Share

4. Interogasi

Author: Aksara Ocean
last update Huling Na-update: 2022-11-08 10:21:25

4. Interogasi

“Maksud kamu apa, Mas?” Aku menjawab cepat.

Mata Mas Arya lalu memicing tajam, dan menatapku dengan dalam. Sedangkan aku sendiri langsung membalas tatapannya dengan pandangan tak kalah tajam, jelas saja aku tidak terima dengan kata-katanya barusan.

“Kok, kamu jadi nyalahin aku sih, Mas?” tanyaku lagi.

Mas Arya langsung memalingkan wajahnya ke arah jendela kamar, kelihatannya dia sadar kalau kata-katanya barusan menyinggungku. Karena aku sama sekali tidak mau melunturkan wajah masamku sedikitpun, biar dia sadar kalau aku tidak menyukai apa yang baru saja dia bilang.

“Aku juga nggak tahu kalau Pakde Mul mau meminjam uang, lagian … uang yang dia pinjam saja belum dikembalikan sampai hari ini, gimana aku mau minjemin lagi, coba?" Aku berujar marah.

"Kamu kok, hitung-hitungan banget sih sama aku sekarang, Ra?" Mas Arya malah menjawab kata-kataku dengan pertanyaan, yang terdengar amat menyebalkan di telingaku.

"Loh, aku nggak pernah hitung-hitungan sama Mas, kok!" Aku berujar cepat. "Coba Mas ngomong, kapan aku hitung-hitungan sama, Mas?" tanyaku lagi.

Mas Arya menatapku sebentar, tapi kemudian dia langsung mengalihkan pandangannya lagi ke arah jendela. Sedangkan aku langsung menghela nafas dengan panjang, meredakan amarahku yang hampir memuncak.

Niat hati ingin bermanja-manja dengan Mas Arya saat dia sudah selesai mandi, eh … ujung-ujungnya malah berdebat. Hanya karena masalah sepele, masalah yang bahkan aku tidak tahu.

Selalu, selalu seperti ini. Kami selalu bertengkar hanya karena orang lain, karena keluarganya itu. Aku juga tidak masalah membantu, tapi jangan terus-terusan seperti ini.

Hutang Pakde Mul yang dulu juga belum dibayar, terus aku harus memberinya hutang lagi? Ya jelas saja aku merasa keberatan!

"Mas mau beli motor, aku belikan. Mas mau berhenti kerja di pabrik dan mau membuka bengkel, aku modali. Bahkan uang bengkel saja aku tak tahu rimbanya, Mas!" Aku berujar ketus, tak pernah aku menaikkan nada bicaraku pada Mas Arya sebelumnya.

Tetapi, memang hari ini aku merasa luar biasa kesal. Aku hanya berharap, Allah mengampuni semua kesalahanku hari ini.

"Ra, kamu setiap bulan Mas kasih uang, loh!" Mas Arya menyahut kesal. "Kenapa ucapan kamu ini, seolah-olah menyudutkan aku?" tanya Mas Arya lagi.

"Yang Mas maksud ini, adalah uang yang Mas beri setiap bulan? Yang jumlahnya hanya satu juta setengah?" tanyaku dengan nada tak percaya. "Apa Mas kira uang segitu cukup untuk kita berempat hidup selama satu bulan? Apa Mas kira uang segitu cukup untuk mengisi perut kita semua hingga kenyang? Apa uang segitu Mas kira cukup, untuk membeli gas, token listrik, dan lain-lain?!" tanyaku dengan nada yang naik beberapa oktaf.

Kesabaranku habis, lenyap tak bersisa. Bagaimanapun juga, ucapan Mas Arya barusan membuat kemarahanku memuncak. 

"Segitu juga uang, Ra!" jawab Mas Arya sambil memalingkan wajahnya.

Aku mendengus, dan memalingkan wajah ke arah lemari. Wajah Mas Arya terlihat amat menyebalkan di mataku sekarang ini, padahal wajah tampan itulah yang selalu aku puja.

Wajah itulah yang selalu membuat aku terkesima sebelumnya, namun entah kenapa saat ini wajah itu terlihat sangat memuakkan di mataku.

