Share

Bab 2

Author: Qiana
Selina perlahan membuka mata.

Bulu matanya digelayuti air dingin, bagaikan kupu-kupu yang berjuang untuk hidup di tengah derasnya hujan. Sayapnya mengepak kuat, menolak kalah.

Matanya jernih dan tegas.

Berbalut handuk, Selina berjalan ke ruang ganti untuk mencari pakaian.

Pakaian, tas, perhiasan, deretan barang-barang yang memukau.

Semuanya adalah model terbaru musim ini, disiapkan khusus oleh Revan.

Kini, Selina tidak lagi mengecap rasa manis saat menatap semuanya. Hanya rasa terhina yang tiada akhir.

Selama lima tahun, dia terjebak dalam jaring kebohongan yang dijalin Revan.

Seperti orang sekarat yang sembarangan mencari dokter karena sudah putus asa. Sungguh bodoh!

Selina memilih gaun malam yang dia beli sendiri dan pergi berbaring di tempat tidur. Pikirannya melayang pada kenangan masa lalu.

Begitu dia mulai curiga, barulah dia menyadari bahwa Revan sudah menunjukkan banyak tanda-tanda di masa lalu.

Revan selalu dinas luar kota pada waktu yang tetap setiap tahun, yang kebetulan bertepatan dengan hari ulang tahun Cindy.

Dia mengaku kalau keluarganya tidak menerima Selina. Jadi, dia selalu pulang sendiri setiap ada makan bersama keluarga dengan alasan menjaga perasaan Selina.

Terkadang, dia pulang membawa aroma parfum perempuan setelah acara sosial, mirip dengan parfum yang disukai Cindy.

...

Selina tidak pernah meragukan Revan satu kali pun.

Setelah memikirkannya lagi sekarang, dia merasa bodoh dan konyol.

Cindy adalah adik Revan. Tidak mungkin ada hubungan tidak pantas di antara mereka.

Jadi, Revan bahkan tidak bisa disebut sebagai pengkhianat.

Pria itu hanya memanfaatkannya.

Dia saja yang bodoh, tertipu oleh cinta palsunya selama lima tahun penuh!

Hati Selina semakin pilu memikirkannya, dan dia semakin bertekad untuk bercerai.

Tiba-tiba, dia ingat ucapan Revan bahwa dia masih menyimpan foto-foto asli dari lima tahun yang lalu.

Ini bisa jadi kunci untuk mengungkap kebenaran.

Selina meraih ponselnya dan mengirim pesan ke sahabatnya, Kalia Winardi yang terpisah delapan zona waktu darinya.

[Kamu kenal orang yang ahli komputer? Kalau ya, kasih tahu aku yang terpercaya.]

Kalia adalah peneliti AI, selalu mengikuti tren zaman, dan memiliki koneksi yang luas.

Ketika Selina mendapat masalah, semua temannya menjauh seakan dia adalah wabah. Justru Kalia yang bangkit membelanya, padahal mereka biasanya suka bertengkar.

Sejak saat itu, pertemanan mereka semakin dalam. Mereka menjadi sahabat karib yang berbagi segalanya.

Kalia meneleponnya lewat panggilan video.

Selina mengangkatnya.

"Jam segini, nggak lagi tidur sama suamimu, malah cari-cari orang yang ahli komputer?" canda Kalia. "Jangan-jangan, kamu lagi cari film porno, ya? Aku juga punya. Aku bersedia bagi-bagi sukarela, nggak usah bilang terima kasih."

Selina terdiam seribu bahasa.

Kalia menghentikan candaannya begitu memperhatikan keanehan dalam ekspresi Selina. "Mana suamimu?"

"Aku ada sedikit masalah di sini. Tapi kuceritakan nanti saja kalau kamu sudah pulang." Selina menghindari topik tentang Revan. Matanya tiba-tiba terasa perih lagi. "Tolong bantu aku carikan orang yang ahli komputer secepatnya."

