Home / Romansa / MENANTU PILIHAN MAMA / DIANCAM CALON ISTRI!

Share

DIANCAM CALON ISTRI!

last update Last Updated: 2025-05-06 12:22:18

“Tenang aja... aku cuma mau nanya satu hal...” bisiknya, tangannya menyentuh wajah Brian perlahan. “Kamu masih anggap aku cuma calon istri formal buat nikahan yang dipaksain?”

Brian membuka mulut, tapi tak bisa mengeluarkan kata.

“Nggak usah jawab deh,” lanjut Kanya pelan, sambil mendekatkan wajahnya, “karena tubuh kamu yang jawab lebih jujur.”

Ia membiarkan jarinya menyentuh tengkuk Brian, lembut tapi menguasai. Bibir mereka bersisian, belum menyentuh, tapi nyaris. Hanya sehelai napas yang jadi jaraknya.

Ketika akhirnya Kanya mencium bibir Brian dengan perlahan, Brian menutup mata.

“Jantung kamu kenceng banget,” bisik Kanya, tangannya meraba dada Brian dengan tenang.

“Ka-Kanya… ini nggak seharusnya…” ucap Brian pelan, menahan gejolak yang tak bisa dia kendalikan.

“Tapi kamu nggak nyuruh aku berhenti,” balas Kanya. Kali ini suaranya nyaris seperti racun manis, menjerat.

Tangan Brian naik pelan dan tanpa sadar bertengger di pinggang Kanya. Ia terdiam. Terlalu banyak yang ingin dikatakan, tapi terlalu sulit untuk dikeluarkan.

Kanya menatap matanya lama. “Aku pengen kamu jujur. Kalau kamu ada rasa sama aku, bilang. Sekarang.”

Brian menghela napas. “Aku… Aku bahkan nggak ngerti gimana perasaan ini bisa muncul…”

“Berarti aku masih punya celah.”

Ia bangkit perlahan dari pangkuan Brian, membiarkan jari-jarinya mengusap pipi pria itu satu kali. “Lain kali jangan marah-marah kalau aku godain cowok lain ya, mas. Cemburu tuh nggak cocok di muka kamu. dan Don't call any other woman's name other than mine baby!”

“What? baby?” ucap Rian yang bingung tapi ada sedikit gurat tawa yang mau nongol di bibir dia

"Yas!! baby, I'm your baby!” kata Kanya sambil tersenyum dan menyibak rambutnya dengan seksi.

Ia buka kunci pintu, tapi sebelum keluar, Kanya menoleh dan berkata dengan nada manja, “Kalau mau lanjut, lain kali jangan sembunyi di toilet cowok.”

Lalu pintu tertutup pelan.

Brian terdiam di tempatnya. Napasnya masih naik turun. Tangannya masih gemetar. Ia menyandarkan kepala ke dinding dan berdesah pelan, “…Astaga…”

•••

Setelah drama toilet yang bikin jantung nyaris copot, keduanya duduk kembali di meja makan, mencoba bersikap normal. Irvan dan Sintia ngobrol seru, sementara Kanya dan Brian… seperti sedang berakting di drama bisu.

Tatapan Kanya terus tertuju ke Brian. Sedang Brian? Ia memilih menunduk, pura-pura sibuk mengatur sendok.

Tiba-tiba, suara manja Sintia memecah konsentrasi dengan mengucapkan kalimat berisi ranjau darat laut dan udara,

“Sayang, nanti kamu temenin aku ya?”

DEG.

Brian mendadak panas dingin. Matanya melirik Kanya yang tengah mengepalkan tangan, dagunya bertumpu pada telapak. Wajahnya terlihat dingin, tapi matanya tajam, seperti siap menghujam.

“Iya, nanti aku temenin,” jawab Brian gugup.

“Oh iya sayang… habis dari sana kita bisa pergi ke…” Sintia terus saja mengulang kata “sayang”, membuat telinga Brian panas dan kepala Kanya makin berasap.

