Share

Bab 2

Author: Adora Anindita Keisha
Menyadari aku tak menyentuh makanan di piring, Willy buru-buru menggunakan bahasa isyarat dan bertanya,

[Joice, kok nggak makan?]

Aku menatap pria di depanku yang tampak penuh perhatian, lalu memaksakan senyuman kecil.

[Kalian lagi bicarakan apa? Kelihatannya seru sekali.]

Willy mengusap kepalaku dengan lembut, lalu memberi isyarat,

[Aku lagi cerita tentang kisah cinta kita. Mereka semua iri sama hubungan kita.]

Usai bicara, dia menggenggam tanganku dan mengecup punggungku.

Tamu-tamu di pesta mulai saling bertukar pandang penuh sindiran. Sementara itu, dadaku terasa seperti terbakar, perih dan panas.

Baru saja dia membicarakan bagaimana dirinya tidur dengan Anna di ruangan yang hanya dipisahkan satu dinding denganku, tapi sekarang bilang ke aku kalau dia sedang memuji kisah cinta kami? Dengan begitu lancarnya dia berbohong, bisa jadi selama ini dia memang selalu begitu.

[Aku capek, mau pulang.]

Aku ingin segera meninggalkan tempat menjijikkan ini, jauh dari orang-orang yang melihatku sebagai bahan lelucon.

Usai mengatakannya, aku tak peduli lagi dengan apapun yang Willy katakan. Aku langsung berbalik pergi dari pesta dan mengirim pesan pada sopir untuk menjemputku.

Mobil melaju sampai ke Park Avenue, lalu sopir menginjak rem. Begitu aku menoleh ke atas, aku melihat tulisan yang bergulir di layar besar dua gedung mal perbelanjaan.

“Joice, menikahlah denganku!”

Orang-orang di sekitar langsung berhenti dan memotret, lalu membagikannya. Setiap dari mereka berseru penuh kekaguman,

“Itu pasti mahal sekali. Willy memang kaya raya, beruntung sekali Joice, bisa dicintai dia.”

“Katanya Joice itu tuna rungu, nggak bisa mendengar. Makanya Pak Willy pakai cara ini untuk melamarnya. Bukan hanya di Park Avenue, tapi di semua layar besar gedung-gedung Kota A memutarkan video lamaran mereka di setiap malam selama sebulan penuh. Romantis sekali!”

Semua orang iri padaku, tapi aku hanya bisa menajamkan sudut bibir, tersenyum pahit dan berkata pelan pada sopir sambil menutup jendela,

“Ayo jalan.”

Seminggu lalu, aku masih merasa bahagia seperti mereka. Setiap malam, aku meminta sopir membawaku melewati jalan ini, hanya untuk melihat video lamaran dari Willy.

Aku dan Willy tumbuh bersama sejak kecil. Dari dulu, dia bilang akan menikahiku. Setelah dia pergi keluar negeri untuk belajar dan kembali menjadi direktur Grup Wilton, aku masih tetap jadi gadis biasa dengan latar belakang keluarga yang kacau.

Ayahku kasar dan sering memukuli ibuku, hingga ibu pergi meninggalkan rumah. Ibu tiri membenciku dan setelah melahirkan adik tiriku, aku nyaris menjadi pembantu di rumah sendiri. Aku sering merasa seperti Cinderella dan Willy itu pangeranku.

Saat dia kembali, dia membawaku keluar dari rumah itu. Dia memberikan sejumlah uang pada ayahku agar mengizinkan kami menikah.

Jadi, ketika terjadi kecelakaan, aku rela mendorong Willy menjauh dan membiarkan diriku yang tertabrak mobil. Kakiku patah, tubuhku kehilangan rasa dan pendengaranku hilang karena kerusakan pada koklea.

Willy memang sempat mencarikan dokter, aku pun ikut menjalani berbagai pengobatan, tapi tak ada hasil.

Sebulan yang lalu, sahabatku pulang dari luar negeri. Dia membawa seorang dokter spesialis ternama dari luar negeri.

Dia memberitahuku bahwa aku sebenarnya hanya mengalami kerusakan pada koklea dan itu bisa dipulihkan. Tulang kakiku pun sebenarnya belum tersambung dengan benar. Asal dioperasi ulang, aku bisa sembuh.

Aku senang bukan main, tapi juga terkejut. Karena selama ini, Willy tak pernah bilang seperti itu padaku.

Waktu itu, aku masih percaya dia benar-benar mencintaiku. Tapi ternyata, dia memang tak mau aku jadi lebih baik.

Tiga minggu setelah menjalani operasi ulang, pendengaranku kembali dan aku sudah bisa berdiri, serta mulai belajar berjalan pelan-pelan.

