Share

Nitip Lagi

"Mungkin memang punya Fina juga," ujar Mas Zaki saat aku menyampaikan padanya tentang hal-hal aneh di rumah Ibu.

Aku baru menceritakannya pagi ini setelah salat subuh. Semalam tak sempat karena sudah tidur saat Mas Zaki pulang.

"Kayaknya ada sesuatu yang disembunyikan sama Ibu, Mas. Beliau terlihat gugup saat kutanya."

"Jangan sembarangan kamu, Wid," tukas Mas Zaki dengan nada tinggi. "Beliau ibuku. Masa iya kamu curiga ke mertua sendiri."

Aku terdiam, sementara Mas Zaki menatapku dengan pandangan menusuk.

"Lebih baik sekarang kamu bantu Ibu bikin sarapan. Jangan sampai keduluan beliau buat turun ke dapur."

Tanpa bicara lagi, aku segera melangkah keluar kamar. Sampai di dapur, bergegas aku hendak menghangatkan soto. Saat membuka tutup panci, aku tertegun melihat isinya yang sudah raib. Padahal semalam masih banyak di sana. Sementara sebelum tidur aku sudah memisahkan untuk Ibu dan Mas Zaki masing-masing satu mangkok. Mungkinkah mereka yang menghabiskannya? Rasanya mustahil keduanya sanggup menghabiskan soto sebanyak itu.

Haruskah aku bertanya pada Ibu? Ah, tak usah saja. Aku tak mau dianggap menantu yang cerewet dan perhitungan.

Kalau begitu lebih baik aku membuat nasi goreng dan omelet saja. Segera bahan-bahannya aku siapkan dan racik sesuai selera ibu mertua. Saat aku hampir selesai menggoreng nasi, terdengar suara pintu kamar dibuka.

"Wah, kamu udah selesai bikin sarapan, Wid?"

"Iya, Bu. Aku masak nasi goreng teri kesukaan Ibu. Tanpa kecap pastinya," ujarku sambil tersenyum pada perempuan berusia hampir enam puluh tahun itu.

"Makasih, ya. Kamu selalu perhatian sama Ibu."

"Ah, Ibu. Nggak usah berterima kasih, karena sudah kewajibanku untuk berbakti pada Ibu."

Perempuan yang rambutnya sudah hampir putih semua itu tersenyum. Ia berjalan ke arah tempat cucian kotor dan mulai meraih beberapa pakaian dari sana.

"Lho, Ibu mau ngapain?"

Segera aku meletakkan spatula dan mengecilkan kompor, lalu mendekat ke arah Ibu.

"Udah, Ibu istirahat aja. Biar aku yang nyuci semuanya nanti setelah sarapan," ucapku lembut dan mengambil cucian kotor di tangan mertua.

"Nanti kamu capek, Wid."

"Nggak, Bu. Aku udah biasa nyuci. Ibu yang nggak boleh capek. Harus istirahat dulu biar cepat sembuh."

Ibu akhirnya menyerah. Ia meninggalkanku sendiri di dapur dan melangkah kembali ke kamarnya. Segera aku menyelesaikan membuat nasi goreng dan omelet. Setelah semuanya siap, aku memberi tahu Ibu bahwa makanan sudah tersaji di meja makan, kemudian melangkah ke kamar untuk mengajak Mas Zaki sarapan.

"Mas, sarapan dulu, yuk," seruku sambil membuka pintu kamar.

Mas Zaki terlonjak karena terkejut. Tergesa ia menurunkan handphone dari depan wajahnya. Aku terkesiap melihat tingkah lelaki itu. Masih sempat kulihat ada sosok wajah perempuan di layar, sebelum Mas Zaki mematikan ponselnya.

"Mas lagi video call sama siapa?"

"Ng-nggak, kok. Nggak video call."

"Aku nggak salah lihat kayaknya. Tadi jelas ada wajah perempuan di layar ponselmu. Siapa dia, Mas?"

"Oh, i-itu selebgram. Aku lagi lihat story dan postingannya, karena perusahaan mau pakai dia buat bintang iklan produk baru."

Aku hanya diam. Dalam hati masih tidak percaya dengan penjelasannya, tapi biar saja aku tunda dulu untuk menyelidiki kebenarannya nanti.

"Katanya mau ngajak sarapan. Kok, malah bengong? Ayo."

Mas Zaki merengkuh bahuku. Kami keluar kamar dan bersama menuju meja makan. Di sana Ibu sudah menunggu.

"Nasi goreng buatanmu selalu pas dengan selera Ibu, Wid. Laras dan Ratih saja nggak pernah bisa bikin yang kayak gini. Padahal Ibu udah ngajarin berkali-kali."

Ratih adalah kakak suamiku yang sekarang tinggal bersama suaminya di Surabaya. Ia anak pertama di rumah ini.

"Ah, Ibu terlalu memuji."

"Ibu benar, Wid. Kamu itu selalu cepat dan berhasil mempelajari sesuatu. Nggak salah memang kamu jadi istriku."

Sepertinya wajah ini sudah memerah seperti udang rebus karena mendengar pujian dari Mas Zaki. Tiba-tiba terdengar suara ketukan dari pintu.

"Biar aku aja yang lihat ke depan."

Ibu dan Mas Zaki mengangguk. Mereka melanjutkan makannya sementara aku melangkah ke ruang tamu. Terdengar pintu diketuk sekali lagi. Aku baru saja hendak membukanya saat terdengar suara perempuan.

"Assalamualaikum. Bu Kartika mau nitip bubur bayi sehat lagi, nggak?"

Apa? Nitip bubur bayi sehat lagi? Jadi ....

***

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status