Britne Hogan dan Alvaro Cooper berteman sejak kecil, saat dewasa Britne memiliki perasaan pada Alvaro yang dia pendam karena tidak ingin merusak persahabatan mereka. Suatu hari, Geena saudara kembar Britne yang menghilang puluhan tahun ditemukan kembali dan orang tuanya menjodohkan Geena dengan Alvaro. Tak disangka Alvaro menyambut baik perjodohan tersebut sehingga Britne mengalah dan merelakan Alvaro menikah dengan saudara kembarnya. Namun di hari pernikahan, Geena melarikan diri dan meminta Britne menggantikannya. Britne yang tahu jika Alvaro mencintai saudara kembarnya, tidak ingin terjebak dalam pernikahan palsu sehingga menolak pernikahan tersebut. Dia pun kemudian melarikan diri setelah melakukan kesalahan fatal yang tak termaafkan. Tiga tahun kemudian, Britne pulang ke keluarganya dan mendapati kabar jika keluarga Hogan dan Cooper saling bersitegang. Demi menghilangkan ketegangan tersebut, dirinya dan Alvaro kembali dijodohkan. Akankah Britne menerima perjodohan tersebut? Apalagi keadaannya kini sudah berbeda, dia telah memiliki seorang putra yang mungkin akan sulit untuk diterima oleh Alvaro. Catatan : Disarankan membaca novel “Istri Tuan Muda Lumpuh” by Dera Tresna untuk lebih memahami alur, tokoh dan karakter Love To The End.
View MoreBritne masuk ke apartemen Alvaro dengan rasa cemas dan khawatir, dia tahu jika Alvaro pasti sangat terpukul setelah acara pernikahannya gagal. Geena, saudara kembarnya melarikan diri dan meninggalkan pria itu begitu saja di hari pernikahan mereka.
Sebagai seorang sahabat, dia tidak mungkin diam saja. Karena itu, dia datang ke apartemen Alvaro berniat untuk menghiburnya.
Sesampainya di sana dia mendapati apartemen yang sepi dan gelap. Britne melangkah masuk mencari keberadaan sahabatnya itu.
“Alvaro, apakah kamu baik-baik saja?” suaranya menggema di dinding apartemen tanpa balasan.
Berusaha menajamkan penglihatan, Britne beradaptasi dalam kegelapan, mengandalkan kerlip lampu kota dari kejauhan sebagai penerangan meski cahayanya sangat minim.
“Dimana dirimu?” tanya Britne sambil berjalan perlahan, meraba dinding di dekatnya mencari saklar lampu.
Baru saja tangannya hendak menekan saklar tersebut, suara parau dan berat menghentikan gerakannya.
“Jangan nyalakan lampunya! Aku sedang ingin bersembunyi di kegelapan,” larang Alvaro terdengar putus asa.
Britne menyipitkan mata dan menatap ke sumber suara, dalam remang cahaya, dia bisa melihat seseorang duduk di sofa menghadap ke dinding kaca apartemen.
Tahu jika itu adalah Alvaro, Britne berjalan mendekatinya dan mendapati pria itu sedang memegang gelas berisi minuman, terlihat sebuah botol wiski yang hampir habis ada di sebelahnya.
“Apakah kamu menghabiskan semua minuman ini?” ujar Britne sambil mengangkat botol kosong tersebut lalu menyingkirkannya.
“Hanya ini yang aku butuhkan sekarang,” balas Alvaro sambil memutar gelasnya dan menatap minuman yang tinggal sedikit di dalamnya.
“Apakah kamu sudah makan?” tanya Britne khawatir.
“Aku tidak lapar,” jawab Alvaro acuh, bahkan tidak ingat jika seharian belum makan.
“Jangan sampai kamu sakit karena terlambat makan, aku akan membuat sesuatu yang hangat agar perutmu terasa lebih nyaman,” kata Britne sambil beranjak menjauh dari tempat Alvaro duduk, tetapi pria itu menahan lengannya.
“Tetaplah disini! Temani aku,” pinta Alvaro dengan raut wajah sedih dan tatapan nanar, membuat Britne tidak tega meninggalkannya.