Kalia merasakan firasat buruk. Dia bertanya lagi, "Lebih tepatnya, ahli di bidang apa?"

Selina berpikir sejenak. "Yang bisa meretas komputer, mencari file tersembunyi dari bertahun-tahun lalu, membuat salinannya, lalu menghancurkan file asli pada waktu yang ditentukan. Tanpa meninggalkan jejak."

Kalia menangkap kata-kata kunci dan tatapan matanya tampak sedikit goyah, tapi dia tetap tenang dan membuat isyarat OK. "Serahkan padaku."

Setelah mengakhiri panggilan, dalam waktu dua menit, Kalia mengirimkan sebuah informasi kontak.

Selina membukanya.

Foto profilnya hitam pekat, dan namanya bahkan lebih sederhana lagi, hanya sebuah titik.

Akun media sosial yang tersambung juga sama sepinya, tidak berisi apa-apa.

Kesannya acuh tak acuh dan misterius.

Selina menambahkan kontak tersebut dan menyapanya.

Waktu berlalu lama tanpa balasan.

Baru saat fajar mendekat, orang itu mengirim pesan.

[Alamat.]

Selina: [?]

[Mau kirim flashdisk USB yang sudah diisi program Trojan, colokkan ke komputer target, bisa untuk menyalin file tersembunyi.]

[File asli akan otomatis dihancurkan setelah tiga bulan.]

[Waktu bisa disesuaikan.]

Selina lalu mengerti bahwa orang itu sudah membuatkan program sesuai persyaratannya dan ingin mengirimkan flashdisk USB kepadanya.

Dengan begini, apa pun yang dia salin akan tetap menjadi rahasia pribadinya.

Jauh lebih teliti dan perhatian dari yang dia harapkan.

Soal waktu tiga bulan ...

Asal dia bisa mengungkap kebenaran dan bercerai dalam tenggat waktu tersebut, tidak akan ada masalah meski Revan tahu dia yang melakukan.

Selain mengungkap kebenaran, dia juga punya urusan penting lain yang hanya bisa diselesaikan dengan bantuan nama Revan.

Tiga bulan sudah cukup.

Selina mengirim alamat dan detail kontaknya kepada orang itu.

Selina: [Tiga bulan saja. Nggak perlu diubah.]

Selina: [Berapa harganya?]

[Sudah dibayar.]

Kalia sudah membayarkan untuknya?

Selina: [Terima kasih!]

Pesan itu dibaca, tapi tidak dibalas.

Selina tidak peduli.

Saat cahaya pagi menyingsing, suara para pelayan bergema dari lantai bawah.

Bermacam suara memenuhi udara. Hiruk pikuk kehidupan yang ramai.

Selina bangun dari tempat tidur dan berjalan ke jendela. Tirai otomatis membuka.

Sinar mentari pagi yang lembut menerobos dinding kaca, menyinari pipi cemerlangnya dengan cahaya yang hangat.

Hari baru telah dimulai!

Bagaimanapun juga, bisa mendengar kembali adalah anugerah yang tak terbantahkan.

Saat hendak ke lantai bawah, Selina bertemu Revan di depan tangga.

"Kamu bangun pagi sekali?" tanya Revan khawatir. "Kenapa nggak tidur lebih lama lagi?"

"Sudah terlanjur bangun. Aku ada urusan hari ini," jawab Selina dengan santai, lalu bertanya balik, "Kamu tadi malam pulang jam berapa? Kenapa nggak ke kamar?"

Wajah Revan tampak memerah karena rasa bersalah. "Aku pulang terlalu malam, takut mengganggu tidurmu, jadi aku tidur di kamar tamu."

Dia mengulurkan tangan, ingin memeluk Selina.

Tapi Selina melangkah lebih cepat dan bergegas ke ruang makan sambil mengeluh manja, "Aku lapar sekali, rasanya bisa menghabiskan satu sapi!"

Revan tertawa pelan, mengikuti langkahnya dari belakang.

Di ruang makan, Revan dan Selina duduk berhadapan di meja makan panjang bergaya Barat. Mereka makan bersama dalam keheningan.