Aku pikir, aku bisa memberi kejutan di hari pernikahan, berjalan sendiri ke arahnya, menuju kebahagiaan yang selama ini kutunggu.

Berkali-kali aku membayangkan betapa indahnya momen saat aku bisa dengar Willy mengatakan, “Selamat pagi, sayang.”

Namun kenyataannya, di hari pertama aku bangun dengan pendengaran yang pulih, suara pertama yang kudengar justru adalah desahan mesra dari kamar sebelah, suara Willy dan Anna sedang bermesraan.

Ternyata, Willy dan Anna, asistennya sudah menjalin hubungan sejak lama. Selama bertahun-tahun aku kehilangan pendengaran, mereka terus terang-terangan bermesraan di depanku dan aku tidak pernah tahu.

Rasa sakit di dadaku begitu menusuk, sampai aku harus membungkuk dan memeluk tubuhku sendiri.

Teringat lagi kata-kata Willy di pesta tadi, bahkan setelah menikah, dia tak berniat mengakhiri hubungannya dengan Anna.

Demi menutupi semua ini, Willy bahkan rela membuatku jadi orang cacat seumur hidup.

Angin musim dingin menusuk kulit, tapi dinginnya justru membuatku sadar sepenuhnya.

Dulu, aku mencintainya sampai rela mati demi dia.

Sekarang aku sudah tidak mencintainya lagi. Aku akan membuktikan lewat tindakan nyata bahwa kebohongan pada akhirnya pasti akan terbongkar.

Dan aku tidak akan pernah memaafkan pengkhianatannya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Luka Yang Kutinggalkan   Bab 8

    Willy baru sadar dari koma setelah tujuh hari. Saat dia membuka mata, pemakamanku sudah lama selesai. Yang menunggunya hanyalah sebuah nisan batu yang dingin.Karena siaran langsung di hari pernikahan itu, seluruh dunia tahu soal perselingkuhannya. Seketika reputasi Grup Wilton pun hancur. Sahamnya anjlok dan dewan direksi pun sepakat menangguhkan jabatan Willy sebagai direktur.Setelah mendengar laporan dari sekretarisnya, Willy hanya mengangguk tanpa ekspresi. Kemudian, dia kembali duduk di depan makamku, memetik gitar dan menyanyikan lagu kesukaanku.Menjelang senja, dia pulang ke rumah, duduk di kursi kesukaanku, tempat aku dulu suka membaca buku sambil minum teh. Foto pernikahan kami yang dulu sudah kugunting menjadi dua, tetap digantung di kamar. Di bagian yang kosong, tempat seharusnya aku berdiri, dia melukis diriku dengan tangannya sendiri. Seolah dengan begitu, aku bisa terus menemaninya selamanya.Di laci nakas ranjangku, dia menemukan sebuah buku harian. Di sanalah aku me

  • Luka Yang Kutinggalkan   Bab 7

    Kepala pelayan mulai membubarkan kerumunan, menghalangi pandangan orang-orang yang masih ingin melihat. Kepala pengawal mendekat untuk menopang Willy berdiri.Namun, Willy menepis tangannya dan langsung menjatuhkan diri ke atas peti kristal. Dia mendorong tutup peti, tangannya yang gemetar menyentuh wajahku, tapi yang terasa hanyalah dingin yang menusuk.Dia melepas jasnya dan menutupi tubuhku, lalu mengusap wajahku dengan tangannya, air matanya menetes di pipiku.“Joice, kok kamu sedingin ini? Sini, kupakaikan baju yang hangat, biar nggak dingin. Ayo bangun, aku bawa kamu pulang. Joice, hari ini hari pernikahan kita. Bagaimana aku bisa hidup tanpamu? Kok kamu tega meninggalkanku sendirian?”Suaranya mulai bergetar di akhir kalimat.Seorang staf menghampirinya dan menyerahkan ponselku pada Willy, suaranya datar tanpa emosi.“Ini ponsel Nona Joice. Di dalamnya ada pesan terakhir untukmu.”Willy menatap layar, waktu rekaman menunjukkan pukul 10 malam, dua hari yang lalu.Saat itu, dia se