Dia kemudian duduk di samping pria itu dan menggenggam tangannya, berniat untuk menghibur.
“Kamu pasti akan mendapatkan wanita yang lebih baik dari Geena jadi jangan putus asa seperti ini.”
Alvaro tersenyum sinis dengan tatapan kosong. “Apakah kamu sedang mencoba untuk menghiburku? Perkataanmu sia-sia saja karena tidak menyelesaikan masalah yang sedang aku hadapi. Kenapa kamu tidak menggantikan Geena sebagai pengantinku seperti apa yang orang tuamu sarankan? Paling tidak aku dan keluargaku tidak akan menanggung malu.”
Perkataan tersebut menyentak hati Britne, dengan cepat dia melepaskan genggaman tangannya dari Alvaro. Ada rasa sakit yang berusaha dia pendam karena jauh di lubuk hati, dia sangat ingin menikah dengan Alvaro, tetapi mengetahui jika pria itu hanya mencintai saudara kembarnya, keinginan itu pun hancur lebur.
“Aku tidak bisa menikah denganmu karena seumur hidup kamu hanya akan menatapku sebagai Geena. Aku tidak ingin menjadi pelampiasan hanya karena wajahku mirip dengan Geena.”
“Kenapa kamu menolakku? Apakah kamu pikir aku tidak pantas untukmu?” Suara Alvaro tiba-tiba meninggi, manik matanya menggelap karena kemarahan yang tersulut. Britne yang melihatnya menjadi takut.
“Kamu sedang mabuk, Alvaro. Aku akan membuatkanmu makanan dan setelah makan, sebaiknya kamu segera tidur, kita akan bicara lagi besok saat keadaanmu lebih tenang.”
Baru saja Britne beranjak dari tempat duduknya, Alvaro dengan cepat mendekap dan menghimpitnya ke dinding apartemen.
Jantung Britne seketika berdetak kencang merespon kedekatan mereka, dada liat Alvaro menghimpit dadanya, nafas pria itu menyapu wajahnya. Meski sudah berteman sejak kecil, namun dirinya belum pernah seintim ini dengan Alvaro.
Selama ini dirinya memang mencintai Alvaro, tetapi terpaksa menyembunyikan perasaan tersebut karena tidak ingin persahabatan mereka hancur.
Dia tidak menyangka jika orang tuanya akan menjodohkan Alvaro dengan saudara kembarnya dan ternyata Alvaro menerima perjodohan tersebut. Disitulah dia baru tahu jika Alvaro mencintai saudara kembarnya.
“Kenapa kamu ingin pergi dariku? Katakan saja jika kamu juga menginginkanku,” ucap Alvaro kasar.
Britne mengerutkan kening, terkejut dengan perkataan pria itu. Selama mereka berteman, Alvaro tidak pernah berkata kasar, dia adalah pria yang sopan, selalu bersikap lembut dan menghormatinya.
“Lepaskan aku, Alvaro! Minuman itu mengubahmu, jangan sampai kamu menyesal karena hal yang tidak seharusnya kamu katakan dan lakukan,” geram Britne sambil menghentakkan tangan pria itu.
“Kamu yang telah mengubahku, bukan minuman yang aku minum,” sanggah Alvaro tak melepaskan Britne.
“Aku tidak pernah mengubahmu, terima saja keadaan ini dan jadilah lebih kuat. Masih banyak wanita di dunia ini dan Geena bukanlah satu-satunya.”
“Kenapa bukan kamu saja yang menikah denganku? Keluargamu sudah setuju, kenapa kamu menolaknya,” racau Alvaro dengan kesadaran yang semakin menipis.
Britne menggigit bibir menahan perasaannya. Seandainya saja Alvaro tidak mencintai saudara kembarnya, dia akan dengan senang hati menikah dengan pria itu. Rasa kecewa dan kemarahan melingkupi dirinya ketika Geena kabur dengan meninggalkan sepucuk surat yang memintanya untuk menikah dengan Alvaro.
Dia tidak ingin menjadi wanita pengganti, menikah dengan pria yang tidak mencintainya. Lebih menyedihkan lagi jika dirinya hanya dianggap sebagai objek obsesi karena kemiripan wajahnya dengan Geena.
