Share

Bab 3

Penulis: Adora Anindita Keisha
Tak lama setelah aku berbaring di ranjang, tiba-tiba sepasang tangan besar memelukku dari belakang. Aku kaget dan langsung berusaha melepaskan diri, tapi orang di belakangku justru memeluk semakin erat. Orang itu Willy.

Tubuhnya dipenuhi bau alkohol dan aroma parfum yang menyengat. Bau ini pernah kucium di tubuh Anna, baunya menjijikkan. Dia menggunakan bahasa isyarat dan berkata padaku,

[Joice, hari ini pesta ulang tahunmu, kok kamu pergi sebelum potong kue? Kamu lagi nggak senang? Besok aku ajak kamu pergi lihat rumah baru kita, ya? Aku sudah beli dan renovasi. Setelah menikah, kita bisa tinggal di sana.]

Usai mengatakannya, dia mencoba mendekat untuk menciumku, tapi aku menoleh ke arah lain.

[Kamu yang atur saja, aku nggak mau pergi.]

Willy tampak kaget dengan sikapku, dia kembali bertanya dengan isyarat tangannya,

[Joice, kamu nggak mau menikah denganku?]

Melihat ekspresi prihatinnya, sosok yang jauh dari kesan direktur dingin seperti biasanya. Kalau saja aku belum mendengar dengan telinga sendiri bahwa dia yang membuatku tetap cacat seperti ini, aku pasti sudah luluh. Tapi sekarang, aku benar-benar ingin menjawabnya,

‘Iya, aku nggak mau menikah denganmu lagi. Kamu yang berselingkuh duluan, menikmati kebahagiaan dengan selingkuhanmu, membuatku kehilangan seluruh harapan pada pernikahan ini. Sekarang, kamu masih berani mempertanyakannya padaku?’

Namun, aku tidak ingin langsung menantangnya sekarang. Dengan kekuasaan yang dimilikinya di Kota A, kalau aku terang-terangan sekarang, mungkin aku tak akan bisa keluar dari sini.

Di bawah tatapannya yang penuh perhatian, aku hanya menarik napas dan menjawab dengan isyarat,

[Kakiku agak sakit, besok saja.]

Rumah barunya terletak di kawasan paling elit di dekat pusat Kota A. Desain interiornya dikerjakan oleh arsitek asal luar negeri.

Setiap sudut dibuat melengkung tanpa sudut tajam, supaya aku tidak terbentur. Semua meja dan kursi dibuat lebih rendah dari standar, agar mudah kugunakan dari kursi roda.

Willy sudah memikirkan semua kebutuhanku sebagai pengguna kursi roda, kecuali satu hal, yaitu keinginanku untuk bisa berdiri kembali.

Saat desainer menjelaskan konsep rumahnya, Willy berdiri di sampingku, menerjemahkan penjelasan itu lewat bahasa isyarat.

Di tengah tatapan iri dari orang-orang sekitar, Willy menepuk bahuku sambil tersenyum.

[Sayang, kamu suka?]

Aku memandangi ruangan itu. Harus kuakui, rumah ini benar-benar sesuai dengan impianku dulu.

Saat masih pacaran, aku pernah bilang kalau aku ingin rumah dengan jendela kaca yang besar, supaya aku bisa melihat bunga tulip di taman saat berdiri di sana.

Willy mengingat semua itu dan mewujudkannya.

Namun, Willy lupa. Tanpa cinta darinya, rumah sebagus apapun, hanyalah bangunan kosong, bukanlah rumah.

[Joice, aku sengaja kosongkan tembok ini untuk memasang foto kita. Setiap natal, kita bakal foto bersama di sini dan menggantung foto itu di dinding ini sampai kita tua nanti.]

Tanpa sadar, aku menatap mata Willy dan melihat tatapan penuh cintanya. Hatiku sempat bergetar, aku hampir menanyakan langsung kenapa dia berselingkuh. Tapi pada akhirnya, aku menahan diri dan berkata lewat isyarat,

[Kamu benar-benar bisa mencintaiku selamanya?]

Willy langsung menjawab cepat, seolah aku takut salah paham,

[Kamu itu wanita yang sudah kupilih, aku akan mencintaimu seumur hidupku.]

Aku membuang muka. Tak sanggup lagi melihat wajah penuh kepalsuan itu. Dia sudah melanggar janji kami, tapi masih bisa berbohong dengan wajah setulus itu.

