Share

Kencan?

Hanna masih sibuk membereskan barang milik Velope yang dibawa ke lokasi syuting hari ini. Sesaat, dia menghentikan gerakan dan menjawab pertanyaan bosnya, “Tuan Leon sudah mengonfirmasi kalau sebentar lagi akan menuju Kafe Magenta.”

“Terima kasih, Hanna. setelah kau selesai merapikan barangku, kita berangkat.” Velope duduk di bangku untuk meluruskan kakinya.

Sesaat kemudian, Hanna selesai merapikan barang bawaan Velope. Mereka berdua berangkat menuju Kafe Magenta untuk mengobrol santai bersama Leon. Di tempat lain, pada waktu yang sama, Leon sudah rapi ingin segera berjumpa dengan sang idola. Sedari tadi, dia mengganti pakaian yang akan dia gunakan untuk menemui Velope. Entah ini sudah yang ke berapa kali pakaian yang dia keluarkan dari lemari.

“Kau mau ke mana, anakku?” tanya Nyonya Atmaja.

“Mama, coba pilihkan! Warna kemeja mana yang bagus untukku?” Kedua tangan Leon menenteng kemeja beda warna.

“Jawab dulu pertanyaan Mama. Kau mau ke mana?” tanya Nyonya Atamja sekali lagi.

Leon menjawab kalau dia akan bertemu dengan Velope. Kepada sang mama, dia menceritakan segalanya, jujur dari dalam hati yang paling dalam. Tidak ada yang ditutupi sama sekali karena dari kecil, Leon sangat dekat dengan mamanya. Sampai saat ini, tempat paling nyaman baginya mencurahkan segala keluh kesah adalah kepada Nyonya Atmaja.

“Pakailah pakaian yang membuatmu nyaman. Karena wanita tidak melihat kau memakai baju apa, tapi melihat seberapa nyaman berada di dekatmu,” jawab Nyonya Atmaja.

“Terima kasih, Mama. Aku akan memakai pakaian yang membuatku nyaman ketika memakainya. Oh, iya.  Kenapa Mama tidak marah saat tahu Leon akan menemui Velope?” tanya Leon.

Setiap orang mempunyai kebebasan untuk memilih. Lagi pula, Leon sekarang sedang masanya menyukai lawan jenis. Tidak ada salahnya untuk dekat dengan wanita mana pun, asal masih dalam batas wajar. Nyonya Atmaja juga pernah muda, dia tentu akan mengizinkan.

“Ingat, Leon! Jangan pulang larut malam karena papamu pasti akan marah. Selamat bersenang-senang,” ucap Nyonya Atmaja.

“Sekali lagi terima kasih, Mama. Leon berangkat dulu, ya,” ucap Leon dengan hati yang bahagia karena mengantongi izin dari sang mama.

Leon melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh seperti biasanya. Maklumlah, anak muda selalu mengebut di jalanan jika sudah menyangkut urusan kekasih.

Tepat pukul tujuh malam, Velope sudah berada di Kafe Magenta, sesuai perjanjiannya dengan Leon. Dia duduk di kursi sendirian, di sudut ruangan menunggu datangnya seorang fans yang telah menolongnya beberapa saat lalu.

“Nona Velope, maafkan aku datang telat! Apakah kau sudah menunggu lama?” tanya Leon yang baru saja sampai.

“Tidak, aku baru sampai satu menit yang lalu,” jawab Velope singkat.

“Nona Velope, terima kasih telah mewujudkan mimpiku untuk duduk berdua, makan malam denganmu seperti ini,” ucap Leon.

“Makan malam ini sebagai ucapan terima kasihku padamu karena telah menolongku pada saat yang tepat. Silakan, pesan makanannya!” pinta Velope.

Walaupun Velope terkesan masih bersikap dingin, Leon tidak menghiraukannya. Dia tetap bahagia bisa melihat wajah Velope dalam waktu yang cukup lama. Dia berharap, akan ada kesempatan seperti ini lain kali. Leon terus menatap wajah Velope sambil menunggu makanan tersaji di meja.

“Ada apa, Tuan Leon? Kenapa menatapku seperti itu?” tanya Velope yang merasa risi.

“Tidak ada! Aku hanya masih tidak percaya kalau aku memiliki kesempatan kencan denganmu,” ucap Leon.

Velope menggelengkan kepala. Ini bukan kencan, melainkan makan malam biasa. Kenapa bisa Leon menganggapnya sebagai kencan? Velope sudah tak sabar ingin selesai makan dan meninggalkan Leon karena merasa risi dengan apa yang dia dengar.