“Aku tidak bisa menikah denganmu karena kamu mencintai Geena, tidak mencintaiku.”
“Aku mencintaimu,” ujar Alvaro yang membuat tubuh Britne membeku.
“Me-mencintaiku?” ulang Britne gagap, tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
“Aku mencintaimu dari awal kita bertemu.”
“Be-benarkah itu?” Rasa senang merayap dalam diri Britne, perkataan Alvaro seperti mantra yang meluluhkan hati.
Matanya membulat lebar ketika tiba-tiba Alvaro mencium bibirnya. Tangannya meremas pakaian pria itu hendak mendorong menjauh, tetapi ketika bibir Alvaro bergerak melumatnya, dia tak mampu menolaknya.
Dengan polos, Britne menikmati gerakan bibir Alvaro yang memberinya berjuta sensasi. Hatinya bersorak senang merasakan ciuman pertama dari cinta pertamanya. Tanpa sadar, kedua tangannya sudah melingkar dan bergelayut manja di leher Alvaro.
Rasanya seperti sedang berada di musim semi dengan bunga-bunga bertaburan di atasnya, cecapan Alvaro seperti madu yang memuaskan dahaga. Nafas pria itu terhembus menyapu kulit wajahnya seperti angin sepoi yang hangat membuatnya melayang.
Britne terkesiap ketika Alvaro mendorong tubuhnya tanpa melepaskan ciuman. Tangan pria itu memutar gagang pintu yang ada di belakang tubuhnya dan membukanya dengan mudah.
Tanpa ada perlawanan, Alvaro kembali mendorongnya masuk ke dalam kamar.
Saat menyadari keberadaannya, Britne menjauhkan bibirnya menghindari ciuman pria itu. “Kamu sedang mabuk, tidak seharusnya aku berada di kamarmu.”
“Aku menginginkanmu, jadilah milikku seutuhnya,” ucap Alvaro dengan tatapan serius yang menghanyutkan.
Britne berusaha menjaga akal sehat, tetapi tubuhnya tidak mau bekerja sama. Saat Alvaro kembali menciumnya, dinding pertahanannya pun runtuh. Tubuhnya jatuh ke ranjang bersama Alvaro yang menindihnya.
Pikirannya seketika kacau, dia tak bisa lagi berpikir jernih. Yang dia ingat hanya sentuhan Alvaro yang membuat kulitnya meremang dan nadinya berdenyut kuat, darahnya memanas dengan sejuta sensasi nikmat menyerang.
Dia hanya bisa pasrah ketika pria itu melepas satu persatu pakaiannya. Pekikkan keras menggema di dinding kamar ketika rasa sakit menyengat di pangkal pahanya. Air matanya menetes ketika sadar jika dirinya telah menyerahkan kehormatannya pada Alvaro.
“Kenapa kamu menangis? Apakah aku menyakitimu?” tanya Alvaro sambil mengusap air matanya dengan bibirnya.
Britne menggeleng menahan isak tangisnya. “Benarkah kamu mencintaiku?” Britne berusaha menyakinkan dirinya jika Alvaro benar-benar mencintainya.
“Tentu saja, aku mencintaimu,” ucap Alvaro yang kemudian menyempurnakan penyatuan mereka.
Mendengar hal tersebut, Britne tak lagi ragu dengan perasaannya. Dia membuka diri untuk Alvaro dan menyambut gerakan pria itu di atas tubuhnya. Malam semakin larut dan tarian keduanya semakin memanas.
Keduanya mengerang keras ketika mencapai puncak bersama, Alvaro jatuh di atas tubuh Britne dengan keringat yang membuat tubuh keduanya basah. Kebahagiaan melingkupi hati Britne menyadari jika Alvaro ternyata mencintai dirinya.
“Geena, aku mencintaimu,” gumam Alvaro di telinga Britne yang membuat kebahagiaan yang baru saja dirasakan lenyap seketika.
Tubuh Britne membeku dan berubah menjadi dingin. Dia mendorong tubuh Alvaro menjauh dari tubuhnya.
“Apa maksud perkataanmu? Apa kamu berpikir aku adalah Geena?” cicit Britne dengan suara tertahan, rasa sakit menghimpitnya hingga telinganya berdenging dan tubuhnya menggigil.