Akhirnya, Revan tidak bisa menahan diri lagi dan bertanya, "Kamu mau ke mana? Kutemani, ya? Aku nggak terlalu sibuk hari ini."

Tangan Selina yang memegang roti lapis terhenti sejenak sebelum melanjutkan gerakan dengan normal.

Dia teringat masa lalu.

Setelah pernikahan mereka, Revan selalu menemaninya setiap kali dia keluar.

Dulu, dia percaya ini pertanda Revan mencintainya.

Sekarang, dia sadar. Itu hanya upaya untuk mencegahnya bertemu dengan Ardian secara pribadi.

"Belanja." Selina tertawa kecil. Matanya tertuju pada garis wajah Revan yang tajam dan rupawan. Hatinya berdenyut sakit, tapi dia pura-pura penasaran dan bertanya soal tadi malam. "Masalah di kantor tadi malam sudah beres secepat itu?"

Revan tertegun sejenak, lalu segera menyesuaikan diri. "Jangan khawatir, masalahnya sudah diatasi dengan lancar."

Selina berkata dengan wajah lega, "Syukurlah. Oh ya, buat belanja hari ini, tempatnya nggak usah dikosongkan."

Alis Revan yang berkerut tajam. "Di luar sana nggak aman. Aku takut ada orang yang mengenalimu. Kalau ada kejadian seperti dulu lagi, kamu pasti sedih."

Yang dia maksud adalah insiden yang terjadi tidak lama setelah pernikahan mereka. Ketika Selina diam-diam keluar tengah malam untuk mencari udara segar.

Tak disangka, saat tiba di alun-alun kota, ada seseorang yang mengenalinya. Orang itu menghampiri di depannya dan mempermalukannya di tengah keramaian.

Revan marah besar. Dia memukuli pria itu hingga hampir mati. Selina bahkan tidak bisa menghentikannya.

Setelah itu, Selina jarang keluar ke tempat umum.

Bahkan saat makan di luar, berbelanja, atau berwisata, Revan akan menyewa seluruh tempat.

Revan mencoba membujuk, "Kamu mau beli apa? Tinggal bilang saja, nanti ada yang mengantarkan ke rumah."

Selina menundukkan kepala dan menyetujui saran itu meski tampak enggan.

Revan menghela napas lega.

Suara ini diam-diam membuat hati Selina seperti dicengkeram erat.

Dia mengepalkan jari-jarinya, lalu menambahkan dengan santai, "Oh, aku mau buat komik baru. Tokoh utamanya bos investor, jadi aku mungkin perlu ke ruang kerjamu untuk mencari informasi. Boleh?"

Selina jarang keluar. Hari-harinya dihabiskan dengan menggambar dan menulis.

Tiga tahun lalu, buku komik yang dia terbitkan dengan nama samaran berhasil viral di internet. Popularitasnya pun meroket.

Dia kini memiliki jumlah pengikut yang cukup besar.

Untuk mendukungnya, Revan secara khusus membuatkan ruang kerja yang nyaman dan hangat dengan cahaya matahari.

Revan punya ruang kerjanya sendiri, tapi dia jarang mengizinkan orang lain masuk selain para pelayan yang bersih-bersih.

Selina juga belum pernah ke sana.

Permintaannya yang tiba-tiba ini terasa agak mendadak.

Namun, Revan baru saja menolak permintaannya belanja di luar. Dia tidak enak menolak permintaannya dua kali berturut-turut.

Terlebih lagi, ketika Selina menatapnya dengan mata yang jernih dan berkilau itu, Revan benar-benar tidak tega.

Setelah berpikir sejenak, Revan mengangguk. "Silakan saja kalau kamu butuh."

Selina tersenyum riang. Matanya berbinar dan alisnya ikut melengkung bahagia.

Rencananya berhasil!

Banyak orang yang tidak enak menolak dua kali berturut-turut permintaan dari orang yang sama.

