Share

Empat Klan

Shelin duduk termenung di bawah pohon oak yang baru tumbuh setinggi empat meter. Dipandanginya sebuah jalan undak-undakan yang merayap dipunggung bukit. Shelin tak yakin jika ini adalah pagi karena sinarnya merah keemasan menyamai senja. Tapi bau embun tetap tak bisa membohongi, burung-burung pun terlihat baru beranjak dari tidur kemudian berkicau, siap meninggalkan sarang.

Beberapa hari terakhir sejak ia kembali ke negeri yang penuh dengan bunga matahari dan manusia pirang ini Shelin mencoba tidur berkali-kali, berharap ia dapat lelap dan terbangun di kamar tidur di rumah Ayah, seperti waktu itu. Tapi semakin ia mencoba, semakin terasa tidak masuk akal, bagaimana ia dapat berpindah padahal ia tak melangkah, bagaimana ia akan sampai padahal ia tak pergi kemana-mana.

Astaga, aku kembali lagi ke dunia yang kukira sekedar mimpi ini. Siapa yang membawaku atau siapa aku sehingga bisa sampai ke sini? Apakah dunia ini yang disebut dunia mimpi? Tapi ini terasa amat nyata.

Bagaimana jika teryata ini adalah dunia yang sebenarnya? Lalu apa dan siapa orang-orang yang berada di dunia sana? Siapa orang-orang yang kusebut ibu, ayah, keluarga dan adik-adik? Mengapa mereka tidak ada di sini?

Bagaimana jika ternyata mereka hanya ilusi? Dan di sinilah dunia yang sesungguhnya, sudah siapkah aku kehilangan mereka yang kuanggap sebagai orang-orangku.

Bagaimana jika nyaman yang aku rasa selama ini adalah perasaan palsu belaka?” Pikiran Shelin amat kacau di tempat dengan pemandangan seindah ini, tapi apa guna keindahan jika kau hanya menikmatinya sendirian.

Terlihat beberapa induk bajing membimbing anak-anaknya melompat menyebrangi ranting-ranting pohon besar. Kupu-kupu tidak kalah bersemangat untuk mengibas-ibaskan sayap mereka yang bercorak warna-warni dan siap memamerkan pesonanya pada makhluk lain yang minder tidak mempunyai sayap seindah kupu-kupu salah satunya adalah manusia. Tidak pernah Shelin mendengar ada sesosok manusia bersayap sebelumnya, kecuali dalam dongeng-dongeng nenek.

Dari sisi lain terdapat segerombol pigeon yang dari kejauhan terlihat diikati gulungan kertas surat di kaki-kaki mereka. Semua sibuk menjalani urusan kehidupan mereka sendiri-sendiri.

Aku terduduk bersama Yui kecil memandangi tangga menggantung di negeri dongeng yang tak pernah terbayang di pikiranku. Bahkan pada deretan novel fiksi yang sering kubaca sebelum tidur, tetap tidak dapat mendefinisikan betapa langkanya tempat yang aku singgahi sekarang.

Aku tidak lain seperti manusia yang baru lahir, memperlajari bagaimana cara dunia baruku bekerja. Aku merasakan makanan hambar namun harus terbiasa, perasaan was-was yang harus terbiasa, lapar yang lebih sering datang dan harus terbiasa. Kuharap aku akan segera beradaptasi dengan dunia baru ini dengan segera dan secepatnya. Karena inilah tempat tinggalku yang baru.” kata-katanya dalam hati untuk diri sendiri.

Yui asik melangkah perlahan di tepi danau, sementara Shelin masih belum bosan menikmati momen Matahari yang baru terbit dari peraduannya semalam. Di kejauhan kucing Molly juga sedang asik bermain benang woll di balkon dapur kerajaan yang terlihat dari tempat mereka duduk sekarang, ia berguling-guling menggemaskan.