“Memang begitu juga uang Mas, tetapi tetap saja itu tidak mencukupi uang belanja untuk kita berempat. Namun, pernahkah aku menuntut kepadamu? Pernahkah sku meminta lebih kepadamu? Pernahkah aku mempertanyakan ke mana sisa uangmu yang lain? Tidak, kan? Lalu kenapa Mas bilang kalau aku hitung-hitungan kepada Mas sekarang ini?" tanyaku bertubi-tubi. "Bengkel Mas selalu ramai, tidak pernah sepi, tetapi yang Mas berikan kepadaku hanya uang satu juta setengah setiap bulannya. Sebenarnya itu tidak masuk akal, tetapi aku selalu diam," lanjutku lagi.

Mas Arya langsung terdiam, dia tidak menyahut lagi ucapanku. Tetapi terlihat jelas kalau wajahnya masih jengkel, sebenarnya apa yang dia jengkelkan sekarang ini? Aku pun tidak tahu salahku apa.

Jika memang karena Pakde Mul yang ingin meminjam uang, lalu kenapa malah kami yang bertengkar? Ini semua akibat Mas Arya yang selalu bersikap sok kaya di depan keluarganya, sehingga semua keluarganya menjadikan kami sebagai tempat mengeluh.

Entah itu Pakde Mul, maupun anak-anaknya, jika mereka mempunyai kesulitan selalu berbicara kepada kami dan memohon bantuan entah apapun itu.

Jika dahulu aku selalu saja memberikan apa yang mereka inginkan, tetapi sekarang aku tidak akan mau lagi. Karena aku tahu yang mereka pinjam saja belum dikembalikan sampai sekarang ini.

"Kalau Mas mau meminjamkan uang kepada Pakde Mul, seharusnya Mas meminjamkan uang Mas sendiri, bukannya uangku!" kataku lagi.

"Aku mana punya uang, Ra. Kamu jangan mengejekku seperti itu, dong!" Mas Arya berujar dengan nada tidak suka.

"Loh, kenapa kamu bisa nggak punya uang, padahal kan bengkel kamu ramai?" kataku lagi. "Sekarang lebih bagus Mas jujur kepadaku, sebenarnya uang penghasilan dari bengkel itu ke mana Mas larikan? Karena aku sama sekali tidak tahu mengenai usaha yang Mas jalankan," kataku dengan mata yang memicing tajam.

"Kamu ini ngomong apa sih, Ra? uangnya untuk kamu semua, lah," kata Mas Arya lagi.

"Kalau begitu, bengkelmu tutup saja, Mas. Jika hanya dalam satu bulan dia cuma menghasilkan uang satu juta setengah, lalu untuk apa dibuka?!" Aku berujar tajam. "Lebih baik kamu di rumah saja dan kembali ke pabrik seperti dulu!" kataku lagi.

Mas Arya langsung melotot ke arahku, dia sepertinya terkejut dengan kata-kataku barusan, karena seperti yang aku bilang tadi, selama kami menikah aku tidak pernah menyela kata-katanya maupun menaikkan nada suaraku di depannya.

Tapi hari ini aku melakukan semuanya, tentu saja itu karena aku yang merasa geram dengan sifat Mas Arya yang terus-terusan ingin aku membantu keluarganya.

"Kalau kamu kerja di pabrik kan jelas Mas uang gajinya per bulan, dan aku juga bisa menikmati uang gaji itu karena sudah jelas ditransfer langsung ke dalam rekening kita," kataku lagi. "Sedangkan di bengkel ini, kamu sama sekali tidak menghasilkan uang sedikitpun, untuk apa kamu bekerja di sana jika memang tidak mempunyai penghasilan?" kataku lagi.

"Sumpah ya, Mas benar-benar nggak ngerti sama jalan pikiran kamu, Ra! Bagaimanapun juga kamu itu nggak pantas mempertanyakan ke mana uang yang sudah aku hasilkan!" kata Mas Arya dengan nada ketus.

"Nah, kalau begitu aku semakin yakin sekarang ini, kalau sebenarnya uang yang Mas hasilkan lebih daripada itu. Tetapi kenapa ya, Mas hanya memberikan uang satu juta lima ratus kepadaku, padahal uang Mas jauh lebih banyak daripada itu?" sahutku dengan cepat.