Tak lama kemudian, sebuah telepon masuk dan memotong kata-kata manisnya. Dia tersenyum manis di depanmu, tapi tatapannya berbinar penuh hasrat dan berkata,

“Sabar ya, sebentar lagi aku datang dan memuaskan kelinci manisku.”

Setelah menutup telepon, dia pura-pura santai dan berkata bahwa ada urusan kantor yang harus dia tangani. Dia bilang, kalau merasa ada yang kurang dari rumah ini, aku bisa bilang ke desainer langsung.

Dia pikir aku masih tuli, jadi dia bisa semudah itu berselingkuh, bahkan di depan mataku sendiri.

Aku hanya tersenyum miris. Saat desainer bertanya apalah aku ingin mengubah sesuatu dari desainnya, aku menggeleng pelan dan meminta sopir mengantarku pulang.

Aku tahu, aku tidak akan sempat melihat bunga tulip bermekaran di halaman itu.

Di hari pernikahan nanti, yang akan hadir hanyalah jasadku, bukanlah aku. Aku tak akan pernah tinggal di rumah ini, jadi seperti apapun rumah ini didesain, sudah tak ada hubungannya denganku.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Luka Yang Kutinggalkan   Bab 8

    Willy baru sadar dari koma setelah tujuh hari. Saat dia membuka mata, pemakamanku sudah lama selesai. Yang menunggunya hanyalah sebuah nisan batu yang dingin.Karena siaran langsung di hari pernikahan itu, seluruh dunia tahu soal perselingkuhannya. Seketika reputasi Grup Wilton pun hancur. Sahamnya anjlok dan dewan direksi pun sepakat menangguhkan jabatan Willy sebagai direktur.Setelah mendengar laporan dari sekretarisnya, Willy hanya mengangguk tanpa ekspresi. Kemudian, dia kembali duduk di depan makamku, memetik gitar dan menyanyikan lagu kesukaanku.Menjelang senja, dia pulang ke rumah, duduk di kursi kesukaanku, tempat aku dulu suka membaca buku sambil minum teh. Foto pernikahan kami yang dulu sudah kugunting menjadi dua, tetap digantung di kamar. Di bagian yang kosong, tempat seharusnya aku berdiri, dia melukis diriku dengan tangannya sendiri. Seolah dengan begitu, aku bisa terus menemaninya selamanya.Di laci nakas ranjangku, dia menemukan sebuah buku harian. Di sanalah aku me

  • Luka Yang Kutinggalkan   Bab 7

    Kepala pelayan mulai membubarkan kerumunan, menghalangi pandangan orang-orang yang masih ingin melihat. Kepala pengawal mendekat untuk menopang Willy berdiri.Namun, Willy menepis tangannya dan langsung menjatuhkan diri ke atas peti kristal. Dia mendorong tutup peti, tangannya yang gemetar menyentuh wajahku, tapi yang terasa hanyalah dingin yang menusuk.Dia melepas jasnya dan menutupi tubuhku, lalu mengusap wajahku dengan tangannya, air matanya menetes di pipiku.“Joice, kok kamu sedingin ini? Sini, kupakaikan baju yang hangat, biar nggak dingin. Ayo bangun, aku bawa kamu pulang. Joice, hari ini hari pernikahan kita. Bagaimana aku bisa hidup tanpamu? Kok kamu tega meninggalkanku sendirian?”Suaranya mulai bergetar di akhir kalimat.Seorang staf menghampirinya dan menyerahkan ponselku pada Willy, suaranya datar tanpa emosi.“Ini ponsel Nona Joice. Di dalamnya ada pesan terakhir untukmu.”Willy menatap layar, waktu rekaman menunjukkan pukul 10 malam, dua hari yang lalu.Saat itu, dia se

  • Luka Yang Kutinggalkan   Bab 6

    Layar menyala, menampilkan dua tubuh yang saling berpelukan di atas meja dapur, lalu berpindah ke sofa ruang tamu dan akhirnya ke depan jendela besar.Adegan itu pun tersiar langsung ke hadapan para penonton di siaran langsung. Jumlah penonton yang awalnya belasan ribu, langsung melonjak menjadi ratusan ribu.Willy yang paling cepat bereaksi, langsung membentak pembawa acara, “Matikan! Cepat matikan sekarang juga!”Pembawa acara hanya memutar file dari USB yang katanya dikirim oleh teman pengantin wanita, dia benar-benar tak tahu isinya. Begitu sadar telah membuat kesalahan besar, wajahnya langsung pucat dan panik mencoba mematikan video dari komputer. Tapi, bagaimanapun dia mencoba, video itu tak bisa dihentikan.Willy segera ikut ke depan komputer. Begitu melihat tak ada jalan lain, dia mencabut kabel listriknya langsung. Tapi, video tetap terus berjalan. Rupanya, daya layar itu berasal dari kabel lain yang tersembunyi di bawah tanah.Saat itu juga, kamera dalam video berpindah dari