Ini adalah trik yang dikenal dalam psikologi.

Sejak awal, Selina memang tidak ingin keluar rumah sama sekali. Tujuan yang sebenarnya adalah mendapatkan izin Revan untuk masuk ke ruang kerjanya.

Selina berkata dengan manja, "Sudah kuduga! Suamiku memang yang paling baik dan paling mencintaiku!"

Dia memiringkan kepalanya dan menatap Revan tepat di matanya yang dalam dan penuh kasih sayang.

Kali ini, dia berhasil menangkap sekilas ekspresi yang ganjil di mata Revan.

Tepat saat dia mengatakan Revan paling mencintainya!
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 100

    Selina memerintahkan Junia untuk mengantar kepergian Revan, lalu langsung menuju kantor Surya.Surya sedang santai meneguk teh, membayangkan Grup Yudhan bertransformasi menjadi perusahaan besar dengan bisnis yang tersebar di seluruh dunia.Melihat Selina masuk, dia buru-buru berdiri dan menuangkan secangkir teh."Sudah sepakat dengan Pak Revan, 'kan?" Surya tersenyum lebar seperti bunga matahari.Asal dia bisa mendapat kerja sama dengan Grup Nirwana, tidak akan ada seorang pun di perusahaan ini yang mengatai dia kaya dari hasil kerja keras istrinya!Selina mengangkat cangkir teh di depannya dan meletakkannya lagi tanpa minum. Bibirnya separuh tersenyum. "Pak Surya, kamu memang semakin pelupa."Senyum Surya membeku di wajahnya menatap Selina, diwarnai rasa bingung dan gelisah.Apakah Selina ingin mengajukan syarat lagi?Selina tertawa pelan. "Pak Surya, dalam rapat manajemen senior tadi, bukannya kamu suruh aku pulang dan istirahat sebentar?"Setelah diingatkan, Surya terngiang perkataa

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 99

    Selina mengambil kontrak tersebut dan berkata dengan lugas, "Kontrak ini harus ditinjau oleh tim legal perusahaan kami dulu sebelum kami bisa tanda tangan."Berbeda dengan Surya, dia tidak terburu-buru tanda tangan begitu melihat kontrak.Waspadanya sangat tinggi!Revan hampir saja memujinya, tapi kemudian teringat dari mana kewaspadaan itu berasal, ekspresinya mendadak suram.Setelah membahas sebentar urusan perusahaan, Revan melirik Junia dan berkata kepada Selina, "Bu Selina, kalau boleh, aku juga perlu bantuan untuk urusan pribadi."Junia pun berdiri dan pergi tanpa diminta.Selina menatapnya dan menolak dengan sopan, "Kemampuanku terbatas. Aku mungkin nggak bisa membantu."Revan mendesah. "Soal kemarin di restoran, aku salah paham. Maafkan aku."Selina mengangkat bibir merahnya dengan senyum mengejek, tapi tidak mengatakan apa-apa.Dia pikir, sebuah permintaan maaf sudah cukup untuk menghapus begitu saja sebuah kesalahan?Revan mengalihkan pandangannya ke lengan Selina, bertanya d

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 98

    Revan tiba membawa kontrak yang berstempel Grup Nirwana.Hanya butuh tanda tangan dan stempel Grup Yudhan, kontrak tersebut akan secara resmi berlaku.Surya diliputi kegembiraan. Tangannya gemetar tak terkendali saat memegang kontrak dan jantungnya hampir melompat keluar.Dia mengira Selina dan Revan bercerai karena Selina berbuat salah dan tidak disukai lagi.Ketika Selina mengakui perceraian di hadapan wartawan, ekspresi datar dan acuh tak acuhnya mengingatkan Surya pada Diana, istri pertamanya yang telah meninggal.Dulu, Diana juga sama tenangnya saat mengajukan perceraian.Baru sekarang Surya menyadari bahwa Selina-lah yang ingin cerai.Dia pun memanfaatkan keributan ini untuk marah dan meminta Selina keluar dari perusahaan. Semata-mata demi mencegah Selina mengambil alih perusahaan, sekaligus menunjukkan sikap dan menyenangkan Revan.Dia takut Revan akan melampiaskan kemarahan atas kekakuan Selina pada Grup Yudhan.Apalagi, Selina baru mengajukan cerai tanpa alasan jelas setelah m