Sebenarnya tempat ini sungguh tidak buruk. Yang mendukung pendapat barusan adalah sebuah keluarga yang mau dengan senang hati menampung orang asing seperti Shelin. Liz dan Agena sangat beruntung memiliki anak yang amat lucu. Entah apa yang menjadikannya unik dan membuat Yui berbeda dengan anak-anak lainnya. Mungkin karena ia sangat periang, atau malah paling periang dari sekian banyak anak kecil yang pernah Shelin temui selama ini. Kulitnya halus, putih dan wangi. Rambutnya pirang, berkilauan dan rapi. Mulutnya pun mungil namun tak pernah berhenti bicara dengan suaranya yang menggemaskan. Sekarang ia tengah bermain dengan capung yang asik mengganggu embun di ujung daun.

Kucing Molly juga menyukai Yui, belum lagi peliharaan lain seperti barbe beruang, iguana rocky, kelinci radyt dan tiga ikan mas kokinya yang bernama lula, lala, dan yang berwarna hitam yaitu thomas. Yui menyukai semua jenis hewan kecuali naga, ular dan hewan-hewan melata.

Aku ingin membagi segala pemandangan indah ini dengan seseorang yang jauh disana. Yang bahkan aku tidak paham nyata semu-nya.

Aku tidak tahu yang mana duniaku yang asli, apakah aku sebagai Shelin si putri berambut hitam yang kehilangan jati diri atau aku Shelin si anak kuliahan yang bahkan namanya tidak dikenal oleh anak lain selain teman-teman sekelasnya. Sekarang aku benar-benar kebingungan membedakan mana yang asli, mana yang ilusi.

Ini pertama kalinya ia menyentuh sinar matahari setelah sekian lama mengurung diri di pondok Liz dan Agena.

“Pakailah ini, nak.” Shelin terperanjat oleh Agena yang menyentuh bahunya dengan membawakan rambut palsu berwarna kuning pucat kecoklatan. “Ini akan cocok dengan warna kulitmu.”

Shelin masih memandangi benda itu dengan ekspresi tidak percaya,

“Kau harus mencoba bertemu dengan orang-orang,” Agena tersenyum, “Kau tidak bisa terus menerus berada di rumah, mengurung diri dan murung sepanjang hari. Kau harus mencoba meneruskan segalanya yang bahkan mungkin kau tak tahu kau telah memulainya. Lihat ini, aku suka jika kau menyukainya.”

“Kau baik sekali, Agena.” Shelin mencoba mengenakan rambut palsu yang terbuat dari bahan sintetis yang Liz buat sendiri.

“Kau cocok dengan rambut sepunggung seperti itu.”

Shelin memeluk Agena dan berbisik lirih, terima kasih.

“Sama-sama, kau harus berperilaku seperti biasa. Layaknya di rumahmu sendiri.” Agena tersenyum, “Kau harus terbiasa, setidaknya sampai kau menemukan cara untuk kembali ke tempat asalmu.”

Shelin melepaskan pelukkannya, “Bagaimana kau tahu? Maksudku barusan kau mengatakan asalmu, maksudku asalku.”

“Aku tentu tahu, bahkan kebiasaanmu makan tujuh kali sehari, kau yang tak suka bau selai yang Liz beli di pertokoan Levis, dan kau yang takut memakan gurita hidup, aku tahu.” Agena terkekeh.

Pipi Shelin memerah “Bukan maksudku ingin menghabiskan persediaan makanan di rumahmu, Agena. Entah, aku hanya terus-menerus merasa lapar. Sepertinya di sini terdapat sebuah sistem yang tidak aku mengerti, yang cara kerjanya berbeda dengan yang ada di bumi. Eh bumi adalah sebutan untuk tempat aku dan ayah, lalu ibu, adikku, teman-temanku tinggal.”

“Kau tak salah, nak.” Agena sambil terkekeh, “Esok akan kubuatkan kau pil. Liz menyarankannya untuk membuatkan itu untukmu. Ia bilang banyak manusia dari sejenismu memakan pil itu apabila bepergian jauh ke tempat lain yang bukan suatu tempat, yang katamu bumi.”

Shelin memeluk Agena lagi.