Kanya pelan-pelan menghitung jumlah kata “Sayang” yang keluar dari mulut Sintia. Dan ketika sudah melewati ambang batas sabarnya, ia sengaja menyikut kaki meja.

“Udah aku itung itu ada kali satu juta kata yang sama!” batin Kanya yang lagi ngitung dan terjadilah sesuatu.

BRUK!

Beberapa gelas di meja berjatuhan. Air tumpah. Pecah.

“Kenapa, Kanya?” Irvan panik. “Kamu nggak apa-apa?”

“Ah, Mas Irvan, ada tikus lewat. Aku kaget…” ucap Kanya dengan suara manja dan senyum menggemaskan.

Brian tampak makin gerah. Cara Kanya menyebut nama Mas Irvan dengan nada centil itu sukses mengaduk emosinya.

“Aku juga geli sama tikus,” ucap Sintia, mencoba menimpali.

“Iya Mbak… aku tuh geli banget. Mas Irvan, kita pulang yuk? Aku ngantuk banget. Besok kan kita kerja lagi, Mas Irvan. Iya, Mas Irvan?”

Kanya terus-menerus menyebut “Mas Irvan” seperti mantra, membuat Brian akhirnya kehilangan kesabaran.

“Sayang, kita pulang yuk,” ucap Brian kelepasan.

Kanya langsung menoleh, menatap tajam. Tangannya terkepal. Brian mode panik tapi apa daya udah kelepasan.

“Mas Irvan, ayo pulang. Aku ngantuk, Mas. Mas ayo... Mas Irvan,” nadanya manja sengaja biar Brian kepanggang kayak sate lima ribuan.

Ia berdiri sambil lemparin senyum ke Sintia. “Mbak, kami duluan ya. Mumpung Mas Irvan mau anterin aku pulang.”

Sintia membalas dengan sopan. Mereka berpelukan. Tapi saat itu pula, Kanya sengaja menginjak sepatu Brian dengan hak tingginya.

“Ughh!” Brian menahan sakit, wajahnya mengerut.

Kanya hanya tersenyum miring dan pergi bersama Irvan, melenggang cantik ala model. ya dia emang model.

Di parkiran, saat Irvan sibuk dengan telepon, Kanya berdiri di depan mobil. Matanya menatap Brian dan Sintia yang baru keluar restoran.

Brian melihat Kanya—yang berdiri seperti patung garuda dengan tangan terlipat dan tatapan membunuh. Pelan-pelan, Brian melepaskan gandengan tangan Sintia seolah hendak mengambil sesuatu dari saku. Kanya tersenyum puas. Brian membuka pintu mobil untuk Sintia, sementara Kanya masuk ke mobil Irvan dengan kepala terangkat.

•••

Di perjalanan pulang, gini nih situasi Brian sama Sintia.

“Sayang, besok bisa kan nemenin aku?” tanya Sintia, sambil menatap Brian.

“Bisa,” jawab Brian pendek.

“Kamu kok kayaknya sakit ya? Panas banget, sayang…”

Ia menyentuh kening Brian.

Brian mengangguk kecil. “Iya, mungkin masuk angin.”

“Tapi bisa nemenin aku kan?”

“Usahain, ya.”

Brian meraba lehernya yang terasa berat.

“Kamu beda, deh. Malam ini kamu aneh…”

“Aneh gimana?”

“Biasanya kamu manggil aku sayang terus… sekarang enggak.”

Brian hanya tersenyum tipis. “Mungkin kamu terlalu sensitif.”

Sintia tertawa kecil, meski nada suaranya berubah. “Beda aja rasanya. Tapi yaudah deh… Rabu aku ke luar kota, ada proyek.”

“Nanti aku anterin.”

“Enggak usah, kamu kayaknya beneran sakit.”

Mereka pun tiba di rumah. Sebelum turun, Sintia memeluk Brian. “Cepet sembuh ya sayang…”

Brian hanya membalas singkat, “Iya, hati-hati…”

•••

Sementara itu Kanya baru sampai di rumah dia. dan pas dia masuk rumah , keadaan rumahnya sepi banget.

“Mama?”

“Papa?”

