"A–Ayah ... aku ... a–aku—""Sudahlah, Elina!" potong Allen. "Aku ayahmu. Aku sangat mengenal dirimu. Sebelum perasaanmu tumbuh subur dan semakin liar, lupakan dia!"Nasib baik dia mau membantu mencarikan pekerjaan untukmu. Jangan pernah mengharapkan sesuatu, lebih dari apa yang pantas untuk kau dapatkan! Hal itu hanya akan membuat hatimu kecewa dan terluka."Mata Elina merngerjap cepat. Ia tak percaya ayahnya akan menelanjangi isi hatinya secara terbuka.Dia bahkan belum sempat berjuang untuk mengejar cintanya, tapi ayahnya telah memasang tembok tinggi dan menolak untuk merestui dirinya.Hatsyim!Berjalan menyusuri koridor Rumah Sakit sepi, Karel menggosok hidungnya yang disapu bersin. Perasaannya mendadak tidak enak. Ia menoleh ke segala arah.'Kok aku merasa ada orang yang mengawasiku? Atau seseorang sedang membicarakan aku?'Ia membatin seraya mengusap tengkuknya yang terasa dingin. Diam-diam ia menyelinap ke balik tembok di persimpangan koridor.Sebelah tangannya menjulurkan kame
"Apa istimewanya nama Red Scorpion, hingga aku harus tunduk? Itu hanya sejenis kalajengking beracun, yang bahkan di tanah ini pun seharusnya tidak pernah ada."Kalaupun ada, pastilah hasil selundupan dari kawasan seputar India sana. Tidak ada yang patut dibanggakan dari barang ilegal."Cemooh bernada datar, yang mengudara dari bibir Karel, terdengar lebih menusuk hati daripada kemarahan yang meluap-luap.Lelaki berewok itu mengeritkan gigi. Bertahun-tahun malang melintang menjelajahi dunia bawah yang berkedok tim keamanan, tidak ada seorang pun yang berani merendahkan nama besarnya."Bedebah! Kau terlalu angkuh! Apa kau lupa? Masih ada langit di atas langit. Bersiaplah untuk menerima keruntuhanmu! Hiyaaa!"Si berewok tidak mengerahkan anak buahnya untuk menyerang Karel. Dia sendiri yang memberi contoh, dan anak buahnya melakukan hal yang sama, tanpa perlu diperintah.Begitulah seharusnya seorang pemimpin sejati. Selalu berada di garda depan untuk memberi teladan. Bukan hanya mengacung
"Berhentilah memungut biaya retribusi ilegal dari para pedagang kecil!" tegas Karel dengan nada penuh penekanan."Apa?! I–itu ... uang jaminan keamanan.""Benarkah? Bukankah selama ini justru kalian sendiri yang membuat kekacauan? Lalu, jaminan keamanan seperti apa yang kalian janjikan?"Glek!Pimpinan komplotan Red Scorpion meneguk ludah. Ia tak berkutik. Komplotannya memang menjanjikan jaminan keamanan bagi para pedagang kecil yang taat membayar iuran wajib kepada mereka.Masalahnya, dia juga tak membatasi anggota organisasinya untuk melakukan tindak kekerasan bila ada orang yang menyewa jasa mereka.Mereka hanya melindungi para pedagang itu dari gangguan orang luar yang ingin menginvansi wilayah mereka."K–kami tidak bisa hanya menggantungkan hidup dari uang yang disetorkan oleh para pedagang," ujar lelaki itu membela diri."Oooh, jadi kalian rela menindas mereka demi menuruti manusia-manusia serakah? Manusia yang tidak memikirkan bagaimana masyarakat kelas bawah dapat melanjutkan
"Akhirnya ... thanks, God!" Kevin mengembuskan napas lega kala melihat kemunculan Karel dari gedung tua. "Semua aman terkendali, kan?""Aku tidak akan mati sebelum misiku selesai," sahut Karel, langsung membuka pintu mobil. "Ayo! Mau menemani mereka?""Aish! Sembarangan!" Cepat-cepat Kevin berjalan mengitari bagian depan mobil begitu melihat sekumpulan bayangan hitam bergerak keluar dari gedung yang terbengkalai itu."Ada apa?" tanya Kevin dengan kening berkerut saat dilihatnya Karel tak kunjung masuk ke mobil.Sahabatnya itu justru sibuk tolah-toleh ke segala arah, padahal sebelumnya, Karel-lah yang ingin bergegas pergi dari tempat itu.Mata tajam Karel mendarat di beberapa titik, tetapi yang ditemukannya hanya kegelapan.Karel mengedikkan bahu. "Bukan apa-apa! Mungkin hanya perasaanku saja."Karel masuk ke mobil setelah sekali lagi melempar pandang, menembus kegelapan lengang."Informasi darimu sangat berguna," ujar Karel, melirik Kevin melalui kaca spion."Hooo ... jelas! Keviin ..