“Mengapa ia terus menerus memeluk ibu?” muka Yui merah padam “Dan tidak mengajakku.”

Agena dan Shelin tertawa, kemudian menarik tangan Yui. Mereka bertiga berpelukan.

“Oke hari ini aku akan mengajakmu berkeliling kerajaan.” Seru Agena pada Shelin.

~

“Bagaimana tadi jalan-jalan di istananya?” Liz menegur Shelin yang tengah hanyut dalam buku bacaannya di dekat meja tunggu perpustakaan kerajaan.

“Belum banyak yang aku lakukan, tadi aku hanya mengunjungi dapur dan beberapa lorong, lalu tangga dan kamar mandi.” Menunduk, terlihat asik dengan setumpuk kertas dihadapannya.

“Baguslah, itu lebih baik daripada kau hanya berdiam diri di pondok kusam dan tidak bertemu siapapun. Apa kau sudah bertemu dengan penghuni kerajaan?”

“Yaps! Sudah.”

“Wah! Siapa?”

“Kucing Molly, Tuan Archernar si pembuat kue. Dan seorang nenek penjaga toiler di lorong perpustakaan.”

Liz terkekeh, sama sekali bukan kemajuan yang bisa dibanggakan.

“Liz, kau bilang akan memberitahuku mengenai lambang bunga matahari kerajaan. Tapi kau tak kunjung melakukannya.”

Liz meletakkah kitab yang tengah dibawanya kemudian duduk di kursi yang terletak di samping Shelin, “Ini aku tengah melakukan pembukaan, hendak menceritakannya. Manusia muda memang banyak yang tidak sabaran.” Liz mengatur nada bicaranya agar terdengar nyaman ditelinga “Nak, apa kau pernah masuk ke aula utama kerajaan?”

Shelin menggeleng, belum.

“Dari sana akan terlihat matahari yang sinarnya amat cemerlang ketika pagi dan sore hari. Di aula itu juga terdapat patung pahatan besar yang dibuat oleh manusia bumi. Usianya sudah lebih dari puluhan ribu tahun. Menurut yang pernah kudengar dan kubaca, batu itu terbuat dari batu Luminous yang beratnya hampir dua puluh tujuh ton. Selain cemerlang, ia juga akan bersinar dalam gelap ketika malam hari. Batu itu mempunyai spektrum warna yang sangat baik. Ia berbentuk bunga yang menyerupai matahari. Awalnya belum ada empat tanda bintang, triangel, buju sangkar dan heksagon  di dalam lingkaran bunga. Namun karena duhulu kala pada masa kakek dari Raja Aldebaran hidup, terdapat empat klan penghuni pertama di Levitasi maka diambilah empat lambang untuk menandakan perdamaian dari masing-masing Klan. Batu bintang untuk lambang klan orion, batu triangel untuk para kaum peri, batu bujur sangkar untuk  kaum sorberu dan batu heksagonal untuk kami para manusia biasa.”

“Sebentar, jadi kalian manusia juga? Sama sepertiku?” Shelin memotong cerita

Husst, sungguh tidak sopan memotong ucapan orang tua, nak.”

Shelin kembali diam dalam keheningan yang tenang.

“Ke-empat klan itu pada dasarnya, semuanya adalah manusia. Hanya saja mereka punya keunikan masing-masing yang turun kepada cucu keturunan mereka. Seperti klan orion, mereka suka berburu dan kuat. Kemudian kaum peri, mereka kebanyakan memiliki tutur yang baik dan sopan serta sangat pandai dalam dunia medis, kau ingat tidak saat aku memakaikan pengobatan klan peri padamu saat pertama kali kau tiba disini? Ilmu itu aku dapat dari mereka.”

“Untuk Kaum Sorberu, mereka banyak tinggal di gunung dan hutan, mereka dekat dengan alam dan mencintai hewan-hewan, hubungan mereka tidak terlalu baik dengan Klan Orion yang suka berburu. Dan yang terakhir adalah manusia, kami mungkin tidak punya ciri yang sangat khas seperti klan-klan lain. Namun klan manusia biasa atau yang sering disebut dengan Klan Manusia Tengah istimewa dengan cara kami yang cepat belajar mengenai hal baru, kami bisa menguasai teknologi lebih baik dibandingkan dengan klan lain.”