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 97

    Akhirnya, kesempatan ini datang. Tentu saja, dia tidak akan membiarkannya lewat begitu saja."Kami cuma bekerja sama dengan rencana divisi humas." Bayu mencoba mengalihkan topik. "Strategi ini dirancang oleh tim humas untuk menangani situasi darurat penurunan harga saham perusahaan."Dia melirik Selina, lalu menatap Surya. "Putri Pak Surya memang luar biasa dan dididik dengan baik. Kalau kami nggak mendukung keputusan Bu Selina, bukankah itu berarti mempertanyakan keputusan awal penunjukannya oleh Pak Surya?"Setelah berputar-putar, dia akhirnya berhasil menyeret Surya ke dalam kubangan.Surya marah hingga keluar asap dari kepalanya.Dia tahu, Bayu sejak awal sengaja membiarkan humas melanjutkan rencana nekat itu dengan tujuan membuat masalah untuknya.Surya melemparkan tatapan marah yang semakin membara kepada Selina.Andai Selina tidak bercerai, lalu memberi nasihat yang tidak bijaksana, bagaimana mungkin saham perusahaan anjlok dan membuat mereka terjebak dalam situasi memalukan sep

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 96

    Di rumah sakit.Cindy terbaring di ranjang, berdebar-debar cemas, air mata membanjiri wajahnya."Bu, aku harus apa kalau dia nggak mau datang?" Pesan anonim di ponselnya terasa seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja, siap menghancurkannya menjadi berkeping-keping.Soraya juga sudah kehabisan akal.Kenapa bisa kebetulan sekali Selina dan Revan bercerai tepat pada saat ini?Dia sengaja menemui Selina, tujuannya adalah membawa Selina ke rumah sakit, dengan alasan menjenguk Cindy sekaligus mencari kesempatan untuk membicarakan masalah lima tahun lalu.Tak disangka, Selina tidak mau menurut sama sekali.Selina bahkan menyewa pengawal dan berani menyerang Revan.Soraya sudah berencana untuk memaksa Selina ke rumah sakit jika bujukan baik-baik tidak berhasil, tapi semua itu gagal total."Lima tahun yang lalu, sudah kubilang jangan turun tangan sendiri, tapi kamu nggak mau dengar. Akhirnya kamu jadi punya kelemahan yang bisa dimanfaatkan." Soraya masih kesal dengan kekakuan Cindy saat

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 95

    "Bu Selina, apakah Anda dan Pak Revan benar-benar berencana untuk bercerai? Atas keinginan siapa?""Bu Selina, jika Anda bercerai dengan Pak Revan, seperti apa pembagian hartanya? Apakah sudah ada perjanjian pranikah?""Bu Selina, Pak Revan terkenal sangat penyayang. Kenapa Anda ingin bercerai?"Para wartawan berkerumun di sekitar Selina, melontarkan pertanyaan-pertanyaan tajam dan penuh gosip tanpa belas kasihan.Adegan ini sontak mengingatkan Selina pada lima tahun yang lalu.Dia juga pernah dikelilingi oleh kerumunan, seperti domba yang dikepung serigala. Panik, tak berdaya, nyaris ambruk.Lima tahun telah berlalu.Apa yang dulu dia hindari, apa yang dulu dia takuti, kini saatnya untuk mengumpulkan keberanian dan menghadapinya!Selina menarik napas dalam-dalam dan perlahan membuka matanya. Mata indahnya bersinar, memancarkan tekad yang teguh."Atas keinginan siapa itu nggak penting.""Kalian bilang, dia suami yang sangat penyayang?""Menciptakan persona itu bukan sesuatu yang dilaku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status