"Anda tidak perlu ragu, Dokter J. Pilih saja apa yang Anda inginkan!" tegas Sir Collin, mengira Karel segan untuk menentukan pilihan.Karel tersenyum tipis, kemudian menggeleng seraya mendorong gambar yang terkembang di atas meja ke arah Sir Collin."Saat ini, saya belum membutuhkan apa yang ada dalam gambar itu.""Tapi ... bukankah Anda bilang bahwa Anda bersedia menerima hadiah dari saya?" tanya Sir Collin dengan alis mengerut, bingung."Iya, tapi bukan salah satu dari barang-barang itu," ujar Karel, mengusir semburat kecewa yang sempat menyelimuti raut bingung Sir Collin."Aah, saya kira Anda berubah pikiran," kekeh Sir Collin, sedikit canggung. "Katakan saja apa yang Anda butuhkan, Dokter J!""Sir Collin, saya dengar ... Anda berasal dari Distrik Penna. Apa itu benar?""Benar sekali! Anda ingin berlibur ke sana?" Sir Collin tampak antusias mengetahui Karel tertarik dengan daerahnya."Kebetulan, dalam waktu dekat, saya ada keperluan ke sana.""Aah, urusan tempat tinggal, Anda tenan
Karel dan Profesor Jansen bergerak kembali ke rumah."Aku sedang berpikir, kenapa seorang pejabat seperti Sir Collin mau bersusah payah untuk menemuiku dan ingin memberi hadiah," sahut Karel. "Bukankah aku hanya menjalankan kewajibanku sebagai dokter?"Karel mengempaskan bokong di atas sofa. Begitu pula dengan Profesor Jansen. Ia sangat lelah setelah seharian bergumul dengan rutinitas di laboratorium."Hanya ada dua alasan. Pertama, dia tidak menganggap apa yang kau lakukan pada anaknya sekadar kewajiban dokter, melainkan utang budi."Atau ... bisa jadi, dia menginginkan hubungan antara orang tua pasien dan dokter bisa berkembang menjadi persahabatan untuk jangka panjang."Profesor Jansen tersenyum samar. "Aku rasa, berteman dengan Sir Collin akan menjadi investasi yang bagus untukmu. Dia paham betul pentingnya prinsip take and give dalam suatu relasi."Bayangkan saja kalau kau terus-terusan berada dalam posisi memberi, entah itu memberi bantuan ... tenaga, nasihat, ataupun sekadar pe
Buk! Buk! Buk!Lewis menghantam samsak dengan membabi buta. Melampiaskan kebenciannya perhadap Karel pada benda yang tak bersalah itu.Hosh! Hosh!Napasnya tersengal-sengal kala ia memagut samsak dengan lengan letihnya yang bermandi peluh."Ketua, daripada terus menahan diri, kenapa tak Anda lampiaskan saja kemarahan Anda pada orangnya?" tanya salah satu dari anak buah Lewis yang sedari tadi setia menonton pertunjukan sang bos. "Hari ini dia sudah masuk kerja, 'kan?""Iya, Ketua. Kami siap membantu Anda untuk melumpuhkannya," sambung anak buahnya yang lain.Lewis menoleh ke belakang, melempar tatapan garang pada anak buahnya yang melontarkan kalimat provokasi."Apa kalian lupa bagaimana monster itu melumpuhkan teman-teman kalian dan juga aku?" hardik Lewis. "Aku tidak akan pernah melupakan rasa sakit dan bagaimana dia mempermalukan aku! Aku akan membalasnya, tapi tidak sekarang.""Ketua, setelah kejadian itu, Anda berlatih keras tanpa kenal lelah dan batas waktu. Apa itu belum cukup?"
"Singkirkan tanganmu!" tegas Karel, menepis lengan lelaki yang mencengkeram kerah bajunya. "Aku tidak peduli pada nama besar keluarga majikanmu, yang aku tahu ... kejadian ini murni kesalahanmu. Kau ... dan juga nona egoismu itu yang harus bertanggung jawab atas kerusakan mobil milik majikanku!"Nona Muda Julian terperangah melihat keberanian Karel menuntut ganti rugi setelah mengetahui identitas dirinya.Keluarga Julian adalah salah satu dari lima pengusaha terkaya di Distrik Penna. Biasanya, tidak ada satu orang pun yang berani berurusan dengannya setelah sang sopir memperkenalkan dirinya."Kamu akan merasakan akibatnya karena berani melawanku," geram Nona Muda Julian. "Bukan aku yang harus ganti rugi, tapi kamu! Lihat mobilku!"Nona Muda Julian mengancakkan bagian depan mobilnya yang ringsek."Deooon!" teriak Xela, membuka pintu mobil dengan marah. "Keterlaluan kamu ya! Aku nyaris mati kepanasan!" omelnya, mengentak turun dan mendatangi Karel.Nona Muda Julian menyapu penampilan Xe