“Levitasi adalah sebuah tempat yang ditinggali oleh empat klan tadi, karena wilayahnya yang amat luas, dibagilah empat wilayah untuk empat masing-masing klan tadi untuk ditinggali, tentu saja dengan Levis adalah pusatnya. Antares dan kaumnya para Klan Orion mendapat wilayah bagian utara, lalu Birdun sang Sorberu berhak atas hutan gunung dan hutan pantai, sementara Adara dan Istrinya Shaula bersama kaum peri berhak atas wilayah bagian selatan, namun wilayah bagian selatan itu kini kabarnya sudah tidak benar-benar berada pada letaknya yang sama seperti dahulu. Tempat para peri yang kini kita sebut sebagai Wezen Sky, menurut kabar burung ia telah mengalami evolusi teknologi besar-besaran, sehingga sulit untuk menemukan dan datang ke tempat itu. Bangsa peri memang pandai, cerdik dan licik. Mereka amat teliti menjaga sesuatu yang mereka anggap adalah kepunyaan bangsanya. Aku pernah sekali mengunjungi tempat itu untuk belajar pengobatan peri, dan perjalanan menuju ke sana sungguh panjang dan melelahkan.”

“Dan satu hal yang perlu kau tahu, Nak. Ada satu hari istimewa diantara sekian panjang jumlah hari dalam satu kali periode revolusi matahari untuk seluruh manusia Levitasi. Mengapa istimewa? Karena pada hari tersebut kami mengadakan pertemuan antar Klan. Masa revolusi matahari adalah masa yang amat panjang, hari itu adalah hari yang amat kami tunggu-tunggu. Dan pertemuan selalu di lakukan di Daratan Utama Levis sebagai pusat dari seluruh Levitasi. Akan ada banyak warna kulit, warna bola mata dan berbagai aksen bahasa tumpah ruah di jalan-jalan kota dan juga distrik. Rumah-rumah kita akan dikunjungi bahkan dijadikan tempat tinggal sementara oleh para kerabat jauh. Itu menyenangkan sekali.”

“Wah, terdengar menarik. Kapan hari itu datang, Liz?”

“Nanti, ketika Bintang Kejora sampai di tempatnya dan Bintang Aldebaran yang merupakan kepala rasi taurus bersinar dengan cahaya paling terang.”

Mata Shelin berbinar-binar, “Benarkah? Apakah aku bisa mendapat kesempatan melihat orang-orang dari empat klan itu dalam satu tempat, Liz?”

“Mungkin bisa. Tanah ini dirikan oleh mereka sebelum akhirnya terpisah pada tempat tinggal mereka yang sekarang.” Liz menarik napas sejenak, “Dan pada pertemuan empat klan yang ke-100, itu terjadi sekitar beberapa abad yang lalu. Para raja dari empat klan sepakat untuk membuat lambang agung bagi Levitasi. Ia adalah sebuah bunga matahari dengan di dalamnya terdapat batu bintang, bujur sangkar, triangle dan heksagon, sebagai pengingat simbolis persaudaraan dan perdamaian empat klan seperti yang aku bilang tadi. Kau bisa menemukan gambar dan ukiran semacam itu di seluruh Levitasi. Kau pasti pernah melihatnya bukan?”

Shelin mengangguk, ia tak kesulitan menemukannya di istana dan ukiran cat tembok rumah penduduk di Levis. “Itu fantastik, Liz. Ehm, apakah bunga matahari punya arti khusus? Seperti ia yang mempunyai kekuatan dan semacamnya?” tanya Shelin

Hening sejenak, “Aku belum bisa menceritakanmu tentang itu, Shelin. Hari ini sekian dulu ceritanya. Aku harus bekerja kembali.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status