Sayangnya hanya gumaman tak jelas yang keluar dari mulut Alvaro, membuat Britne sadar jika pria itu benar-benar mabuk. Bahkan dia yakin, Alvaro tidak akan pernah menyadari jika mereka baru saja tidur bersama.
Tangis Britne seketika pecah, dengan tertatih dia mengumpulkan pakaian yang berserakan di lantai lalu memakainya dengan cepat.
Dia pergi dari apartemen Alvaro dengan rasa jijik dan malu, saat ini dia tak sanggup bertemu dengan siapapun, terutama untuk bertemu lagi dengan Alvaro, menatap wajah pria itu, membuat hatinya terasa sangat sakit.
Dengan membawa rasa sakit tersebut, Britne memutuskan untuk kabur seperti apa yang Geena lakukan, menghilang dari kehidupan Alvaro.
“Aku harus mengangkatnya, itu nomor pribadiku bukan ponsel bisnis jadi pasti keluargaku yang menelepon,” ujar Anya hendak menjauh dari pangkuan Trevor tapi pria itu menahannya.“Duduklah dengan tenang dan habiskan makananmu, aku akan mengambilkan ponselmu,” ujar Trevor mendudukkan Anya ke kursi lalu melesat pergi ke kamar untuk mengambil ponsel.Tak lama setelahnya, Trevor keluar dan berkata, “Papamu menelepon, sudah saatnya kita berperang.”“Siap berperang bersamaku?” ujar Anya dengan senyum tanpa rasa takut.“Bersamamu, aku siap menghadapi apa pun,” tegas Trevor.Setelah menerima telepon dari Richard dan melakukan perjalanan jauh, Anya dan Trevor saat ini berdiri di depan kediaman Jackson. Richard menyuruhnya pulang dan Anya mengajak Trevor untuk memberitahu keputusan yang telah mereka ambil.Anya menatap wajah Trevor, meski terlihat tenang tapi dia tahu ada ketegangan dalam diri pria itu. Untuk membuat kekasihnya tenang, dia menggenggam tangan Trevor.“Sebaiknya kita masuk sekarang
Keadaan Trevor semakin membaik setelah Anya merawatnya. Wanita itu memberi kekuatan sehingga dia punya semangat dan pengharapan baru. Dia selalu bangun lebih pagi untuk menatap kekasihnya yang masih tertidur, rasanya tak percaya jika Anya ada bersamanya dan akan selalu menemani paginya. Seperti pagi ini di mana matanya tak berkedip menatap kecantikan Anya. Wanita itu menarik dan menenggelamkannya dalam pesona. Dalam kekaguman yang dia rasakan, tanpa sadar Trevor mendekatkan bibir lalu mengecup bibir manis sang pemilik membuat Anya bergerak dalam tidur dan membuka mata. Anya terkejut mendapati sepasang mata bening sedang menatapnya dengan jarak sangat dekat. Di tengah nyawanya yang belum terkumpul, jantungnya berdetak tidak karuan. “Trevor …” ucapnya parau yang terdengar seperti desahan. Tangan Trevor mengusap pipi dan rahangnya, lalu menelusuri bibirnya. “Semenjak aku bangun dari tidur panjangku dan menemukanmu kembali, aku selalu memikirkan hal ini. Awalnya aku ragu karena ma
“Berhentilah tenggelam dalam pekerjaanmu!” tegur Arlo khawatir dengan keadaan Anya.Semenjak berpisah dengan Trevor, adiknya itu menghabiskan waktu untuk bekerja. Bahkan ini sudah larut malam dan Anya masih berada di kantor. Arlo sengaja menemuinya untuk menegurnya.“Tidak ada yang salah dengan yang kulakukan, paling tidak aku tetap hidup dengan baik bukan?” jawab Anya.“Hidup dengan baik? Jangan membuatku tertawa dengan candaanmu yang tidak lucu. Aku tahu kamu hanya tidur 3 jam setiap hari, makan tidak teratur, kurus kering dan lihatlah kantung matamu yang sudah seperti mata panda. Apa yang sebenarnya kamu kejar? Uang? Kedudukan? Kekuasaan? Bahkan kamu sudah memiliki semuanya itu.”Anya mengalihkan perhatian dari laptopnya, lalu menatap mata kakaknya. “Aku butuh tujuan untuk tetap bisa hidup, aku butuh tubuh yang lelah untuk bisa tidur, aku butuh ambisi untuk tetap bisa bertahan dan semua itu aku dapatkan dengan bekerja.”“Apakah kamu belum melupakan Trevor?” singgung Arlo membuat ek