“Kau sungguh percaya diri sekali mengucapkan kata kencan, Tuan Leon,” ucap Velope.

“Tak apa walaupun ini  sekadar makan malam sebagai ucapan terima kasih darimu, aku tetap menganggap kita sedang kencan,” jawab Leon penuh percaya diri.

Velope tertawa sedikit melihat tingkah Leon. Tak terasa jantung Leon berdegup kencang dan wajahnya memerah melihat paras cantik Velope yang tersenyum di hadapannya. Sejenak Leon jadi salah tingkah, ingin mengucap sesuatu, tetapi takut Velope menjadi benci padanya. Akhirnya, dia hanya bisa menggelengkan kepala dan menopang kepalanya di atas tangan kanan.

“Kau ini sungguh konyol, Tuan Leon,” ucap Velope.

“A-aku terpesona melihat senyuman indahmu secara langsung, Velope,” jawab Leon terbata.

“Sudah banyak pria menggombal seperti itu, Tuan Leon.”Velope tersenyum kembali.

Jantung Leon makin berdetak lebih cepat melihat sekali lagi senyuman sang idola yang begitu mempesona baginya. Apa yang harus dia lakukan untuk menyembunyikan rasa kagumnya ini. Leon meremas kemeja bajunya, berharap dia bisa mengendalikan diri, tidak melakukan apa pun terhadap Velope karena saat ini pikirannya dipenuhi hal negatif.

“Tuan Leon, makanan sudah tersaji. Ayo, dimakan selagi masih hangat,” ucap Velope menyadarkan Leon kembali.

“Mari kita makan, Nona Velope.” Leon menyendok makanannya.

Velope memperhatikan sedikit wajah Leon yang rupawan, matanya tak luput dari semua barang yang melekat di tubuh Leon. Semua barang yang dia kenakan adalah barang mahal. Dia makin takut jika Leon punya tujuan lain. Dunia orang kaya itu memang susah ditebak. Dia tidak mau dijadikan wanita simpanan atau mainan bagi mereka. Setelah pertemuan ini, Velope berharap tidak akan pernah lagi bertemu dengan Leon.

“Tuan Leon, sekali lagi, aku ucapkan terima kasih telah datang hari ini. Maafkan aku jika mengganggu waktumu malam ini,” ucap Velope.

“Apa kau sudah akan pulang sekarang, Velope? Aku akan mengantarmu pulang jika kau tidak keberatan,” kata Leon.

Velope mengatakan bahwa ia akan naik taxi saja, tetapi bahaya sekali jika seorang Velope naik taxi sendirian. Leon tidak tega melihat gadis idolanya naik kendaraan umum sendirian tanpa pendamping. Dia menawarkan tumpangan untuk mengantarnya pulang.

“Nona Velope, jika naik taxi sendirian, itu tidak aman untukmu. Kalau tidak keberatan, aku bisa mengantarmu pulang,” ucap Leon.

“Tidak usah! Aku tidak memakai pakaian yang mencolok. Cukup pakai masker, topi dan kaca mata hitam, tidak akan ada orang yang mengenaliku, bukan?” tanya Velope.

Leon terus membujuk Velope agar mau diantar pulang olehnya. Selain nyaman, dia juga bisa memastikan Velope sampai rumah dengan aman, daripada harus naik kendaraan umum sendirian. Akhirnya, Velope mau diantar pulang, setelah memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi di jalanan.

“Angie, lihat arah sana! Bukankah itu adalah Leon? Siapa wanita yang ada di sampingnya itu?” tanya teman Angie yang kebetulan mereka juga ada di kafe yang sama.

“Mungkin kalian salah lihat. Itu bukan Leon tunanganku,” jawab Angie dengan senyuman.

Angie menyembunyikan marahnya di depan teman-temannya. Padahal dalam hatinya, banyak sumpah serapah yang dia ucapkan untuk seorang perempuan yang sedang bersama Leon. Hatinya terbakar cemburu, jangan sampai cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. Dia meminta izin ke toilet kepada teman-temannya.

“Cepat cari tahu siapa wanita yang bersama Leon malam ini! Jika benar itu adalah Velope, lakukan seperti apa yang aku perintahkan sebelumnya! Dia harus menerima akibatnya karena mencoba merebut priaku!” perintah Angie kepada seorang dari sambungan telepon.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status