergi, ada setitik kekecewaan didalam hatinya. Saat mengandung Selena, dia merasakan kerinduan akan sosok pria itu dan saat pria itu kembali, entah kenapa dia tidak ingin pria itu pergi. Dia tidak cemburu pada Michelle, tapi dia tidak mau Michelle membuat pria itu meninggalkannya lagi. Dia tidak tahu dan tidak mau tahu tentang apa yang dia rasakan saat ini. Dia senang ketika Marcel memperjuangkannya. Dia senang saat Marcel begitu menghormati dan menyayanginya. Dia bahagia saat Marcel mengerti dirinya dan tidak menuntut apapun darinya. Marcel itu pria yang baik dan dilubuk hatinya terdalam dia ingin membangun hubungan baru dengan Marcel. “Tapi tidak bisa! Tidak bisa, Mikaela! Kau tidak benar-benar mencintainya, hikss!! Dia tidak layak untuk kau cinta
Apartement, Podomoro City Willy POV Aku sudah lega setelah menyatakan semuanya. Cassie-ku memang pantas dibahagiakan oleh orang yang tepat. Aku tidak tepat buatnya karena dia membutuhkan pelindung. Semakin hari aku merasa tubuhku semakin lemah dan mulai sulit melakukan pergerakan. Ini efek penyakit yang sudah kuderita sejak umur 20 tahun. Ya, waktu itu hanya sekedar gejala, tapi lambat laun ternyata menjadi penyakit yang menggerogoti tubuhku. Ah seharusnya aku sudah mati 20 tahun yang lalu karena kecelakaan bersama kedua orang tuaku. Tapi Tuhan memberi sebuah keajaiban dengan masih membiarkan aku membuka mata dan bernapas. Meski aku menjadi buta warna dan mengalami kerusakan serius pada sel saraf di kepalaku. Tapi aku mesti bersyukur masih bisa bernapas samapi dektik ini. Entah kenapa, saat mengingat keadaanku ini, aku teringat
Mikaela sudah kembali ke apartemen Willy pada saat malam. Kini Willy membawakan teh untuk wanita itu supaya bisa menenangkan dirinya. Willy juga bisa memerhatikan bahwa mata wanita sembab dan pasti dia baru saja menangis. “Aku tahu kamu tidak mau rujuk, Cassie! Tapi menurutku, Marcel layak mendapat kesempatan,” ujar Willy membuka pembicaraan. “Entahlah Wil, aku tidak tahu. Aku ingin bertemu Selena besok. Aku tidak ingin mendengar apapun soal Marcel saat ini. Boleh aku istirahat disini?”, Mikaela memilih mengalihkan pembicaraan sambil minta izin pada Willy. “Tentu saja, apartemen ini akan selalu terbuka buatmu. Tenangkan pikiranmu ya, dear. Kamu harus kuat bahkan tanpa diriku ya,” jawab Willy dengan pesan tersirat tak disadari Mikaela. Wanita itu terlalu stress memikirkan semuanya. “Mmmhh… makasih ya,” jawab Mikaela lalu pergi ke kamar untuk beristirahat. Mansion Keluarga Djuanda “Selena sayang! Mama datang!” Mikaela lang
SWISS HOTEL BALLROOM Kini Mikaela turun dari mobilnya ditunggui oleh Marcel supaya masuk ke dalam gedung bersamaan. Tentu saja mereka tidak mau ada yang tahu kalau saat ini mereka masih dalam proses perceraian. Saat melihat penampilan Mikaela, lagi-lagi Marcel mau tak mau terpesona. Dia mengenakan kebaya biru dongker dipayet penuh dan rok batik duyung yang begitu indah dan menawan. Rambutnya disanggul dan make upnya yang begitu cocok dengan busananya. Kecantikan seorang Mikaela memang tidak ada duanya. “Ah, aku salah ya? Kata mama tadi temanya biru dongker. Semalam aku ke butik sih mencarinya. ”ujar Mikaela saat melihat Marcel yang terus terdiam memandanginya sedari tadi. “Ah, kamu cantik sekali! Itu yang ingin saya sampaikan.” jawab Marcel jujur membuat Mikaela memerah. Tapi wanita itu malah memalingkan wajahnya tak mau pria itu melihat ekspresinya saat ini. “Jangan merayuku!
Apartemen, Podomoro City Acara pernikahan sudah selesai dan Mikaela pulang saat tengah malam ke apartemennya Willy. Ya, memang acara pernikahan Michael dan Michelle dimulai jam enam sore tadi. Dan jelas saja, Mikaela masih belum mau pulang ke kondominium apartemen milik Marcel. “Bagaimana acaranya, dear?” tanya Willy yang terlihat membaca buku di ruang tamu. “Wil? Kamu belum tidur? Ah, begitulah! Acara pernikahan biasa.” jawab Mikaela sebenarnya agak terkejut. Tapi, dia melangkahkan dirinya sambil duduk disebelah Willy. “Kamu… baca Kitab Suci? Semalam ini?” tanya Mikaela heran. “Apa yang salah? Ini adalah buku yang selalu menemani kesepianku. Aku serasa mendengar Tuhan bicara padaku jika membaca buku ini.” jawab Willy tak lupa dengan senyuman diwajah tampannya. “Kamu gak bosen? Dari dulu, kamu seperti gak berhenti membaca buku itu.” tanya Mikaela lagi. “Tidak, b