Tak ada jawaban. Ia mengambil ponsel dari tas. Banyak panggilan tak terjawab.

“Astaga! Papa!”

Segera ia menghubungi ayahnya.

“Papa? Maaf banget baru lihat HP.”

“Mama di rumah sakit, kamu ke sini ya.”

“Sakit?! Papa kirim lokasi sekarang!”

Tanpa pikir panjang, Kanya memesan taksi dan langsung menuju rumah sakit.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MENANTU PILIHAN MAMA   CIUMAN PAKE KRIM COKLAT

    Kanya langsung menoleh ke belakang dengan wajah kaget, "Eh?" Brian tertawa kecil dan melanjutkan, "Aku nyesel... karena baru tau kamu sekarang. Harusnya dari dulu, waktu kamu masih kecil, aku culik sekalian." "Ya elah mas! Diculik katanya! Emangnya aku ayam kampung bisa diciduk?" Kanya menyikut pelan perut Brian sambil cengengesan. "Kamu bukan ayam, tapi kamu bisa bikin hati aku berkokok tiap hari," sahut Brian masih dengan nada main-main. "Ewh... gombalan tua!" Kanya ngakak, kepalanya makin bersandar ke dada Brian yang hangat. Lalu mendadak serius lagi. "Tapi serius... kita beneran mau nikah?" "Iya, sayang." "Kayak... bukan main-main?" "Nggak ada yang main-main. Kita mulai dari becanda, tapi aku serius sama kamu dari awal aku sadar aku butuh kamu." "Mas..." suara Kanya melembut, "Kalau nanti aku... suka berubah-ubah, kadang seneng, ka

  • MENANTU PILIHAN MAMA   PERTAMA KALINYA MEREKA MANDI BERDUA. TAPI KOK?

    Setelah itu...Brian keluar lagi dari kamar mandi. Rambutnya sedikit basah, tapi napasnya stabil. Dengan pelan, dia dekati Kanya yang masih di dapur, tangannya sibuk ngerapiin toples bumbu—padahal nggak ada satu pun yang berubah posisi.Tanpa satu patah kata, Brian langsung mengangkat tubuh Kanya, membuat Kanya terlonjak kaget."Mas! Eh... tolong... jangan—aaah, aku mau... tapi pelan yaa..." ucap Kanya sambil cekikikan kayak yang panik tapi seneng.Brian ngakak. Goyang-goyang bahunya nahan tawa, "Dasar kamu ya... acting-nya nggak pernah gagal."Sambil masih gendong, dia bawa Kanya ke kamar mandi.•••Di kamar mandi...Tak ada yang bicara. Hanya suara napas mereka dan gemuruh shower yang baru saja ditarik tuasnya oleh Brian. Air mengucur deras ke arah tubuh Kanya, membuat kain yang ia kenakan perlahan menempel lekat ke kulitnya.Brian menatapnya. Matanya dalam, ada gejolak rindu dan hasrat di s

  • MENANTU PILIHAN MAMA   SIDAK APARTEMEN CALON SUAMI!

    Udara sore mengalir pelan menyapu wajah mereka, sementara motor gede Brian melaju tenang di antara lalu lintas kota. Di belakangnya, Kanya melingkarkan kedua lengannya di pinggang Brian, sesekali nyender manja sambil ketawa sendiri.Parfum yang tadi mereka beli, sekarang nangkring elegan di stang motor. Sementara box kue-kue lucu dan roti manis yang baru aja mereka borong? Udah dikirim duluan via Grab Car. Soalnya Kanya bilang:> "Kalau dibawa di motor, yang, nanti kuenya bukan Red Velvet, tapi Red Bubur!"Brian sampai ngakak sepanjang jalan gara-gara itu."Ada-ada aja kamu, ya," ucapnya sambil melirik kaca spion, ngeliat Kanya yang lagi sibuk ngelirik parfum dan nyium-nyium tutupnya."Eh, ini tuh wanginya kayak… kayak kamu deh, mas," celetuk Kanya sambil narik napas dalam-dalam dari parfum itu."Wangi debu motor?""Apaan sih! Wangi cowok yang aku sukaaaa," goda Kanya, makin manja.Mereka pun teru