"Kamu ini ngomong apa sih, Ra?" tanya Mas Arya dengan nada suara yang tergagap.

"Udah deh, seharusnya Mas jujur aja sekarang ini. Sebenarnya ke mana uang bengkel yang selama ini Mas kelola?" tanyaku dengan mata yang memicing tajam.

*******

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKU    37. Tamat

    MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKUBab 37 Tamat“Berulah apa sih, Mas. Jelas-jelas makanannya gak enak, makanan murahan.”“Gak enak tapi abis, Mbak,” ujar karyawan katering.“Betul tuh, habis dua piring bilangnya gak enak,” ujar tamu undangan yang lain.“Iya nih, buat gaduh aja. Baru nemu mkanan enak yah, Mbak, jadinya norak.”“Eh, jaga moncongmu!”“Halah, ibu-ibu miskin tukang bikin sensasi. Ayok, bubar-bubar!” “Mel, ayok pergi!”“Awas kalian!”Mas Arya kelihatan menahan malu sekaligus kesal, pipinya memerah. Dia langsung menarik Melati pulang. Aku kasihan melihatnya, sudah diberi banyak peringatan, tetap saja belum sadar. Semoga suatu saat nanti Melati mendapat hidayah, agar bisa menjadi istri dan ibu yang baik.“Mereka sudah pergi, kamu jangan cemas lagi, Sayang. Orang yang hatinya jahat, akan memakan kejahatannya sendiri.”Aku tersenyum sambil menggenggam tangan suami. Kerusuhan yang dibuat Melati tak bearti apa-apa, diibandingkan kebahagianku yang tak ternilai ini. Mulai saat ini,

  • MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKU   36. Akad Nikah

    MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKUBab 36 Akad Nikah"Jangan mulut Anda," bentak Mas Andra. Dia memang paling emosi kalau ada orang yang berbicara buruk kepadaku. Wajahnya langsung berubah menyeramkan."Melati, kamu pulang saja. Bikin rusuh.""Ih, emang kenyataan." Dengan wajah kesal karena dibentak dua pria sekaligus, Melati pergi sambil menutup sebagain wajahnya dengan selendang. "Andra, Ara, maafkan Melati.""Iya, tapi ajarin istri kamu, biar mulutnya tidak menyakiti orang terus.""Sudah, Mas, ayok kita pulang. Banyak yang harus diurus untuk pernikahan kita.""Sekali lagi maaf."Aku mengangguk, dan pamit pulang. Kasihan Mas Arya, kondisi sedang berduka, malah harus menanggung malu karena sikap istrinya yang tidak punya tata krama.“Jangan emosi, Sayang.” Aku genggam tangan Mas Andra saat kami di dalam mobil. Calon suamiku tersenyum sambil mencium tanganku.Hidup memang penuh misteri, dan kejutan indah. Dulunya aku yang selalu memperlakukan Mas Arya dan keluarga bak raja. Sementara ak

  • MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKU   35. Meninggal

    MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKUBab 35 MeninggalPov Ara"Ya, sudah, ayok, Mas."Aku merasakan firasat tak enak. Pantas saja kemarin-kemarin gelisah, mendadak teringat mantan ibu mertua. Sejahat apapun dia, aku harus memaafkannya. Allah saja maha pemaaf, maka tak pantas jika hambanya sombong dan tak mau memaafkan kesalahan sesama manusia. "Pakde, aku izin mau menengok Bu Lastri di rumah sakit." Sebelum berangkat aku izin dulu kepada orang rumah. "Jangan diizinin, Pak. Lagian ngapain sih, Ra, kamu ke sana. Ingat perbuatan buruk mereka dulu. Udah, kamu fokus sama kebahagian kamu saja. Anggap mereka gak ada di muak bumi," ujar Mbak Yuli emosi. Dia melirik sinis ke arah Mas Arya yang sedang menunggu di teras. "Aku cuman mau nengok Bu Lastri, Mbak. Itu permintaan dia, takutnya ...," ucapanku menggantung, tak tega membayangkan kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi."Pergi, Nak," ujar Pakde Ahmad. Aku tersenyum senang, lalu mencium tangannya. Aku dan Mas Arya berangkat ke rumah sakit.

  • MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKU   34. Melati Kena Batunya

    MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKUBab 34 Melati Kena Batunya"Apa istri saya kecelakaan, Sus?""Betul, Pak. Silakan datang ke rumah sakit Medika.""Iya, Sus, saya segera ke sana."Astaga ada-ada saja, kenapa Melati bisa ada di kabupaten sebelah. Sebenarnya dia mau ke mana, sampai kecelakaan. Aku memberitahu kabar ini pada ibu, dan menitipkan anak-anak. Lalu, bersiap menggunakan motor menuju alamat rumah sakit. Perjalanan sekitar satu jam setengah. Akhirnya sampai juga, aku di arahkan masuk ke ruang rawat Delima. Di sana Melati sedang terbaring lemah dengan kondisi wajah dipenuhi perban. "Melati, sadar, Mel.""Ma-mas, akhirnya kamu datang. Wajahku perih, Mas.""Mangkanya jangan bertingkah, Mel. Kenapa segala kabur, rasakan akibatnya. Wajahmu rusak kaya gini."Melati terdiam sambil menangis. Lalu, ada seorang perempuan seumuranku masuk. Ternyata dia yang menabrak. Diceritakan kronologi kecelakaan, bahwa Melati lengah di jalanan, dan pelaku kaget, tapi untungnya menyenggol tubuh melati t

  • MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKU   33. Pangeran Untuk Ara

    MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKUBab 33 Pangeran Untuk Ara"Jadi, kita sepakati hari pernikahannya satu bulan lagi," ujar Pakde Ahmad."Setuju, Pak.""Alhamdulilah."Semua orang memancarkan aura kebahagian. Apalagi Kevandra, pasti dia merasa sangat beruntung mendapatkan Ara. Di lubuk hati ini terasa perih, bagai dikuliti hidup-hidup. Aku mematung menyaksikan kebahagian mantan istriku. Saat tersadar, aku melangkah untuk pergi. Berat sekali kaki ini melangkah. Tapi, aku harus sadar diri siapa diri ini. Hanya sampah masa lalunya Ara. Sampai kapan pun, tak bisa jadi pangeran Ara lagi. "Arya.""Mas Arya."Saat mau pergi, dua sejoli itu memanggilku. Aku lukiskan senyum terpaksa. Mereka melangkah mendekat. "Ngapain kamu di sini, Mas?" tanya Ara dengan raut jutek. "A-aku ... mampir saja, habis dari rumah Anwar.""Oh.""Masuk, Arya, kebetulan sedang ada acara lamaran. Kalau gak buru-buru bergabung sama kita.""Ka-kalian mau menikah?" tanyaku gugup, bercampur kaget."Iya, Mas. Insyallah satu

  • MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKU   32. Ibu Jadi Pembantu

    MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKUBab 32 Ibu Jadi Pembantu"Bagaimana istri saya, Bu bidan?""Tenang, Pak, saya sudah memberikan suntikan penenang. Istri bapak mengalami sindrom baby blues, nanti juga reda dengan sendirinya. Tolong jangan dibentak, atau disuruh kerja berat, harus dilayani dengan baik. Agar pikirannya tidak semakin kacau."Ada-ada saja, kondisi ekonomi sulit, dompet menjerit, istri malah membuatku seolah-olah terlilit. Ibu lumpuh, aku harus jualan, bagaimana caranya menjaga mereka sekaligus berjualan. Arrgh, cobaan makin tidak karuan. "Saya pamit dulu, yah, Pak.""Iya, Bu bidan.""Kami juga pamit, Arya," ujar ibu-ibu tetangga rumah. Melati tertidur tenang di atas kasur. Giliran aku yang harus berubah dari tulang punggung menjadi tulang rusuk. Aku memandikan Raka, dan menjaga putri kecilku. "Bu, mau ngapain?""Biar ibu yang masak, Arya.""Gak usah, Bu, memangnya bisa?""Bisa, Arya. Ibu bisa masak sambil duduk, tapi tolong kompornya simpan di meja lebih pendek.""Iya, B

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status