  • Luka Yang Kutinggalkan   Bab 6

    Layar menyala, menampilkan dua tubuh yang saling berpelukan di atas meja dapur, lalu berpindah ke sofa ruang tamu dan akhirnya ke depan jendela besar.Adegan itu pun tersiar langsung ke hadapan para penonton di siaran langsung. Jumlah penonton yang awalnya belasan ribu, langsung melonjak menjadi ratusan ribu.Willy yang paling cepat bereaksi, langsung membentak pembawa acara, “Matikan! Cepat matikan sekarang juga!”Pembawa acara hanya memutar file dari USB yang katanya dikirim oleh teman pengantin wanita, dia benar-benar tak tahu isinya. Begitu sadar telah membuat kesalahan besar, wajahnya langsung pucat dan panik mencoba mematikan video dari komputer. Tapi, bagaimanapun dia mencoba, video itu tak bisa dihentikan.Willy segera ikut ke depan komputer. Begitu melihat tak ada jalan lain, dia mencabut kabel listriknya langsung. Tapi, video tetap terus berjalan. Rupanya, daya layar itu berasal dari kabel lain yang tersembunyi di bawah tanah.Saat itu juga, kamera dalam video berpindah dari

  • Luka Yang Kutinggalkan   Bab 5

    Dua hari sebelum pernikahan, Willy dan Anna meninggalkan jejak-jejak penuh gairah di setiap sudut rumah baru.Saat sedang terbawa suasana, Anna memeluk Willy erat-erat dan bertanya padanya,“Kalau aku bisa membuatmu lebih bahagia, bolehkah aku menjadi istrimu?”Tak disangka, pria yang baru saja memeluk pinggang rampingnya dengan tatapan penuh hasrat, bahkan berjanji akan membelikan sebuah vila untuknya, tiba-tiba menghentikan gerakannya. Sorot matanya menjadi jernih dan dingin, memperingatkannya, “Anna, selama kamu nggak mengganggu Joice, aku bisa memanjakanmu sesukamu. Tapi, kamu harus tahu diri. Ada hal-hal yang bukan untukmu.”Wajah Anna sedikit memuram. Dia tak menyangka, setelah melayani Willy selama tiga tahun, dia tetap tak bisa menggantikan posisiku. Tapi, dia tahu caranya menyenangkan pria.Dia pun mengubah posisi, kini duduk mengangkangi pinggang tegap pria itu, suaranya manja dan menggoda. Tak butuh waktu lama sampai sorot mata Willy kembali dipenuhi nafsu dan suara-suara p

  • Luka Yang Kutinggalkan   Bab 4

    Sesampainya di rumah, tak ada siapapun. Aku pun berdiri dan menggerakkan kaki-kakiku yang sudah lama tidak digunakan. Rasanya masih kaku.Tiba-tiba, ponselku berdering. Sebuah foto masuk.Dalam foto itu, seorang perempuan mengenakan kostum kelinci sexy sedang menumpu tangannya di jendela besar. Bagian belakang bajunya terbuka, memperlihatkan lekuk pinggangnya yang indah.Rambutnya terurai, matanya terlihat sayu. Di belakangnya, Willy berdiri telanjang, ototnya menegang, tangannya memegang pinggang perempuan itu, posisinya begitu intim.Tak lama kemudian, sebuah rekaman suara menyusul. Dalam audio itu terdengar suara desahan perempuan dan erangan berat laki-laki, serta suara hentakan yang berirama.Dengan napas terengah-engah, Anna berkata, “Pak Willy, rumahnya baru saja direnovasi, jendelanya bisa kotor dibuat kita.”Willy terkekeh pelan, suaranya terdengar rendah dan serak,“Bukannya kamu yang suruh desainer pasang jendela besar ini? Biar aku bisa memuaskanmu di depan jendela.”Rekam

  • Luka Yang Kutinggalkan   Bab 3

    Tak lama setelah aku berbaring di ranjang, tiba-tiba sepasang tangan besar memelukku dari belakang. Aku kaget dan langsung berusaha melepaskan diri, tapi orang di belakangku justru memeluk semakin erat. Orang itu Willy.Tubuhnya dipenuhi bau alkohol dan aroma parfum yang menyengat. Bau ini pernah kucium di tubuh Anna, baunya menjijikkan. Dia menggunakan bahasa isyarat dan berkata padaku, [Joice, hari ini pesta ulang tahunmu, kok kamu pergi sebelum potong kue? Kamu lagi nggak senang? Besok aku ajak kamu pergi lihat rumah baru kita, ya? Aku sudah beli dan renovasi. Setelah menikah, kita bisa tinggal di sana.]Usai mengatakannya, dia mencoba mendekat untuk menciumku, tapi aku menoleh ke arah lain.[Kamu yang atur saja, aku nggak mau pergi.]Willy tampak kaget dengan sikapku, dia kembali bertanya dengan isyarat tangannya,[Joice, kamu nggak mau menikah denganku?]Melihat ekspresi prihatinnya, sosok yang jauh dari kesan direktur dingin seperti biasanya. Kalau saja aku belum mendengar denga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status