  • MENANTU PILIHAN MAMA   BAB. 18

    Tak lama, Brian pun menghampiri dirinya. Brian segera duduk mendampingi Kanya dan tentunya tanpa jarak. Brian terlihat segar, seolah demam yang semalam hilang dalam sekejap akibat Kanya yang menjadi obat baginya. Dengan menggunakan celana sebatas lutut dengan kantung kiri dan kanan, serta kaos oblong longgar yang Brian kenaakan, tubuhnya terlihat gagah, bagian bahu bidannya semakin tampak melebar dan kokoh, otot lengan itu pun terlihat tegas, bagian otot paha dan betisnya yang memang sering kali ia latih di tempat kebugaran. "Tadi rame nggak di kantor?" tanya Brian, sembari menunggu Kanya yang hendak menyuapi dirinya dengan kue. "Rame banget, sayang," sahut Kanya yang kemudian menyuapi Brian dengan sepotong kue. "Enak?" tanya Kanya sambil mengunyah dan meminta pendapat Brian mengenai kue pilihannya. Sambil mengunyah dan mengangguk, menandakan jika kue pilihan calon istrinya ini sangat enak. Keduanya menikmati kebersamaan yang indah dengan ditemani kue kue lezat dan minuman m

  • MENANTU PILIHAN MAMA   BAB. 17

    Melihat tawa lepas dan senyum merekah dari Kanya, ada sesuatu yang membuat dada Brian bergemuruh dengan kebahagiaan yang belum pernah dirasakannya sebelumnya. Bahkan dibandingkan momen bersama Sintia, apa yang dirasakannya kini sungguh berbeda—luar biasa dan tak terdefinisikan. Dahulu, Brian pernah bersikeras menolak Kanya sebagai pendamping hidupnya, namun kini, di hadapan wanita yang mampu membuat hatinya berdetak tidak karuan, semua penolakan itu seakan terbantahkan. "Untuk pertama kalinya, gue jatuh cinta," gumam Brian sambil matanya tak lepas memandang wajah Kanya yang bercahaya itu. Seluruh dunianya kini terasa lengkap hanya dengan kehadiran seorang Kanya. "Mas, liat deh, aku sengaja pilih kue ini buat aku sama kamu," ucap Kanya yang terlihat sangat bahagia, kala menunjukkan kue pilihannya,pada Brian. "Bentuknya lucu banget, sayang," ucap Brian, menanggapi bentuk dari kue itu. "Aku nggak sabar buat makan kue ini duluan," ucap kanya yang tak berhenti tersenyum. "Kita ma

  • MENANTU PILIHAN MAMA   BAB. 16

    Kanya tersipu malu dan berlari kecil mendekati Brian bak anak kecil saat pulang sekolah. Brian beranjak dari motor nya dan menyambut Kanya dengan pelukan. "Suami..." ucap Kanya sambil mendongak melihat Brian. "Hai, pake helm dulu, istri," ucap Brian, sambil mengenakan helm pada Kanya. "Pak manager takut ketahuan orang ya?" Kanya bertanya sambil tertawa kecil, saat melihat Brian yang masih mengenakan helm. "Iya, nanti kamunya yang kenapa-napa," ucap Brian. "Pacaran boleh kok yang, kata mami Intan," ucap Kanya. "Masalahnya mami Intan kenal sama Sintia, sayang," ucap Brian. "Owh gitu," sahut Kanya. "Pulang atau..." tanya Brian memberikan pilihan. "Pulang kerumah kamu kan, bukan kerumah mama?" tanya Kanya. "Iya, kita kesana," ucap Brian. "Diperkosanya jadi kan, yang?" tanya Kanya yang kembali jahil. "Hahaha... ada aja. Ayo, bisa nggak naiknya?" tanya Brian sambil melihat Kanya yang mungkin kesulitan untuk menaiki motor itu. "Ih nggak sampe, yang..." Sambil melepa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status