Share

BAB 4 Rumpun itu Tak Bergoyang

Nindy berdiri di depan ruang ujian TOEFL sambil menggigiti kuku jemarinya. Ia memiliki perasaan cemas berlebihan jika hendak melakukan sesuatu yang membutuhkan energi dan menguras pikirannya. Di samping gadis itu, sosok pemuda yang sejak awal setia menemani Nindy di kampus mencoba untuk menenangkannya.

 “Calm down, aku yakin kau pasti bisa melewatinya.” Ujarnya dengan menawarkan sebotol soft drink padanya.

 “Calm down? Tenang? Oh, God! I can’t do that!” sergah Nindy bertambah semakin gugup. Pemuda itu bernama Rafael, dia lebih dulu lolos ujian TOEFL dan mendapatkan nilai 550. “Aku sudah dua kali gagal dan ini yang terakhir, kalau sampai gagal lagi, hilang sudah kesempatanku pergi ke Jepang.” tunduknya lesu.

 Rafael mengeluarkan sesuatu dari balik saku kemejanya, sebuah gantungan kunci bola basket yang mana bolanya empuk dan cocok dipakai oleh seseorang yang sedang dilanda kecemasan.

 “Ini bawalah, kalau kau merasa takut, remas-remaslah bola karet ini. Semoga  ini bisa membantumu. Nindy.” Rafael menepuk pundak Nindy dan memberinya motivasi agar lebih bersemangat. Ketika pintu ruang ujian itu dibuka, berbondong-bondong semua peserta masuk ke dalam dan mengambil tempat duduknya masing-masing. Sedang gadis itu masih berdiri di hadapan Rafael.

“Terima kasih, semoga kita berdua bisa pergi ke Jepang. semoga,” tukas Nindy membalas tepukan tangan dibahunya. “kuharap masa depan kita cemerlang setelah ini.”

“Aku yakin itu.”

*

 “Sebenarnya aku ingin belajar di universitas Seika, Kyoto.” Rafael mengajak Nindy berbincang-bincang di gazebo selepas gadis itu selesai mengikuti ujian TOEFL.

 “Universitas Seika? Seika itu? Kalau tidak salah itu salah satu universitas yang ada fakultas komik manga-nya, bukan?” seloroh Nindy menebak-nebak.

 Pemuda itu mengangguk senang, “Ya, fakultas manga. Aku sangat ingin sekali mengambil jurusan itu, sejak kecil aku suka komik-komik Dragon ball, kau pernah baca komik itu?”

 “Dragon Ball?” gadis itu mencoba untuk mengingat-ingat jajaran komik yang ada di dalam ruang perpustakaan ibunya. “sepertinya mamaku punya, kalau tidak salah nama pengarangnya itu A … aaa … Akira Toriyama.”

 “Yap, ternyata kau ingat juga. Tapi sayang, kita hanya ditempatkan di universitas Kyoto saja, Nindy. Aku sangat menyayangkan hal itu.” Rafael menghela napas kecewa. Bola matanya menampakkan rasa sesal yang amat dalam, sebab menjadi seorang ilustrator seperti komikus Jepang adalah impian terbesarnya.

 “Sepertinya dulu mamaku juga ingin jadi mereka, sejak kecil juga suka membaca komik dan menggambar. Sayangnya kreatifitas itu terhenti lantaran tidak ada penunjangnya, sehingga mamaku memilih jalan menjadi seorang novelis yang tidak memerlukan gambar-gambar di dalam cerita yang ditulisnya.” Jelas Nindy kemudian menyeruput segelas es jus jambu.

 “Keren, kau anak orang terkenal, Nindy. Aku senang bisa diajak berteman denganmu. Apalagi dengan ibu kamu.”

 “Hahaha, bisa saja. Sebenarnya mamaku punya banyak cerita dalam hidupnya, aku sangat menyanjungnya karena diantara saudara mamaku yang lain, tidak ada yang memilih jalan yang terkesan bagi mereka memalukan.”

Rafael menjadi tertarik saat mendengar Nindy mulai menceritakan tentang kisah hidup ibu Nindy sendiri. Seorang wanita yang memiliki nama pena Edela.

“Ceritakan, apa yang membuatmu sampai menyanjung ibumu seperti itu, Nindy. Aku suka, ceritakan.”

 “Hanya kau yang tahu tentang ini, eh…, apa kau bawa tissue?”

 “Tissue? Untuk apa?”

 “Barangkali aku tiba-tiba menangis di tengah jalan saat menceritakannya. Aku mendapatkan puisi dari ayahku kemarin.”

Puisi untuk bayi kecilku,

Cantik, bagaimana dengan suaramu?

Aku berharap kau bisa menangis kala ini,

Sebab orang bilang, kau tak mungkin menangis…

Cantik, menangislah, melihat dunia,

Tapi tangisanmu membuat ibumu tersenyum,

Tidak, bukan ibu senang melihatmu menderita,

Saat jalinan tali pusat telah terputus,

Kau terpisah dengan saudara-saudara dan ketenanganmu,

Tapi aku menanti kebisinganmu, keramaian tangisan seorang bayi.

            Cantik, kejutkanlah dunia dengan hadirnya dirimu,

            Sedang kau lama tertidur dalam kependaman rasa ibu,

            Buatlah ibu tersenyum, melihatmu.

                                                                   *

     

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status