  • Luka Yang Kutinggalkan   Bab 5

    Dua hari sebelum pernikahan, Willy dan Anna meninggalkan jejak-jejak penuh gairah di setiap sudut rumah baru.Saat sedang terbawa suasana, Anna memeluk Willy erat-erat dan bertanya padanya,“Kalau aku bisa membuatmu lebih bahagia, bolehkah aku menjadi istrimu?”Tak disangka, pria yang baru saja memeluk pinggang rampingnya dengan tatapan penuh hasrat, bahkan berjanji akan membelikan sebuah vila untuknya, tiba-tiba menghentikan gerakannya. Sorot matanya menjadi jernih dan dingin, memperingatkannya, “Anna, selama kamu nggak mengganggu Joice, aku bisa memanjakanmu sesukamu. Tapi, kamu harus tahu diri. Ada hal-hal yang bukan untukmu.”Wajah Anna sedikit memuram. Dia tak menyangka, setelah melayani Willy selama tiga tahun, dia tetap tak bisa menggantikan posisiku. Tapi, dia tahu caranya menyenangkan pria.Dia pun mengubah posisi, kini duduk mengangkangi pinggang tegap pria itu, suaranya manja dan menggoda. Tak butuh waktu lama sampai sorot mata Willy kembali dipenuhi nafsu dan suara-suara p

  • Luka Yang Kutinggalkan   Bab 4

    Sesampainya di rumah, tak ada siapapun. Aku pun berdiri dan menggerakkan kaki-kakiku yang sudah lama tidak digunakan. Rasanya masih kaku.Tiba-tiba, ponselku berdering. Sebuah foto masuk.Dalam foto itu, seorang perempuan mengenakan kostum kelinci sexy sedang menumpu tangannya di jendela besar. Bagian belakang bajunya terbuka, memperlihatkan lekuk pinggangnya yang indah.Rambutnya terurai, matanya terlihat sayu. Di belakangnya, Willy berdiri telanjang, ototnya menegang, tangannya memegang pinggang perempuan itu, posisinya begitu intim.Tak lama kemudian, sebuah rekaman suara menyusul. Dalam audio itu terdengar suara desahan perempuan dan erangan berat laki-laki, serta suara hentakan yang berirama.Dengan napas terengah-engah, Anna berkata, “Pak Willy, rumahnya baru saja direnovasi, jendelanya bisa kotor dibuat kita.”Willy terkekeh pelan, suaranya terdengar rendah dan serak,“Bukannya kamu yang suruh desainer pasang jendela besar ini? Biar aku bisa memuaskanmu di depan jendela.”Rekam

  • Luka Yang Kutinggalkan   Bab 3

    Tak lama setelah aku berbaring di ranjang, tiba-tiba sepasang tangan besar memelukku dari belakang. Aku kaget dan langsung berusaha melepaskan diri, tapi orang di belakangku justru memeluk semakin erat. Orang itu Willy.Tubuhnya dipenuhi bau alkohol dan aroma parfum yang menyengat. Bau ini pernah kucium di tubuh Anna, baunya menjijikkan. Dia menggunakan bahasa isyarat dan berkata padaku, [Joice, hari ini pesta ulang tahunmu, kok kamu pergi sebelum potong kue? Kamu lagi nggak senang? Besok aku ajak kamu pergi lihat rumah baru kita, ya? Aku sudah beli dan renovasi. Setelah menikah, kita bisa tinggal di sana.]Usai mengatakannya, dia mencoba mendekat untuk menciumku, tapi aku menoleh ke arah lain.[Kamu yang atur saja, aku nggak mau pergi.]Willy tampak kaget dengan sikapku, dia kembali bertanya dengan isyarat tangannya,[Joice, kamu nggak mau menikah denganku?]Melihat ekspresi prihatinnya, sosok yang jauh dari kesan direktur dingin seperti biasanya. Kalau saja aku belum mendengar denga

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status