“Jackson telah menghancurkan perusahaanmu. Mereka tidak menyeretmu ke penjara karena menganggap aset perusahaanmu yang telah mereka ambil sudah bisa menutup kerugian yang kamu sebabkan dari pembobolan server yang kamu lakukan. Namun hal itu juga membuatmu tidak bisa menyeret Arlo Jackson ke penjara setelah memukulimu hingga kamu hampir mati,” terang Adam.“Aku tidak peduli dengan hal itu. Bahkan aku menyesal kenapa Arlo tidak membunuhku,” balas Trevor.“Lalu bagaimana denganku? Aku menjadi pengangguran saat ini,” protes Adam.“Maafkan aku karena telah merusak masa depan dan impianmu. Aku masih memiliki sedikit properti, aku akan memberikannya padamu dan mengurus pemindahan nama atas namamu setelah keluar dari rumah sakit,” ujar Trevor merasa bersalah pada temannya itu. Urusan pribadi dan keluarganya membuat karir Adam hancur.“Aku tidak butuh propertimu, kamu lebih membutuhkannya setelah perusahaanmu hancur,” balas Adam.“Lalu bagaimana denganmu? Aku tidak mungkin membuatmu kelaparan.
Mata mereka saling menatap ketika Anya bergerak di atas pangkuan Trevor. Di saat itulah jantung keduanya berdetak seirama, membuat sadar jika mereka tidak bisa saling menjauh. “Aku mencintaimu,” ucap Anya tak melepaskan tatapannya. Perasaan Trevor membuncah senang setelah tahu cintanya tidak bertepuk sebelah tangan, membuat percintaan mereka semakin panas dan menuntut. Dia mengumpat lalu mendorong dan menindih Anya. “Aku akan membuatmu melayang,” ujarnya hingga membuat Anya berteriak menerima hujaman pria itu. Bukan karena rasa sakit, tapi Trevor membawanya tenggelam dalam sensasi yang belum pernah dia rasakan seumur hidup. Tubuhnya gemetar dan dengan suara parau dia berkata, “Aku menginginkanmu sekarang.” Tahu apa yang Anya inginkan, Trevor menggenggam tangan wanita itu lalu mengajaknya bergerak untuk meraih puncak. Teriakan keras dan erangan berat suara bariton menandai jika keduanya mencapai puncak. Trevor meledakkan dirinya dan melebur menjadi satu bersama Anya, hingga tubuh
Anya terkejut ketika Trevor masuk ke ruang kerjanya keesokan hari. Dia menatap wajah pria itu yang terlihat lelah dengan kantung mata gelap, seakan memberitahu jika pria itu tidak cukup tidur. “Ada apa lagi?” geram Anya mengingat pertengkaran mereka. “Maaf atas sikapku, aku terbawa emosi hingga menyinggungmu,” ujar Trevor tulus. “Baguslah jika kamu sadar,” balas Anya terlihat tak peduli. Trevor berjalan mendekati Anya membuat wanita itu bersikap waspada. Dia membungkuk lalu mengusap pipi wanita itu membuat keduanya sama-sama menegang. Sentuhan sekecil apa pun sangat berpengaruh bagi keduanya. “Apa yang kamu inginkan?” tanya Anya sambil menghindar tapi Trevor menahannya. “Aku sadar rasa cintaku padamu lebih besar dari apa pun. Aku rela kehilangan segalanya demi dirimu, aku ingin kita kembali lagi seperti dulu. Aku tidak akan menyinggung lagi tentang Arlo, aku yakin kamu punya alasan hingga harus bekerja dengan pria itu,” ungkap Trevor. Mata Anya bergerak mencari kebohonga
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments